13. Patah Hati

4.9K 515 8
                                    

Rista menolehkan wajahnya perlahan. Perasaannya Berkecambuk, takut mendapati ekspresi hancur Ferdi. Rasanya hatinya juga akan ikut remuk jika Ferdi tidak baik-baik saja.

Namun, raut pria itu ternyata masih biasa saja. Tidak menunjukkan ciri-ciri orang yang patah hati. Atau dia yang pandai menyembunyikan?

"Ga, okay?"

"Not too bad."

Rista menggenggam tangan pria itu lebih erat. Seolah ingin menekankan bahwa dirinya ada di sisi pria itu. Apa pun yang terjadi

"Ayo, katanya ngantuk. Kalo nggak salah di belakang ada bantal leher."
Ferdi hendak membawa Rista untuk masuk, tapi sikap mematungnya membuat terheran.

"Kenapa?"

Rista menggigit bibirnya lalu menggeleng.

Ferdi sedikit membungkukkan tubuhnya agar bisa sejajar dengan Rista. "Semua emang berubah dari yang gue rencanakan, tapi nggak ada yang perlu disalahkan, mungkin yang terbaiknya memang kayak gini."

Ferdi menatap lekat-lekat wajah Rista yang murung itu, ia bisa mendengar deru napas Rista yang tidak teratur karena menahan gejolak emosi. Ferdi tersenyum, merasa senang akan Rista yang mengkhawatirkan dirinya sampai seperti itu.

"Maybe, I need a little hug?"

Tanpa kata Rista segera masuk ke dalam pelukan Ferdi. Ia memeluknya erat meski hanya menggunakan satu tangan.

Sudut bibir Ferdi terangkat.

Gue beneran jadi brengsek, Zi.

Ferdi melingkarkan tangan pada pinggang Rista lalu menjatuhkan wajah pada ceruk leher wanita itu.

oOo

Rista menarik kakinya untuk ikut naik ke atas sofa. Bola matanya sedari tadi terus menatap ke arah pintu kamar. Beberapa menit berlalu setelah Ferdi pamit untuk membersihkan diri. Bajunya terkena es krim yang sudah cair, dia bilang sekalian juga mandi.

Rista menggigit bibirnya. Ucapan Ferdi di kedai tadi masih terngiang diiringi pikiran buruk yang kini datang menyerang. Ferdi tidak akan melakukan hal yang nekad 'kan?

Rista terperanjat kaget begitu ponsel di sampingnya berbunyi. Pikirannya yang melayang membuat ia terkejut hanya karena hal sepele itu.

"Kayla." Rista menggumamkan nama yang muncul di ponsel Ferdi itu. Belum cukup 'kah dia melukai Ferdi?
Padahal Rista menyukai gadis itu, tapi kenapa dia harus bertindak sejahat itu. Tak ada yang kurang dari Ferdi, kenapa dia berpaling?

Rista meraih ponsel itu kemudian mengangkatnya.

"Pak, saya bener-bener minta maaf, saya nggak bermaksud buat kacauin semuanya, saya--"

"Udah jelas, Kay."

"M-Mbak?" Suara Kayla di seberang sana terdengar sangat kaget.

"Jangan hubungi Aga lagi." Rista mematikan sambungannya. Ia menghentakkan ponsel itu dengan gerak yang kesal.

"Siapa, Zi?" tanya Ferdi yang baru saja keluar dengan handuk kecil di kepalanya.

"Tukang laundry," ucap Rista seraya menurunkan kakinya kembali. Seperti biasa Ferdi pun duduk di depannya lalu menumpukan dagu di atas lutut Rista. Rista mengambil alih handuk lalu mulai menggosok rambut Ferdi.

"Ga, lo tau 'kan gue bakal selalu ada untuk lo?"

Ferdi sedikit mendongak dan menatap ke bola mata cokelat itu.

"Gue nggak bisa jadi penyembuh atau bikin lo ngerasa lebih baik, tapi lo harus percaya gue bakal selalu nemenin lo. Lo bisa cerita apa pun atau kalo ada yang bisa gue bantu, lo juga boleh bilang."

Relationshit [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang