Tangan Rista terlipat dengan kaki yang mengetuk-ngetuk. Tatapannya terlihat datar menyambut gerik Ferdi yang baru kembali ke ruangannya
"Padahal udah dibilang gue bakal datang bawa makan siang," ucapnya dengan nada kesal. Sudah lumayan lama ia menunggu di sini. Mau mencari sendiri pun tidak enak karena ini kantor orang. Pasti aneh kalau dirinya berkeliaran.
"Udah lama?" tanya Ferdi dengan nada yang lesu, terlihat berbeda dari biasanya.
Rista sedikit bingung, tetapi ia lebih memilih menggeleng tak peduli. Tangannya bergerak membuka box makanan Jepang yang dibawanya. Menu makan siang mereka hari ini.
Rista menyodorkan satu porsi pada Ferdi, lalu ia pun mulai melahap makanan miliknya. Sementara Ferdi malah diam mengamati.
"Ada masalah?" tanya Rista yang cukup peka akan mood tidak baik pria itu.
"Nggak," jawab Ferdi pendek. Ia pun menyandarkan punggung pada kursi pertanda bahwa tidak ada semangat dalam dirinya itu
Rista tahu yang diucapkan Ferdi itu kebohongan. Rista pun mencapit norimaki lalu mengarahkannya pada mulut Ferdi. Meskipun dengan gerakan malas, Ferdi ternyata tidak menolaknya.
Ferdi mengunyah meski yang terasa hambar. Katanya bercerita bisa mengurangi beban, nyatanya setelah mengobrol dengan Galih Ferdi malah semakin gentar dengan kenyataan. Semesta seolah berkata bahwa dirinya dan Rista adalah kemustahilan.
Hidup memang sesialan ini ya.
"Makan yang banyak, biar nggak gampang sakit," ucap Rista seraya menepuk-nepuk pelan pipi Ferdi. Senyumnya yang lembut menyiratkan banyak kasih sayang. Ferdi tidak bisa menampik itu. Masalahnya bukan kasih sayang seperti itu yang Ferdi harapkan.
Ferdi menghela napas. "Ta, nggak capek?"
"Hm? Capek kenapa?" tanya Rista sedikit tidak jelas karena mulutnya yang kini terisi. Matanya menatap Ferdi dengan binar yang cantik.
"Ngurusin gue."
Rista menggeleng dengan lugas, seolah tidak perlu dipikirkan lagi. "Karena itu mau gue, jadi gue nggak ngerasa beban. Ya meskipun gue sering ngomel, lo 'kan tau itu cuma di mulut doang." Rista menutup lagi dengan senyuman.
"Gue capek."
Kunyahan Rista berhenti. Sepenuhnya ia menatap Ferdi dengan raut tidak mengerti. "Maksudnya?"
"Kalo gue ketergantungan sama lo, gimana?" tanya Ferdi dengan sorot mata yang samar-samar terlihat sendu. 8 tahun bukan waktu yang singkat. Rista selalu ada di sampingnya, menemani masa-masa terendahnya. Namun, Ferdi ini serakah, Ferdi ingin dengan dia selamanya.
"Ya nggak papa, gue bakal ada buat lo kok."
"Selamanya?"
Rista tersenyum. "Meskipun nanti lo udah berkeluarga, lo masih boleh minta bantuan ke gue kok."
Ferdi menghela napas berat. Mencoba melonggarkan dadanya yang langsung terasa sesak. Bertepuk sebelah tangan menyakitkan ya.
"Mulai sekarang gue mau belajar mandiri." Lebih sadar diri lebih tepatnya. Keserakahan Ferdi tidak sesederhana itu, Ferdi ingin bersama dengan Rista selamanya dengan titel miliknya. Itu ... mustahil ya?
Rista menyimpan sumpitnya. Menjatuhkan atensi pada Ferdi sepenuhnya. Pasti ada sesuatu yang terjadi sampai pria itu terlihat aneh seperti ini.
"Ini ada hubungannya sama Kayla nggak sih?"
"Nggak, nggak ada hubungannya sama Kayla," jelas Ferdi. Karena dari awal gadis itu tidak punya poin penting dalam kehidupan mereka. Dia hanya tidak sengaja terseret saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationshit [TAMAT]
RomanceFerdi berjiwa keabangan. Rista berjiwa keibuan. Ferdi kehilangan ibunya. Rista yang menemani di titik terendahnya. Ferdi itu sarampangan. Rista yang buat hidup Ferdi tertata. Ferdi nyaman dengan semua sikap Rista. Tapi Rista tetap berdeklarasi sebag...