"Kau harusnya tahu siapa aku, Yujin."Yujin menggeleng cepat. Dalam mimpinya kali ini, ia bertanya pada si laki-laki, siapa namanya dan mengapa dia selalu muncul. Tapi Yujin malah diberi teka-teki. Jika Yujin saja lupa, lantas bagaimana ia bisa menebak siapa kiranya si laki-laki ini?
"Tidak, aku tidak tahu. Bisakah kau jawab saja siapa namamu?"
Laki-laki itu tersenyum. "Tidak bisa. Kau harus menebaknya sendiri. Tapi, aku hanya bisa memberimu satu petunjuk."
"Apa itu?" Yujin memiringkan kepala.
"Aku selalu ada untukmu dan Hanbin dimanapun kalian berada."
Petunjuk macam apa itu? Tapi dari sini, Yujin bisa mengira-ngira. Mungkin saja laki-laki ini sangat dekat dengannya juga Kak Hanbin. Tapi siapa?
"Apakah kau ---
PRANG!
Sial. Yujin terlonjak. Bangun dalam keadaan terkejut sebab sebuah suara keras mengacaukan mimpinya. Ia berdecak kesal. Pagi begini, apakah tetangganya tidak punya pekerjaan hingga memecahkan sesuatu? Mengganggu saja!
Yujin mendudukkan diri, lantas menyibak selimut. Kemudian mencari-cari penyangga yang biasanya ia letakkan di samping tempat tidur. Tak lupa untuk mengenakan sandal bulu berkepala karakter kelinci agar kakinya hangat.
Sekarang adalah musim panas. Latihan yang dilakukan Yujin sudah berjalan sekitar dua bulan, dan sekarang remaja berusia enam belas tahun ini sudah bisa berjalan dengan kakinya sendiri walau masih dibantu oleh sebuah penyangga. Tapi setidaknya, Yujin sudah tidak menyusahkan Hanbin lagi.
Yujin membuka pintu kamarnya, lantas membawa tungkainya melangkah menuju ruang makan. Karena, di jam-jam ini pasti Hanbin tengah memasak sesuatu untuk sarapan pagi. Begitu hampir mencapai meja makan, samar-samar Yujin dapat mendengar suara kakaknya. Suara Hanbin terdengar agak ketus, mungkin kakaknya itu sedang menelepon seseorang yang membuatnya kesal.
"Aku akan melakukan peringatannya sendiri. Bibi tidak boleh memaksa."
Omong-omong soal peringatan, Yujin baru ingat bulan Juli ini adalah peringatan meninggalnya orang tua mereka yang ke-3 tahun. Akan tetapi, tahun lalu Yujin tidak dapat mengikutinya sebab patah tulang kakinya belum sembuh. Semoga saja tahun ini Hanbin memperbolehkannya untuk mengikuti peringatan.
"Apa Bibi pikir aku tidak tahu bahwa Bibi, Paman Lee, Bibi Hong, juga Paman Shin menginginkan harta Ayah?"
Ah, Yujin mengerti. Sumber kekesalan Hanbin ada pada mereka, paman dan bibinya yang tidak tahu malu. Paman dan bibinya yang tidak pernah mau tahu seperti apa kehidupan keponakannya namun mendambakan setumpuk uang dari peninggalan ayahnya. Orang-orang bermuka dua. Mereka hanya baik jika ada maunya saja.
Sepelan mungkin Yujin menarik kursi ke belakang, kemudian duduk sembari mengawasi gerak-gerik Hanbin. Tangan kiri kakaknya digunakan untuk memegang ponsel, sementara tangan kanannya berkacak pinggang.
"Bukan begitu bagaimana? Apa Bibi pikir, aku tidak akan berani melawan? Aku sekarang sudah dewasa dan tidak akan diam saja saat aku tahu kalian mengancam keluargaku."
Rupanya setelah berbulan-bulan, persoalan pelik ini belum juga rampung. Yujin pernah mendengar Hanbin bercerita tentang persoalan ini pada Jiwoong lewat telepon beberapa bulan lalu. Namun, Yujin kira semuanya sudah selesai, semua paman serta bibinya sudah menyerah.
"Aku tidak percaya jika tidak mendengarnya sendiri dari Nenek. Jadi, jangan memaksaku untuk pergi ke Busan."
Sembari memainkan selembar tisu yang sempat ia ambil dari kamarnya, Yujin menganggukkan kepala. Makin memahami bahwa salah satu dari bibinya menelepon Hanbin untuk meminta mereka --- Yujin dan Hanbin --- datang ke Busan dan melakukan peringatan bersama-sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Longing Melodic [ Zhang Hao ft. Yujin ZB1]
FanfictionMelodi kerinduan ini membuatku tersiksa. Sebab, aku tidak tahu siapa yang ku rindukan. Dia, yang selalu muncul dalam mimpiku, terlalu asing untuk dikenal. Apalagi untuk tahu namanya, itu sangat sulit. Dia bagaikan manusia di balik kabut yang sulit d...