Setelah seminggu berlalu, Ferdi kembali. Rista yang menjemput dia dari bandara. Ia pun sudah mengagendakan bahwa di perjalanan pulang, mereka akan mampir dulu ke supermarket untuk berbelanja kebutuhan Ferdi. Yang setelah iseng-iseng Rista cek, sebutir telur pun tidak ada di kulkas pria itu. Isinya hanya softdrink dan susu yang sudah lama terbuka.
Rista mematikan mesin lalu mereka berdua pun mulai berjalan memasuki pelataran supermarket. Suasana di sana cukup ramai, tak mengurangi antusias padahal gelap sudah beranjak.
Ferdi mendorong troli sementara Rista berjalan di depan dan mulai mengambil barang-barang yang ditulis dalam note kecilnya.
"Tadi gue cek, apa-apa serba nggak ada. Gue 'kan udah bilang berapa kali sih, Ga. Jangan dulu--"
"Tunggu abis, minimal ada sisa stok buat 3 hari harus langsung beli," ucap Ferdi memaparkan apa yang akan Rista ucapkan. Kalimat yang bisa ia ucapkan dengan lancar bahkan saat keadaan setengah sadar. Saking seringnya Rista mengatakan itu.
"Itu hafal, terus kenapa masih ngeyel?"
Bagaimana ya, meski terus menasehati, ujung-ujungnya Rista juga yang akan membelanjakan itu semua. Catat ya, Ferdi tak pernah tahu lagi tantang apa yang dia pakai dan makan. Merk atau semacamnya karena dari ujung rambut sampai ujung kaki, semua sudah Rista yang mengatur.
Jadi, kita bisa menganggap rentetan omelan Rista itu sebagai musik pengiring saja. Karena unjungnya tetap akan dia lagi dan dia lagi yang melakukannya.
"Sini-sini Ga, yang ini lagi diskon."
Rista berjalan cepat, ia berjongkok lalu mengambil banyak sekali kantong sabun mandi seolah takut keduluan yang lain. Tulisan diskon 50% menjadi pemicu semangatnya itu.
"Nggak kebanyakan?"
"Sabun expire-nya lama kok. Bulan depan belum tentu diskon. Jadi sekalian aja."
Ferdi melipat tangan dengan kaki diketuk-ketuk. "Lo sebenarnya anak Om Harsa bukan sih? Jelata banget otaknya."
"Bukan soal jelata, tapi lo harus bisa memilih yang terbaik dari deals yang ada di sekitar lo." Rista mengedipkan sebelah mata dengan jempol yang mengacung.
"Lo anak sultan."
"Ya terus? Gue haram gitu buat beli barang diskonan?"
Rista adalah anak dari pemilik sebuah rumah sakit besar. Namun, dari dulu dia tidak pernah menunjukkan bahwa berasal dari keluarga yang sangat berada, hingga mungkin hanya sedikit yang tahu tentang latar belakang dia. Dia cenderung berpenampilan sederhana mengikuti keadaan di sekitarnya
Saat dewasa pun, bukannya terjun ke rumah sakit yang pastinya akan langsung memegang posisi enak, Rista malah menjadi karyawan kantoran biasa di perusahaan orang lain. Meskipun karena kinerjanya sekarang dia pun sudah mencapai posisi yang lumayan juga.
"Ga, ambilin itu," pinta Rista seraya menunjuk-nunjuk kotak oatmeal di rak paling atas. Dia sudah berusaha berjinjit, tetapi tingginya masih kurang untuk sampai.
Ferdi mendekat. Sayangnya bukan untuk mengambil barangnya, Pria itu justru memangku tubuh Rista. Rista tentu dibuat memekik tertahan dengan mata melotot penuh protesan. Ferdi mengedikkan bahu cuek yang membuat Rista menggeram kesal. Dia mau pamer hasil gym-nya ya bahwa mampu mengangkat tubuh Rista hanya dengan satu tangan?
Cepat-cepat Rista mengambil dua box lalu menepuk-nepuk bahu Ferdi minta segera diturunkan.
"Diliatin orang, malu tau," gerutu Rista. Untungnya di lorong ini hanya ada mereka berdua.
Ferdi tertawa kecil. Ia merangkul Rista sementara sebelah tangan yang lain mendorong troli pada rak yang lain.
"Kenapa harus malu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Relationshit [TAMAT]
Любовные романыFerdi berjiwa keabangan. Rista berjiwa keibuan. Ferdi kehilangan ibunya. Rista yang menemani di titik terendahnya. Ferdi itu sarampangan. Rista yang buat hidup Ferdi tertata. Ferdi nyaman dengan semua sikap Rista. Tapi Rista tetap berdeklarasi sebag...