17. Acara

4.5K 544 10
                                    

"Pak Haryantonya yang bilang sendiri Ta, kalau beliau nunggu kehadiran kamu."

Rista mendengkus kecil mendengar penuturan atasannya dari seberang sana. Mood-nya berubah jelek begitu mendengar keputusan yang rasanya merugikan pihak dia.

"Pak, itu paling basa-basi karena beliau kenalnya saya. Nggak perlu dirumitin."

"Ta, 'kan kamu tau Pak Haryanto emang nggak bisa ditebak. Gimana kalau beliau itu lagi ngetes seberapa loyalitas terhadap mitra."

"Pak, itu basa-basi," tekan Rista lagi dengan lelah. "Lagian saya belum sembuh, aneh banget pergi ke acara begitu dengan keadaannya kayak gini."

"Sebentar aja, Ta. Kamu cukup kasih selamat doang, habis itu boleh pergi lagi."

Rista menghela napas, benar-benar gigih ya atasannya itu. Rista melirik ke arah jam. "Bapak juga kenapa ngasih taunya mendadak begini."

"Saya baru kepikiran, ini bisa memudahkan jalan kita ke depannya."

"Saya udah kayak tumbal loh ini, Pak."

"Bisa ya, Ta? Masih beberapa jam lagi kok. Saya suruh July buat cariin dress dan kirim MUA ke tempat kamu. Tuh July udah berangkat."

Rista memejamkan mata, meredam kekesalan. Tidak ada pilihan lain. "Saya tunggu."

"Wah Ta, Mak--"

Suara atasannya itu tidak terdengar lagi karena Rista langsung melempat ponselnya ke atas kasur. Ia menghela napas kasar kemudian menatap setelan yang baru saja dirinya simpan di atas kasur.

Pakaiannya untuk Ferdi. Meskipun ini masih jam 4 sore, Rista sengaja menyiapkannya dari sekarang. Niatnya dia akan langsung tidur karena dengan sangat tidak beruntung Rista merasakan keram di perutnya.

Pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok yang baru saja disinggungnya itu. Dia membawa segelas air dan beberapa obat. "Nih, minum dulu."

Rista menerimanya kemudian menilik tulisan pada kemasannya. "Yang itu ada obat tidurnya," Rista mengembalikan satu obat pada Ferdi.

"Tapi kata Jeya ini yang bagus."

Rista menggigit bibir, menahan ringisan akibat sakit di perutnya. "Gue bakal pergi ke HG juga. Jadi, nggak boleh ngantuk."

"Loh?"

"Biasa, atasan gue mau caper." Rista menelan satu kaplet obat lalu Ferdi membantu meminumkan air.

"Nggak usah didengerin. Istirahat aja."

"Dia udah kirim orang make up ke sini."

"Resign."

"Nggak semudah itu ya." Rista memutar bola mata.

"Pindah ke perusahaan Papa."

"Emangnya Papi nggak sanggup kasih gue kerjaan?" Rista menggerutu kecil.  "Udah ah, lagian lo juga ke sana. Kita bisa berangkat bareng."

Ferdi menghela napas kecil melihat kekeras kepalaan wanita itu. "Kata Jeya ada semacam plaster, tapi dicari nggak ada."

"Udah habis. Tadinya sih kayak antisipasi, jadi gue pake, eh malah nggak sakit. Giliran udah abis kerasa, apes banget." Rista mengusap-usap perutnya dengan sesekali meniupkan napas dari mulut.

"Nanti beli. Tiduran dulu, kalo orangnya dateng gue bangunin." Ferdi mengusap-usap rambut wanita itu.

oOo

Setidaknya Rista harus berterima kasih pada July karena telah memilih one shoulder dress, yang membuatnya tidak kesusahan saat memakai. MUA yang sekaligus menjadi hairdo-nya menata rambut Rista dengan messy bun. Katanya ini cocok dengan karakter Rista. Rista sedikit bertanya-tanya apa maksud dia karakter Rista itu berantakan? Rista sedikit tersinggung, ya meskipun hasilnya cantik

Relationshit [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang