Usai jam kuliah berakhir, seorang pria muda mengenakan kemeja berwarna hijau serta celana berwarna putih, bernama Arlan Adiva, segera menaiki motor di tempat parkiran kampus. Berkunjung Arlan di suatu warung makan dekat kampus. Menuju ke rumah makan yang berada dekat kampus. Di tengah keramaian pengunjung, Arlan menyandarkan tubuhnya, setelah memesan es kopi latte yang menjadi favoritnya.
Mengakhiri panggilan dari seseorang yang dia anggap sebagai sahabatnya sedari dia duduk di bangku SMA dulu bernama Dendi Jack. Dengan penuh kesabaran Arlan menunggu kedatangan sahabatnya tersebut di kursi, menyibukkan diri dengan bermain ponsel yang ada di genggamannya. Sesekali Arlan menyeruput serta mengaduk kopi latte yang tadi dipesannya.
Tersenyum seorang pemuda yang memiliki tatto di lengan kanan, menjumpai Arlan di tempat. "Hay, bro, bagaimana lu kuliah hari ini?" Sapa Dendi dengan segera menyandarkan tubuhnya di atas sebuah kursi, tepat di depan Arlan duduk.
"Udah enggak usah bahas itu, deh ... males banget gue soal kuliah." Balas Arlan dengan dahi mengkerut. "Oh, yah, lu pesan minuman sana, nanti gue bayarin."
"Serius?"
"Iyap ... ."
"Baiklah kalau begitu ... ." Ucap Dendi, segera menegakkan lututnya.
Setelah menghampiri pelayan warung makan, Dendi kembali ke kursinya tadi. Menengok kanan-kiri dengan kedua mata penuh waspada, Dendi memastikan orang sekitar tidak ada yang memperhatikan dirinya dengan Arlan saat ini. Kembali mata Dendi menyorot wajah Arlan dengan serius.
"Bro ... ." Panggil Dendi kepada Arlan dengan suara pelan.
Menoleh Arlan ke arah Dendi. "Kenapa?" Tanya Arlan dengan raut penuh rasa penasaran.
"Gue ada rekomen terbaru, nih, buat kita nanti mengenai barang bagus untuk kita nikmati."
"Barang apa emangnya?" Arlan menaruh ponselnya di atas meja, lebih fokus dirinya kepada sahabatnya.
Lengan kanan Dendi lurus di atas meja, tangan kirinya memberikan sebuah kode, layaknya seorang dokter yang sedang menyuntik tangan seorang pasien. "Ngerti, kan, maksud gue lu?" Dendi mencoba untuk memastikan Arlan mengenai kode yang diberikannya.
Tersenyum tipis Arlan mendengar hal tersebut sembari menganggukkan kepalanya.
"Gimana habis ini kita coba itu di kosan gue?" Mencuat kedua alis Dendi dengan wajah penuh kegembiraan.
Dengan tegas kepala Arlan mengangguk, merespon pertanyaan yang di berikan oleh Dendi. Sebagai seorang pemuda yang penuh rasa penasaran terhadap suatu hal yang belum pernah di coba, suatu kenikmatan duniawi yang dapat memberikan ketenangan hidup, Arlan tak sungkan untuk menerimanya. Setelah pelayan memberikan minuman yang di pesan oleh Dendi, mereka berdua segera mengganti topik perbincangan. Tak ingin mereka dicurigai oleh orang sekitar.
Usai berbincang panjang lebar dan menghabiskan minuman yang ada di atas meja. Lekas sepasang sahabat tersebut pergi menjalankan rencana mereka. Pergi ke suatu tempat jual untuk membeli barang bagus yang mereka obrolkan tadi. Segera mereka mengenakan barang tersebut dengan penuh kenikmatan, di ruangan kamar milik Dendi.
~~~
Perlahan Arlan membuka matanya yang tertutup, beberapa jam membiarkan diri melamun menatap dinding. Wajah yang tadinya pucat, perlahan memudar, Arlan mulai sadar dari dunia khayalannya. Menggosok matanya yang tak terasa gatal, sekilas mulut Arlan menguap, menyadari Dendi tak ada di sekitar ruangan, bangkit berdiri Arlan di tempat untuk merenggangkan tubuhnya yang terasa begitu kaku.
Kedua kaki Dendi bergerak menuju ke arah kosnya, setelah membeli satu bungkus lintingan tembakau di warung langganannya. Tersenyum lebar Dendi melihat Arlan yang sedang menggerakkan tubuhnya di tempat. Mengeluarkan benda yang di belinya barusan di warung, segera Dendi mengkonsumsinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pecandu kelam
RomanceNarkoba sudah menjadi sebagian dari hidup Arlan Adiva bersama sahabatnya Dendi Jack, serta Nathalie Disa sebagai pacar dari Arlan. Mereka sangat menikmati narkoba tersebut hingga membuat mereka sulit untuk melepaskan diri dari narkoba, hal tersebut...