"Kak Jiwoong, aku harus bagaimana?"Jiwoong menumpu tangan kirinya pada pagar pembatas. Sedangkan sebelah tangannya lagi menempelkan ponsel pada telinganya. Hari ini, Jeonghan menghubunginya dan untung saja masih jam makan siang.
"Aku tidak bisa memberimu saran jika aku saja tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian berdua," tukas Jiwoong.
"Jadi begini, saat itu aku mabuk berat dan tidak sadar menghubungi Hanbin. Entah apa yang ku katakan padanya tapi dia marah dan tidak mau mengangkat panggilanku."
"Apa Hanbin mengatakan sesuatu padamu?"
Menghela napas sejenak, barulah Jiwoong kembali buka suara. "Sebenarnya Hanbin berkata padaku bahwa kau ingin pergi jauh. Apa itu benar?"
"T-tidak! Pasti aku tidak sadar sudah mengatakan itu!" Jeonghan kedengaran tergagap entah kenapa.
"Tapi biasanya orang mabuk akan mengatakan kebenaran. Pasti kau memikirkan hal buruk di dalam hatimu, kan?" Jiwoong berbalik dan kini menyandarkan tubuhnya pada pagar pembatas. "Jujur saja, Jeonghan. Aku tidak akan memarahimu."
Jeda sejenak. "Eum... Sebenarnya kalau boleh kuakui, aku memang memikirkannya. Aku memang berpikiran buruk sebelum mabuk. Dan tanpa sadar aku malah melampiaskannya pada Hanbin. Aku merasa sangat bersalah padanya, Kak."
Jiwoong memijat pangkal hidungnya. "Aku tidak akan menyalahkanmu. Tapi sebaiknya, kurangilah pikiran buruk itu. Kalau kau stress, Hanbin juga akan terkena dampaknya."
"Aku tahu aku salah. Dan aku memang egois. Aku tega menumpukan semua beban di atas pundaknya. Tapi... Aku benar-benar bingung...."
"Aku harus bagaimana agar dia mau mendengarkan perkataan ku?"
"Untuk sekarang bersabar saja dulu. Hanbin masih berkepala panas. Tunggu saja sampai dia agak lebih mendingan, atau...."
"Atau apa?"
"Kau pulang ke Korea untuk membuktikan bahwa kau tidak ingin pergi lagi dari adik-adikmu."
--✨---✨--
Hanbin muak menatap ponselnya. Notifikasi panggilan masuk dan pesan Jeonghan terus-menerus muncul. Hanbin memutuskan untuk mengabaikan kakaknya itu sebab ia masih kesal. Seenaknya sendiri kakaknya berkata seperti itu. Apa dia pikir Hanbin tidak sakit hati?
"Itu panggilannya siapa? Kenapa tidak Kakak angkat?" tanya Yujin.
"Bukan siapa-siapa. Hanya orang iseng," jawab Hanbin. Kontan mematikan ponselnya tatkala lagi-lagi sebuah panggilan masuk. Lalu menarik teko berisi air putih dan sebuah gelas. "Oh iya, hari ini kau ada jadwal lagi dengan Taerae. Park Hanbin juga mengirimkan pesan bahwa Gunwook akan ikut belajar bersamamu nanti."
Yujin meminum susu di gelasnya setengah tak minat. Mendengar itu membuatnya malas seketika. "Kenapa harus ikut, sih? Aku, kan, kesal kalau ada Kak Gunwook," protesnya.
Protesan adiknya langsung ditanggapi Hanbin dengan gelengan kepala heran. "Memangnya apa yang dia lakukan padamu? Padahal, kalau dilihat-lihat Gunwook biasa saja. Dia anak yang baik ---
"HA?! Anak baik apa?! Omong kosong! Dia bahkan selalu mengejekku!" potong Yujin. Lantas memalingkan wajahnya sembari bersidekap.
Hanbin tertawa. "Eh, tapi tetap saja tidak boleh seperti itu terus menerus. Gunwook bisa-bisa marah padamu, lho."
"Memangnya kalau dia marah, aku peduli? Tidak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Longing Melodic [ Zhang Hao ft. Yujin ZB1]
FanfictionMelodi kerinduan ini membuatku tersiksa. Sebab, aku tidak tahu siapa yang ku rindukan. Dia, yang selalu muncul dalam mimpiku, terlalu asing untuk dikenal. Apalagi untuk tahu namanya, itu sangat sulit. Dia bagaikan manusia di balik kabut yang sulit d...