[16] KAKEK

636 12 0
                                    

iin mengendarai motor kesayangannya menuju kediaman Avya, ia perlu penjelasan lebih dari temannya itu untuk meredakan kekhawatiran nya. Setelah sampai gadis tomboy itu segera menghampiri lift dan menekan lantai 8, semakin dekat ia semakin khawatir saja ia menjadi was-was sendiri.

"Ok tenang in!." Monolog nya menenangkan diri sendiri, ia menarik napas lalu menghempaskan nya pelan.

Huuupppp.....huuufffttt

Tin...

Pintu lift terbuka, Matanya yg terhalang kacamata itu langsung dapat melihat avya yg duduk bersandar di dinding. Gadis itu tidak visa tenang melihat keadaan sahabat nya yg masi dalam balutan baju sekolah, iin langsung berlari mendekati Avya, gadis malang itu.

"Vya? Bangun? Lo gpp?." iin ikut duduk lesehan di lantai, ia menegakkan kepala Avya yg menunduk. Iin bisa melihat wajah sembab dan mata yg sudah bengkak karna menangis.

"Udah gpp, ada gue lo tenang dulu ok." iin langsung menarik avya ke dalam pelukannya mencoba menyalurkan kekuatan, meskipun iin sendiri tidak hisa tenang tapi sebisa mungkin ia mencoba untuk menenangkan Avya dulu, keadaannya benar-benar buruk.

iin melepaskan pelukannya merapikan rambut agy yg kusut dan berantakan, tatapan mata gadis itu melemah tak ada tatapan keceriaan yg selalu avya tunjukkan di sekolah.

"Gpp, lo bisa nangis avya." lagi, iin memeluk avya hatinya sakit melihat avya terdapat luka goresan di rahangnya dan di ujung alisnya ada memar keunguan di sana.

"Hiks.....iin avya salah apa?hikss... kenapa?avya sakit!." Gadis itu akhirnya meluapkan kesedihannya, ia meraung-raung dalam pelukan iin.

iin menutup matanya rapat, semenderita itu avya selam ini bagaimana gadis seperti avya menyembunyikan lukanya.

Drrttt....

Ponsel avya yg ada di lantai bergetar, iin langsung mengambilnya dan mengangkat telepon itu.

"Halo?."

"Ini avya? Kamu di mana?. Ke rumah sakit sekarang Kakek di bawa ke rumah sakit." Suara orang itu terdengar panik, lalu telefon terputus.

Tutt....

iin melemah, ia tidak tau harus bagaimana mengatakannya pada Avya disaat gadis itu sedang tidak baik-baik kenapa berita buruk lainnya menghampiri nya.

"Vya?." iin mengurai pelukannya lalu menangkup wajah Avya.

"Kakek masuk rumah sakit, tadi ad ornag yg nelpon kalau kakek kamu di bawa ke rumah sakit." iin mengatakan yg sebenarnya karna bagaimanapun Avya berhak tau.

"Aaapa?." Avya gagap, saking shoknya. Kakeknya adalah bagian hidupnya yg terpenting.

"Ayo, gue bakalan antar lo, jangan nangis kakek butuh lo ok." iin menarik tangan Avya untuk segera pergi dari sana.

Mereka akan ke rumah iin dulu untuk meminta sopir mengantar mereka dan iin harus izin dulu ke ayahnya lalu mereka akan ke rumah sakit terdekat dari rumah Avya yg dulu.

"Non, itu temannya kenapa?." Tanya pak agung, supir iin.

iin menoleh melihat keadaan Avya,  gadis malang itu terlihat sangat tidak baik wajahnya sembab, matanya merah, dan tatapannya kosong. iin bingung harus bagaimana ia tidak pernah berada di posisi avya.

"Gpp, pak tolong lebih cepat yah ke rumah sakit Himalaya." Pinta iin, perjalanan ke sana menempuh sekitar 1 jam.

"Iya non." Jawab pak agung.

"Vya lo gpp, lo tenang yah kita udah di jalan." iin meraih tangan Avya dan menggenggamnya erat.

"iin, kakek.....hiks...." Avya kembali meluruhkan air matanya,ia tidak bisa membohongi dirinya ia sangat kalut saat ini.

"Iya gue tau lo khawatir tapi lo harus kuat Vya setidaknya demi kakek Lo." Ujar iin, hanya kata-kata semangat yg bisa ia berikan karna ia juga bingung harus bagaimana. Yg di lalui avya sangatlah sulit mungkin iin sendiri tidak akan mampu melaluinya.

°°°°

Rumah sakit Himalaya.....
Mereka akhirnya sampai, beruntung tidak terjadi macet jadi mereka bisa lebih cepat sampai dari perkiraan.

"Ayo vya." iin terus menggenggam tangan avya menuju meja resepsionis karna ia tau saat ini avya kalut ia tidak akan tau kemana dan bagaimana nantinya.

"Kak Atas nama Indrawan kamar yg mana?." Tanya iin, ia tau nama kakek dari Avya sendiri. Gadis itu selalu menceritakan bagaimana kakeknya pada Iin itu lah kenapa iin banyak tau tentang kakeknya avya.

"Dengan keluarga pasien?." Tanya sang resepsionis.

"Iya kak, dia cucunya." Ujar iin, resepsionis itu mengangguk dan mencari data di komputer.

"Bapak Indrawan baru saja di pindahkan dari ruang icu ke ruang rawat nomor 032. Adik lurus ke sini terus belok kiri di sana bagian kamarnya." Setelah mendapatkan datanya , resepsionis itu mengintruksikan mereka ke kamar dimana kakek di rawat.

"Iya kak makasih." iin langsung membawa avya ke sana, gadis itu sudah sangat khawatir wajahnya pucat pasih.

"Kakek....hiks..." Avya kembali menangis, ia sangat takut hanya kakek yg ia punya di hidupnya tidak ada yg lain kakek adalah kehidupannya.

"Avya lo harus kuat oke, ayo di sana kamarnya." Mereka terus melangkah menuju kamar 032.

Setelah tiba avya langsung membuka pintunya dan masuk, tatapannya jatuh di bankar dimana kakek sedang tertidur dengan bantuan pernafasan dan alat-alat yg menempel di dadanya dan juga suara monitor itu memenuhi ruangan ini.

"Kakek....." Avya melangkah dengan berat, rasanya ia tidak bisa hidup lagi melihat kakek nya terbaring lemah.

Avya  langsung memeluk kakeknya dengan pelan, menitihkan air matanya melepaskan semua rasa sakitnya semua bebannya avya sangat merindukan sosok kakeknya itu. Padahal kemarin dulu avya menelfon Kakek dan ia baik-baik saja tapi kenapa saat ini kakek bisa tidur di rumah sakit.

"Aaavyaa?." Kakek perlahan membuka matanya, ia mengusap rambut cucunya itu ia pun sama merindukan avya.

"Hiks....kakek kenapa bisa sakit begini? Avya khawatir kek. Seharusnya kakek bilang kemarin jika sakit, kakek kenapa gk bilang sama avya?." Avya melepas pelukannya dan menggenggam tangan yg terasa kasar kakeknya itu, air matanya terus terbendung di pelupuk matanya.

"U-udah kakek gpp, Ddimana liam?." Meski sakit begini, kakek masi saja mencari Liam, pria itu benar-benar telah membohongi kakek dengan sikapnya.

"Kek saya temannya avya, Kak Liam keluar kota jadi gk bisa datang." Kali ini iin yg angkat bicara, ia tau avya pasti tidak tau apa yg akan ia jawabkan atas pertanyaan kakeknya.

"Terimakasih nak, duduklah." Kakek tersenyum sangat tulus pada iin, ternyata benar Avya telah memiliki teman baik bahkan mungkin sangat baik.

"Loh ini kenapa memar vya?." Kakek beralih meneliti wajah Avya yg mungkin entah kapan lagi ia bisa lihat, tapi ia menemukan memar di ujung alisnya.

"Iitu, avya ke bentur lemari kek." Bohong avya, ia tidak ingin kakeknya semakin drop jika tau kalau sebenarnya luka itu adalah perbuatan Liam, pria kejam itu.

"Ya sudah obati dulu hmm." Suruh kakek, kebetulan ada kota p3k di sini.

"Iya, avya obatin dulu tapi kakek tidur yah kakek harus banyak istirahat biar cepat sembuh. Avya akan di sini jagain kakek." Avya merapikan selimut kakeknya.



























🦗🦗🦗🦗

LIAM : TEMPRAMENTAL IS YOUR LOVE LANGUAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang