Rista melenguh pelan ketika kesadaran mulai menggerayangi syaraf-syaratnya. Rista belum membuka kelopak matanya, tapi ia merasakan sebuah tangan menepuk-nepuk tubuhnya pelan, seolah menyuruhnya untuk kembali menjemput lelap.
Rista hampir terbuai, sebelum menyadari bahwa itu adalah sebuah kejanggalan. Rista membuka matanya dan mendapati bahwa dirinya tidur dalam dekapan seseorang.
Wah, bagaimana ini bisa terjadi? Rista menjadikan lengan Ferdi sebagai bantal dan pria itu memeluknya dengan erat.
"Ga ...." Rista berdeham beberapa ketika suaranya terdengar serak. Tenggorokannya terasa sangat kering.
"Kenapa, Zi? Mau minum," ucap Ferdi dalam. Kepalanya sedikit terangkat untuk melihat kondisi wanita itu.
Rista mengangguk kemudian melenguh tidak nyaman. Seluruh badannya terasa ngilu dan dingin.
"Bentar."
Dengan perlahan Ferdi menggantikan lengannya dengan bantal, dia pun menyelimuti tubuh Rista lalu berjalan pergi.
Rista tidak terlalu memerhatikan waktu, pening pada kepalanya mengambil semua atensi. Rista mulai mengurut keningnya dan meringis kecil. Ia mulai meruntuki kesadarannya. Harusnya dia tetap tidur tadi biar tidak merasakan ini.
Rista mengetuk-ngetuk keningnya. Dirinya memang payah pada alkohol, tapi kondisinya sekarang pasti bukan sekedar karena itu saja.
"Zi ...."
Tangan Rista diraih, dijauhkan dari wajah hingga Rista bisa melihat siluet pria itu.
"Minum dulu." Ferdi membantu Rista untuk terduduk dan memberinya minum. Tangannya menyentuh bahu Rista yang terbuka dan merasakan hangat di sana.
"Demam ya," gumam Ferdi. Karena semalam Rista langsung tertidur sebelum berganti pakaian, jadinya dia tetap memakai pakaian terbuka itu. Suhu di ruangan ini normal bagi Ferdi, tapi begitu melihat bibir Rista yang sedikit bergetar, sepertinya dia kedinginan.
Rista memegangi kepalanya yang terasa semakin pusing. Dia mengerjap-ngerjap.
"Ganti baju dulu?"
Rista mengangguk lemah. Ia pun bergerak memunggungi Ferdi. "Lepasin," ucapnya seraya menunjuk ritsleting gaunnya.
Ferdi menariknya perlahan. Punggung putih Rista terpampang di depannya. Ferdi sedikit memalingkan muka dan mengalihkan perhatian dengan mengambil piyama dari atas nakas, baju yang dia siapkan semalam sebelum terbingung bagaimana memasangkannya pada Rista yang sudah terlanjur terlelap. Ferdi melepas sling arm-nya lalu mengukung tubuh Rista untuk memasangkan lengan baju pada tangannya yang sakit dengan sangat hati-hati.
Ferdi merasakan rasa hangat begitu dadanya bersinggungan dengan punggung terbuka itu.
"Ga, jangan liat."
"Iya." Ferdi menengadahkan wajahnya sementara Rista meloloskan gaunnya hingga ke pinggang. Rista pun memasukan sebelah lengannya lagi. Rista mencoba mengancingkan bajunya, tapi berkat pusing yang dirasa, dia tidak berhasil memasukan satu kancing pun dan memilih menyerah.
"Bantuin kancingin ya?"
Rista hendak berbalik menghadap Ferdi, tapi dengan cepat pria itu menahannya. "Gini aja," ucapnya seraya mengulurkan tangan mengukung Rista lagi. Ferdi adalah laki-laki normal, ia tidak yakin dengan kewarasannya jika harus melihat bagian depan tubuh Rista yang terbuka itu.
Ferdi menyerahkan bagian bawah piyama itu lalu bangkit. "Gue nyari plester demam dulu," ucapnya seraya berlalu pergi.
Ferdi mulai memeriksa laci tempat di mana obat-obatan disimpan. Ia terlihat mengaduk-aduknya lalu kemudian menemukan lembaran yang dia cari. Karena Harsa mengatakan Rista bisa sesekali terkena demam, Ferdi pun sudah membelinya dari jauh-jauh hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationshit [TAMAT]
RomansaFerdi berjiwa keabangan. Rista berjiwa keibuan. Ferdi kehilangan ibunya. Rista yang menemani di titik terendahnya. Ferdi itu sarampangan. Rista yang buat hidup Ferdi tertata. Ferdi nyaman dengan semua sikap Rista. Tapi Rista tetap berdeklarasi sebag...