Bagian 5

691 51 2
                                    

Ramzi tersenyum tipis dan mengangguk ke arahku, saat kami sama-sama baru turun dari motor masing-masing. Kubalas dengan perlakuan yang sama, sebelum membiarkannya berjalan mendahuluiku.

Setelah membuka helm dan memasukkan jaket ke dalam jok motor. Lantas, aku pun melangkah menuju ruang guru. Namun, ketika pandanganku tak sengaja mengarah ke gerbang sekolah, aku melihat kelebatan bayangan seseorang.

Reza? Masa sih, sepagi ini?

Ah, nggak mungkin! Ngapain dia pagi-pagi ke sini? Eh, tapi, bisa jadi juga. Dia, kan, punya kelakuan random.

Aku kembali menoleh ke arah gerbang. Sebuah mobil yang sangat kukenal tampak melintas dengan laju pelan. Ternyata, aku tidak salah lihat. Dia memang Reza. Itu mobilnya.

Tak mau ambil pusing pagi-pagi begini, aku kembali melangkah menuju ruang guru. Namun, lagi-lagi langkahku tertahan oleh panggilan seseorang. Aku pun menoleh ke arah sumber suara.

"Bu, Dila! Tunggu sebentar, Bu!"

Tampak Pak Ruslan tergopoh mendekatiku. Dia membawa sesuatu di tangannya.

"Ya, Pak?"

Pak Ruslan menyerahkan sebuah kantong plastik tebal warna putih berukuran sedang.

"Ini, tadi ada nitip suruh kasih ke Bu Dila."

Aku mengernyit. "Siapa, Pak?"

"Saya nggak tahu, Bu. Kalau nggak salah, pernah datang ke sini juga sebelumnya menemui Ibu."

Walau masih terheran-heran, aku mengambil kantong plastik tersebut dari tangan Pak Ruslan.

"Dia pakai mobil hitam, Bu. Gagah orangnya."

Ooh, berarti tadi itu ... eummm, ya, sudahlah!

"Baiklah. Makasih banyak, ya, Pak!" ucapku seraya tersenyum. Lalu, kembali melanjutkan langkah menuju ruang guru. Entah apa isi kantong plastik itu aku sendiri belum berminat untuk memeriksanya. Lagian, nanti malah bikin suasana hati jadi buruk, sedangkan aku butuh otak yang segar untuk mengajar pagi ini. Tahu sendirilah tingkah Reza. Siapa tahu dia punya niat iseng mengerjaiku.

***

Waktunya pergantian jam pelajaran. Aku sudah berada di ruang guru sejak lima menit yang lalu. Di ruangan ini, hanya ada beberapa orang guru saja termasuk aku. Masing-masing sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada yang berkutat dengan HP dan laptop, ada yang sedang mengecek buku latihan murid-murid sambil ngobrol. Kalau aku? Hmm, sepertinya aku ingin tahu isi kantong plastik tadi pagi.

Segera kudekati lemari loker yang posisinya berada di belakang meja kerjaku. Lalu, kukeluarkan kantong plastik putih itu dan menaruhnya di meja. Kubuka segel yang menempel di bagian atasnya. Wangi aroma cokelat langsung tercium menggelitik syaraf laparku. Sudah kupastikan, isinya pasti makanan favoritku.

Benar saja, begitu kukeluarkan isinya, ada beberapa buah kotak plastik bening berbentuk bundar yang berisi kue dengan cokelat lumer dan taburan keju di atasnya. Duh, pas banget aku lagi lapar. Lumayanlah untuk mengganjal perut sebelum makan siang.

Tak peduli makanan itu dari siapa, aku segera menyantapnya. Tentu setelah menawarkan pada rekan-rekanku yang ada di ruangan tersebut. Namun, seperti biasa, mereka pasti menolak.

Teringat kalau aku belum mengaktifkan ponsel, segera kurogoh saku blazer dan mengeluarkan benda pipih itu sembari meyalakannya. Beberapa pesan langsung masuk sekaligus. Aku mengecek satu per satu.

[Tadi, pas mau ke kantor, aku lihat ada yang jual makanan itu di pinggir jalan. Seketika aku ingat ada perempuan gembul yang suka banget sama kue semacam itu. Tolong dimakan semuanya, jangan sampai ada yang tersisa sedikit pun]

Meniti Cinta Kedua (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang