Bagian 30

1.1K 43 5
                                    

"Ngomong-ngomong ... Bang Reza serius mau sama Kak Helen, Ma?"

Aku menatap Mama Feni yang sedang melipat mukena. Kami berdua baru saja selesai shalat Zuhur di kamarku. Sementara Reza sendiri tengah ke masjid, seperti kebiasaannya beberapa waktu belakangan. Entah angin apa yang membuatku berkeinginan membahas tentang kata-kata Reza tempo hari.

Mama Feni tampak tersenyum, lalu menolehku. "Kenapa? Kamu cemburu?"

"Ah, Mama! Enggak, Dila nanya aja," tampikku. "Kalau Bang Reza serius, tentu Dila ikut senang. Bang Reza nggak membujang terlalu lama dan Mama juga bisa segera menimang cucu." Aku melebarkan senyum.

"Tapi ... Mama maunya menimang cucu dari kamu, Dil. Bukan dari perempuan lain."

Pernyataan Mama Feni seketika membungkam mulutku. Kami saling bertatapan. Mata teduh wanita itu memancarkan sebuah harapan yang besar. Aku tahu, Mama Feni tidak sedang main-main dengan ucapannya.

"Reza itu sangat menyayangimu. Sama seperti almarhum suamimu." Suara Mama Feni nyaris berbisik. Kali ini matanya terlihat berkaca-kaca. Dia pun mengalihkan pandangan ke sembarang arah. "Mama yakin, kamu bisa merasakannya, Dil. Walau terkadang sikapnya menjengkelkan dan membuatmu kesal. Namun, percayalah! Mama ini ibu yang melahirkannya. Mama tahu persis siapa dan bagaimana dia. Sudah banyak perempuan yang Mama jodohkan untuknya, tetapi Reza selalu menolak. Sampai akhirnya Mama tahu setelah kepergian Mizan, kalau dia mencintai kamu."

Tenggorokanku tersekat. Pernyataan kedua yang kudengar setelah dari Nindya, tentang rasa cinta Reza padaku.

"Aduh! Maafkan Mama, Dil," ucap Mama Feni tiba-tiba. Dia mengusap sudut mata yang basah seraya tertawa kecil. "Mama jadi terbawa perasaan. Tidak seharusnya Mama terkesan memaksamu kayak gini. Karena walau bagaimanapun, kamu berhak menentukan pilihanmu sendiri. Oh, ya, Ramzi bagaimana? Kamu ...."

"Ma!" Kusentuh punggung tangan wanita itu sehingga membuat ucapannya terhenti. Kami kembali saling bertatapan. "Mama sungguh-sungguh ingin Dila jadi menantu Mama lagi?"

Ada binar bahagia di mata Mama saat pertanyaan itu kulontarkan.

"Sangat, Dila. Itu keinginan yang selalu Mama minta pada Allah di setiap doa Mama."

Aku tersenyum. Rasanya tak mau lagi membuatnya kecewa. Namun, semua tentu tidak semudah itu untuk mengiakan.

"Kalau Bang Reza benar-benar mau sama Dila, Dila punya permintaan khusus buat Bang Reza. Kalau Bang Reza bisa menyanggupinya, insyaallah Dila akan terima Bang Reza."

"Kamu serius, Dila?" Mata Mama Feni membulat sempurna, seolah-olah tak percaya dengan kata-kataku.

Mengangguk, aku pun memberi seulas senyum.

"Apa permintaanmu, Nak? Biar Mama sampaikan pada Reza." Mama Feni tampak antusias.

Kuhela napas panjang. Memutuskan ini secara mendadak, bukan perkara mudah. Aku hanya ingin membuat Mama Feni bahagia. Setidaknya, aku bisa membalas semua kebaikannya padaku.

"Dila ingin ... Bang Reza memberikan Dila hafalan Al-Qur'an satu juz saja. Juz 30 pun tidak masalah, Ma. Dila kasih waktu paling lama tiga bulan."

Mengingat siapa Reza dan aku yakin jika dia tidak memiliki banyak hafalan Al-Qur'an, tiga bulan itu rasanya waktu yang sangat cukup.

Senyum Mama Feni semakin merekah. "Baik. Mama akan sampaikan pada Reza. Mama yakin, insyaallah dia mampu memenuhinya."

***

Duh! Aku ini kenapa, sih? Kenapa aku tiba-tiba malah setuju menikah dengan Reza? Mana pakai ngajuin syarat lagi! Bagaimana kalau pria itu benar-benar bisa memenuhinya?

Meniti Cinta Kedua (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang