04. Next Steps

240 36 0
                                    


Tiang-tiang listrik berbaris di sepanjang pinggir jalan yang mereka lalui. Tak henti-hentinya pula Yujin merasa kagum dengan pemandangan yang bisa ditangkap netranya melalui kaca mobil.

Sekarang adalah penghujung musim dingin. Salju sudah mulai menipis dan siap menyambut musim semi yang dipenuhi oleh aroma bunga. Beberapa jarum tajam es yang beku pada pepohonan berubah menjadi tetes-tetes air. Dan hari ini,  Hanbin membawa adiknya ke dokter untuk konsultasi lanjutan.  Omong-omong, ini sudah keempat kalinya Yujin dibawa keluar oleh Hanbin pasca bangun dari koma.

Sejujurnya, Yujin lebih suka seperti ini. Mendengar suara klakson kendaraan atau sirine mobil polisi yang meraung-raung lebih baik ketimbang hanya diam di kamar sembari mendengarkan suara nyanyian angin lewat celah teralis jendela. Beberapa bulan ini hidupnya dihabiskan di rumah yang agak jauh dari jalan raya. Setiap hari, Yujin hanya mendengar detak jam dinding atau kesiur angin lewat celah jendela dan pintu kamar. Siapapun pasti merasa bosan bila dikurung seperti itu.

"Kau menyukainya?" tanya Hanbin. Tatkala disadarinya sudut bibir Yujin terangkat. 

Yujin menjawabnya dengan gumaman singkat. Sebab terlampau sibuk mengagumi setiap tempat yang dilalui oleh mobil mereka. Binar matanya tampak antusias. Cerah. Tidak seperti saat di rumah.

"Saat Yujin sembuh nanti, Yujin mau melakukan apa?"

"Sekolah," jawab Yujin jujur. Ia menatap Hanbin sekilas dan langsung mengalihkan tatapan kembali ke jalanan di samping kanan mobil. "Lalu mengunjungi kolumbarium. Yujin rindu Ayah dan Ibu."

Kolumbarium, ya? Sudah lama Hanbin belum berkunjung ke sana. Terakhir adalah tahun lalu, saat Yujin masih tertidur lelap. Dan Jeonghan masih ada di rumah. Sejak kecelakaan itu sampai sekarang, satu kali pun Hanbin belum pernah membawa Yujin ke sana. Ia terlalu sibuk mengurus pekerjaan hingga lupa untuk sekadar berkunjung.

Yujin tahu bahwa dirinya terlibat kecelakaan bersama orang tuanya. Bahkan mengingat tiap kejadian kecelakaan itu dengan baik. Lantas, mengapa memori tentang Jeonghan hilang dari pikirannya? Benar-benar tidak adil, sedangkan Yujin mampu mengenali Hanbin sebagai kakaknya.

Hanbin masih ingat perkataan Jeonghan kala itu. Saat orang tua mereka telah selesai dikremasi dan mereka berdua menyimpan guci berisi abu pada kolumbarium.

"Aku harus menebus semuanya. Maka, Kakak meminta tolong padamu, Hanbin." Jeonghan menepuk bahu Hanbin. "Jaga Yujin sampai dia sadar."

"Lalu, Kak Jeonghan mau kemana? Orang tua kita baru saja meninggal. Dan Kakak mau meninggalkan aku sendirian di sini?" Air mata Hanbin luruh saat mengatakan itu.

"Aku akan pergi bekerja. Tidak mungkin uang peninggalan orang tua kita cukup untuk biaya Yujin berobat. Kakak akan pergi ke China."

"KAK HANBIN, AWAS!"

Ckiit!

Hanbin menekan tuas rem depan mendadak saat disadarinya seekor anjing melintas.  Dahinya terantuk kemudi. Sementara Yujin, dahinya menghantam dashboard.

"Aduh," keluh Yujin sembari mengusap dahinya.

"Maaf, Kakak tidak fokus," ujar Hanbin. Ia buru-buru memeriksa dahi adiknya. "Apakah sakit?"

Yujin menarik tangan Hanbin dari dahinya. "Lumayan. Tapi aku hanya --- akh!"  Telinga Yujin berdenging. Matanya terpejam seiring tangannya yang terangkat untuk memegangi kepala.

Kilasan kejadian itu kembali bagai kaset rusak. Sebab hanya berupa potongan-potongan kecil dan acak. Yujin tidak bisa menyatukannya.

Kemudian semuanya gelap.


Longing Melodic [ Zhang Hao ft. Yujin ZB1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang