Musim panas telah berakhir. Walaupun begitu, Hanbin masih tetap memikirkan soal kejadian jendela pecah yang diceritakan oleh Jiwoong seminggu yang lalu. Kenapa kejadiannya bertepatan sekali usai pertengkarannya dengan paman dan bibi Hong?Sementara Hanbin sibuk memikirkan itu, Yujin malah merancang hal-hal yang harus dilakukan saat Hanbin tidak ada di rumah. Yang pertama, Yujin berencana untuk kembali ke kamar bekas orang tuanya lantaran masih penasaran dengan isi berkas yang berada di laci nakas. Kemudian, Yujin akan mencoba menyembunyikan album foto yang ia temukan pada kamarnya. Dan yang terakhir, mencuri album foto di kamar Hanbin. Memikirkannya saja membuat Yujin tertawa-tawa sendiri. Beranggapan bahwa dirinya adalah manusia paling cerdik yang pernah ada.
Sampai ia mendapat sentilan dari Taerae karena terlalu banyak tertawa barulah Yujin bisa sadar. Keadaannya yang sudah membaik tentu dimanfaatkan oleh Taerae selaku guru privat untuk mengejar materi, sebab Yujin sudah berulang kali meminta berganti jadwal. Hari ini Taerae menyempatkan diri untuk mengajar karena sedang tidak ada pekerjaan dan Yujin juga memiliki waktu luang.
"Kalau sampai tertinggal materi, kau tidak akan bisa masuk sekolah," ujar Taerae, menyadari bahwa Yujin mulai tidak fokus dan malah memainkan bolpoinnya. "Bulan Maret nanti tahun ajaran baru, jangan sampai kau tidak paham sama sekali."
Teguran dari Taerae kontan direspon oleh dengusan malas Yujin. Ayolah, ini masih bulan September, jaraknya lumayan jauh dengan bulan Maret. Taerae ini berlebihan sekali. "Kenapa materinya sulit sekali?" keluh Yujin.
"Kalau kau tidak mau kesulitan, makanya belajar. Sudah cukup bermain-mainnya selama musim panas," tukas Taerae. Menutup buku matematika yang tebalnya seperti kamus hingga menimbulkan bunyi berdebam.
Yujin terlonjak. Mengerucutkan bibirnya ke depan lantaran kesal mendengar perkataan sinis Taerae. Sial, benar-benar menyakitkan.
Lantas, sebuah usapan lembut mendarat pada kepalanya. Itu Jiwoong. Belakangan ini dia jadi sering datang ke rumah untuk sekadar mampir dan membawa cemilan. Jiwoong tersenyum lebar seraya mengepalkan tangan. "Ayo, semangat! Setelah ini kau bisa bertemu teman-teman baru dan melihat dunia yang lebih luas."
Awalnya Yujin merasa termotivasi dengan kata-kata Jiwoong, namun, semangatnya langsung luntur begitu mendengar ucapan Hanbin yaitu...
"Kakak berencana mendaftarkanmu di sekolahnya Gunwook. Bagaimana? Bukankah bagus jika ada yang kau kenal di sana?" Hanbin menatap Yujin berbinar, seolah-olah idenya adalah ide paling brilian yang pernah ada. "Tidak akan ada yang berani padamu karena ada Gunwook. Siapa yang akan mampu menghadapi bocah sebesar itu?"
Aku! Aku yang berani menghadapi Gunwook, raung Yujin dalam hati. Ingin sekali ia meneriakkan kata-kata itu di depan wajah Hanbin. Namun, Yujin urung melakukannya lantaran Jiwoong duduk di sampingnya.
Menatap deretan angka dan rumus di buku saja rasanya Yujin sudah ingin muntah. Sekarang apa lagi??
Yujin mendapati Taerae mengeluarkan buku yang lain. Tak kalah tebal dengan buku matematika sebelumnya. Laki-laki berlesung pipi itu tersenyum lebar. "Sekarang saatnya pelajaran fisika."
AAAAA! Yujin meratap dalam hati.
--✨---✨--
Belakangan ini, Zhang Hao menyibukkan diri dengan menggarap beberapa proposal untuk perusahaan tempatnya bekerja. Perusahaan ini adalah salah satu cabang perusahaan milik Tuan Shen, ayah dari Ricky. Belakangan ini juga, Zhang Hao jadi jarang bertukar pesan. Baik dengan Hanbin, Shuaibo, maupun Jinxin.
Ngomong-ngomong soal Jinxin, sepupunya itu menyuruhnya untuk berkunjung ke Shanghai. Namun Zhang Hao belum membalasnya.
Sedangkan untuk Shuaibo... Entahlah. Usai kejadian perselisihan antara dirinya dengan bibi Heqian dan bibi Hexiang, Zhang Hao merasa ada jarak yang terbentang dengan putra pamannya itu. Mereka tidak bisa sedekat sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Longing Melodic [ Zhang Hao ft. Yujin ZB1]
FanfictionMelodi kerinduan ini membuatku tersiksa. Sebab, aku tidak tahu siapa yang ku rindukan. Dia, yang selalu muncul dalam mimpiku, terlalu asing untuk dikenal. Apalagi untuk tahu namanya, itu sangat sulit. Dia bagaikan manusia di balik kabut yang sulit d...