[19] MEMBISU

788 11 0
                                    

Tepat hari ini 18 Januari 20xx, kakek Indrawan dinyatakan meninggal dunia karna serangan jantung. Penyakitnya sudah lama ia sembunyikan bahkan sudah memburuk karna tidak di obati.

Avya dengan balutan pakaian hitam menatap nanar gundukan tanah, di sana kakeknya tertidur untuk selamanya avya belum percaya semua ini berharap semuanya hanya mimpi saja gadis itu hanya diam membisu. Semua orang yg mengantarkan jenazah kakeknya sudah berpulang hanya tersisa iin dan Daffa, yadi iin di hubungi oleh Daffa yg memang sempat bertukar nomor karna iin khawatir dengan avya.

Daffa hanya visa menatap sedih avya, gadis yg di cintainya itu seakan sangat rapuh ingin rasanya memeluknya erat tapi ia harus sadar posisi.

"Vya udah kamu harus ikhlas, biar kakek tenang di sana." iin merangkul Avya mencoba menguatkan sahabatnya itu, saat melihat avya di lorong apartemen terakhir kali iin menjadi lebih hangat pada avya dan cara bicaranya pun berubah ia tidak lagi memasang tembok dalam persahabatan nya itu.

"Ayo kami harus bangkit, biar kakek lo bahagia." Lanjut iin, avya gadis itu bahkan tak menggubrisnya sedikitpun iin merasa sangat sedih melihat Avya yg ia kenal selalu ceria sekarang menjadi sangat rapuh.

"Kakek hiks...." Gumam Avya lalu. Memeluk gundukan tanah itu.

"Vya? Avya bangun!." iin yg merasa jika Avya tidak bergerak itu langsung berusaha untuk membangunnya tapi ternyata Avya pingsan.

"Kak Daffa, tolong avya pingsan ayo kita bawa pulang cepat kak!." Daffa langsung bertindak, pria itu langsung menggendong avya ala bridal style menuju mobilnya.

Mereka akhirnya membawa avya pulang dari pemakaman.

Sekitar 10 menit akhirnya mereka tiba di rumah avya yg ditinggalinya bersama kakek dulu.

"Avya seperti nya butuh istirahat kak, biarkan dia tidur dulu." iin menyelimuti avya, lalu keluar bersama Daffa.

Tidak ada raut bahagia di muka mereka semua diam membisu, kabar ini berhasil membuat mereka ikut sedih rumah ini bahkan sangat sepi mereka berdua duduk di ruang tamu.

"Maaf, apa boleh saya bertanya?." Tanya Daffa memecah keheningan, iin menoleh ke arah Daffa dan mengangguk sebagai pertanda boleh.

"Dimana suaminya Avya? Apa sudah di hubungi?." Tanya Daffa yg memang penasaran karna ia sama sekali tidak melihat ada pria yg mendampingi Avya di saat-saat seperti ini.

"Iitu....Saya tidak tau kak, ini urusan Avya biar dia yg menjawabnya nanti." Ucap iin, ia tidak mau jika rahasia Avya terbongkar. Avya sendiri lah yg akan menjawab semua itu lebih baik ia diam saja.

"Baiklah, Apa boleh kamu menemani avya di sini dulu sampai besok soalnya saya takut timbul fitnah jika hanya ada saya. Dan tidak mungkin avya di tinggal sendirian." Jelas Daffa.

"Iya kak, tenang saja saya akan disini bersama avya." iin bukan teman dengan hati batu mana mungkin ia tega pergi di saat keadaan temannya sedang terpuruk.

"Baiklah, saya akan pergi membeli makanan untuk kita tolong jaga avya hubungi saya jika terjadi apa-apa." Daffa pun meninggalkan rumah avya untuk membeli makanan untuk mereka karna sebentar lagi langit akan gelap.

°°°°

Tidak terasa sudah 2 hari berlalu setelah kepergian kakek, Avya masi sama gadis itu banyak diam bahkan hanya beberapa kata yg ia lontarkan jika di tanya. iin kembali ke kota ia mengambil cuti untuk Avya selama 4 hari kedepan karna sudah menghampiri ujian jadi pihak sekolah hanya memberinya izin selama 4 hari dan 2 hari lagi avya harus kembali ke sekolah.

"Avya ayo makan." Setiap pagi, siang dan malam Daffa akan ke sini membawakan makanan untuk avya. Daffa tidak berani untuk bermalam di sini walaupun ia mau karna khawatir tapi ia tidak mau terjadi kesalahpahaman.

Avya mengangguk sebagai jawaban, gadis itu duduk di meja makan dan memakan makanannya dengan tatapan kosong. Hal ini selalu membuat Daffa ingin merengkuh tubuh kecil itu tapi ia tahan.

"Avya saya akan berangkat ke kantor dulu, kamu jangan keluar-keluar dari rumah di sini saja. Sebentar malam saya akan kesini lagi, ok." Daffa mulai bersiap dengan seragam kepolisian nya, mau bagaimana lagi tidak mungkin ia melalaikan tugasnya juga.

"Kak?." Panggil Avya, Daffa sangat senang mendengar suara itu.

"Kenapa? Ada yg sakit? Mau ke dokter??." Tanya Daffa saking senangnya.

"Tidak, Avya hanya mau berterima kasih sudah menjaga avya beberapa hari ini. Kakak tidak usah datang ke sini untuk membawakan avya makanan, kakak kerja dan kakak juga butuh istirahat, avya bisa menjaga diri kok." Setelah beberapa hari, akhirnya avya berbicara panjang seperti ini Daffa jadi lega.

"Tidak apa-apa avya, saya ikhlas kamu tidak perlu khawatir." Ucap Daffa, pria itu mengusap rambut avya pelan.

"Avya mohon kak, jika begini avya hanya akan semakin terbebani karna kebaikan kakak." Avya masi tau diri, ia tidak boleh seperti ini selamanya ia sudah menenangkan pikirannya selama hampir 2 hari ini.

"Baiklah, tapi jika saya senggang saya akan kesini." Daffa hanya mampu menurut ia tidak mau Avya merasa terbebani dengan keberadaan nya.

"Saya pergi dulu." Setelah mendapatkan anggukan dari Avya, Daffa pun pamit pergi untuk tugas.

"Avya harus apa kek? Avya sekarang sendiri kakek kenapa pergi!." Gadis itu kembali menjatuhkan bulir bening air matanya, ia tidak sekuat baja untuk semua hal yg ia derita selama ini. Gadis itu punya titik lemah,titik kesabaran ia juga lelah dengan semua ini.

"Kakek bilang Avya harus bahagia tapi kakek pergi ninggalin avya!" Ujarnya pelan, hatinya sesak.

Tidak ada manusia yg memiliki kesabaran besar semua akan berada di titik terlemah mereka.

Ponsel avya tertinggal di lorong apartemen, jadi ia tidak pernah menghubungi siapapun atau mendapatkan kabar dari siapapun bahkan ia tidak tau keadaan Liam suaminya. Bahkan untuk mencari saja mungkin tidak, hubungan mereka memang di dasari atas paksaan jadi apa yg harus di harapkan dari itu semua.

Haruskah avya berharap seperti keinginan kakeknya, melihat Avya bahagia bersama Liam tapi sepertinya itu hal yg mustahil dalam beberapa bulan semua itu akan menjadi mimpi belakang.

Di tempat lain seorang pria sedang berada di sebuah klub, pria itu sudah sempoyongan karna mabuk entah sudah berapa botol yg ia habiskan hingga membuatnya seperti ini.

"Lo kemana!." Teriak Liam tidak jelas, yah pria itu Liam sepulang nya dari kantor tadi pria itu ke Club'untuk menenangkan dirinya.

"Lo yg buat dia pergi am, bahkan beribu cewe yg ada di hidup lo semua akan pergi karna lo sendiri!." Desta angkat bicara, sudah beberapa hari ia menjadi teman minum untuk Liam ia mengerti kenapa sahabat nya itu seperti ini.

"Gue? Hahh! Si jalang itu pergi bukan karena gue!." Liam terkekeh remeh, pria itu bahkan belum menyadari kesalahannya.

"TERUS NGAPAIN LO NYARI DIA BANGSAT!."

Buk....

Brak....

Dengan satu kali bogeman Liam tersungkur di lantai, Desta sudah tidak tahan menghadapi kebodohan Liam pria itu benar-benar gila menurutnya. Egonya selalu ia pentingkan dan melupakan semua fakta dalam hatinya.






















⚰️⚰️⚰️⚰️

LIAM : TEMPRAMENTAL IS YOUR LOVE LANGUAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang