"Bagaimana Yujin?"Taerae menarik sebuah kursi ke belakang. Lantas duduk sembari meletakkan tumpukan buku ke atas meja makan. Hanbin menyuguhkan secangkir teh hibiscus ditemani sepiring kukis oatmeal buatannya sendiri ke hadapan laki-laki berusia dua puluh satu tahun itu.
"Tidak buruk," komentar Taerae. "Hanya agak mengesalkan dan dia gampang marah. Tapi, ku akui Yujin cukup pintar."
Kemudian, Hanbin mengambil tempat duduk di seberang Taerae. Wajahnya berubah lesu. "Maafkan adikku ya, Taerae. Sejak bangun dari koma sifatnya berubah drastis. Mungkin juga terpengaruh oleh amnesianya," ungkapnya.
"Aku paham." Taerae menganggukkan kepala. Mencomot sebuah kukis dari atas piring dan memakannya sedikit. "Mungkin Yujin juga sedikit terpengaruh oleh 'dia'."
Hanbin mengangguk. Menyetujui perkataan Taerae. Ia ikut mencomot sebuah kukis lantas memakannya perlahan.
"Ku dengar Yujin sering bermimpi buruk belakangan ini, apakah itu benar?" tanya Taerae. Kali ini beralih mengangkat cangkir teh nya.
"Itu benar. Belakangan ini dia juga mengalami gangguan tidur. Aku sudah menjadwalkan pemeriksaan dengan ibunya Matthew, tapi belum menemukan hari yang pas. Jadwalnya sangat padat," jelas Hanbin.
"Oh, begitu rupanya." Taerae manggut-manggut.
"Kak Hanbin? Kak Hanbin?!" Suara Yujin terdengar dari arah kamar.
"Aku pergi ke kamarnya dulu, kau habiskanlah kukis ini dan jangan beranjak sebelum makan siang," pesannya pada Taerae. Lalu melangkahkan kakinya menuju kamar Yujin.
"Kak Hanbin!"
Setengah berlari, Hanbin membuka pintu kamar Yujin kala didengarnya suara yang lebih keras daripada sebelumnya. Kalau sudah seperti ini, biasanya Yujin sedang dalam mode kesal. Dan benar saja, kala Hanbin masuk, didapatinya wajah sang adik tertekuk. Kusut bak pakaian belum disetrika.
"Ada apa? Kenapa memanggil sangat keras seperti itu? Kakimu sakit? Atau mau makan sesuatu?" tanya Hanbin beruntun.
Gelengan didapat Hanbin sebagai jawaban. Laki-laki berusia dua puluh dua tahun itu menghela napas panjang, lantas duduk pada pinggiran ranjang Yujin. "Lalu kenapa?" tanyanya lagi.
"Aku mau bertemu Kak Jiwoong," cicitnya. Yujin menatap Hanbin penuh harap. "Tolong katakan pada Kak Jiwoong untuk ke rumah."
"Di jam-jam ini, Kak Jiwoong masih sibuk di kantor. Belum tentu juga dia ada waktu karena biasanya dia lembur. Memangnya Yujin mau apa dengan Kak Jiwoong?"
--✨---✨--
Sembari memasukkan sesendok nasi dengan lauk tumis cumi pedas, Taerae mengamati gerak-gerik Hanbin dan Yujin. Yujin, yang seperti biasanya --- wajahnya berekspresi datar dengan tatapan kosong entah memikirkan apa --- melahap udang goreng hasil kupasan Hanbin tak minat. Sementara itu, Hanbin sendiri belum juga makan karena sibuk mengupaskan udang untuk adiknya. Namun, senyum tulus terpatri di bibir pemuda berusia dua puluh dua tahun itu kala didapatinya Yujin makan dengan lahap."Kak Taerae," panggil Yujin.
Taerae menaikkan sebelah alisnya. "Ya?"
"Tugas yang kakak berikan itu, boleh aku menundanya sampai lusa?"
"Tapi kenapa?" balas Taerae heran. Ia sampai urung menyendok nasinya.
Malah Hanbin yang menjawab. "Kak Jiwoong akan kemari sore ini dan menginap."
"Oh!" Taerae sudah tidak terkejut lagi. Ia sangat paham bagaimana kedekatan Yujin dengan Jiwoong. Bocah enam belas tahun itu sudah menganggap Jiwoong layaknya seorang ayah karena sifat Jiwoong yang mengayomi. "Ya sudah, tidak apa-apa. Bersenang-senang lah hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Longing Melodic [ Zhang Hao ft. Yujin ZB1]
Hayran KurguMelodi kerinduan ini membuatku tersiksa. Sebab, aku tidak tahu siapa yang ku rindukan. Dia, yang selalu muncul dalam mimpiku, terlalu asing untuk dikenal. Apalagi untuk tahu namanya, itu sangat sulit. Dia bagaikan manusia di balik kabut yang sulit d...