(+21)Keinginan di hari spesial

1.5K 3 0
                                    

Memasuki ruang makan, dua meter dari kejauhan Arlan langsung dapat melihat Amira begitu anggun dengan rambut tergerai bergelombang menghiasi kepalanya. Sesaat terpaku Arlan melihat Amira saat ini mengenakan sebuah blouse rajutan sepanjang paha serta dalaman berwarna putih. Walau sudah pernah melihat lekuk tubuh Amira secara langsung, akan tetapi pakaian yang dikenakan oleh Amira rasanya mengundang libido Arlan untuk menyentuh tubuhnya tersebut demi untuk melihat kembali miliknya secara langsung. Sadar itu bukanlah hal baik untuk dilakukan, Arlan langsung menggelengkan kepalanya.

Segera Arlan duduk di depan meja makan, saling berhadapan dengan Amira. Sebelum makan bersama mereka saling memberi tatapan yang tampak menyinari lawannya, sehingga membuat mereka tak kuat untuk berlama-lama. Dengan bersamaan saling melempar senyum, keduanya dalam diam langsung mempersiapkan hidangan yang sudah tersedia di atas meja dengan menyalinnya kesebuah piring.

Usai makan, Amira bangkit berdiri. "Sayang, nanti kalau sudah selesai makan tolong cucikan piringnya, yah ... habis itu masuk kedalam kamarku, ada suatu hal ingin kuberikan padamu." Ucap Amira sebelum pergi dari tempatnya.

"Siap, Sayang ... ." Ucap Arlan menghakiri pembicaraan.

Sedikit heran Arlan dengan perilaku Amira yang tak seperti biasanya sehabis makan langsung membersihkan segala peralatan makan serta menata kembali meja hingga terlihat rapi. Kali ini, Amira hanya menyuruh Arlan serta membuat Arlan penuh pertanyaan sendirinya dalam benaknya mengenai hal yang akan diberikannya nanti. Tak ingin menanti waktu yang lama, selesai makan Arlan lekas melakukan hal yang dipinta oleh Amira. Hingga sesampainya dikamar, dia melihat ibunya sedang melulurkan bagian pahanya dengan sebuah cream dengan wajah miring ke arah Arlan. Entah apa maksud dari Amira yang tampak berbeda malam ini, pastinya Arlan ingin mencaritahu kebenaran dari semua hal tersebut.

"Hay, mari sini duduk disampingku ... ." Pinta Amira sembari salah satu tangannya menepuk ranjang.

"Baiklah, ada yang bisa kubantu?" rasanya malam ini begitu aneh namun membuat Arlan tetap merasa nyaman. Dengan segera Arlan memposisikan dirinya sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh Amira.

Deg! jantung keduanya berdegup lebih cepat dari biasanya.

Tanpa banyak bicara Amira mulai memposisikan dirinya untuk duduk di atas paha Arlan serta meluruskan kedua tangannya di kedua bahu kekar milik Arlan. "Sedikit lagi ... ." Dengan suara berbisik Amira memberikan sebuah kode yang tak dimengerti oleh lawannya.

"Apa?" wajah tercengang Arlan berusaha untuk terlihat biasa saja disaat jantung mulai berdegup dengan kencang.

Masih ingin merahasiakan sebuah hal yang akan ditunjukkan, Amira mencoba untuk mengatur napasnya yang terasa seperti orang yang sehabis berlari maraton. Hingga dua menit berlangsung, disaat mata Amira melihat jam dinding menunjukkan bahwa kini sudah mulai tengah malam, dimana hari akan berganti. Dengan mata terpejam, menghembuskan napas yang begitu terasa berat, Amira mulai menautkan dahi dengan dahi Arlan.

"Selamat ulang tahun, yah, Nak ... selamat kamu telah memasuki usia 23 tahun." Ucap Amira setelah memberi kecupan bibir sesaat kepada Arlan. "Kini kamu sudah mulai dewasa dan aku harap kamu menjadi anak yang lebih baik lagi."

Sedikit dibuat terpukul Arlan saat Amira memanggilnya dengan sebuatan 'nak' membuat Arlan terpikir bahwa Amira masih belum siap menjadi kekasihnya. "Makasih, Mom ... ." Balas Arlan berusaha untuk netral menyebut panggilan ibunya yang sesungguhnya dalam situasi begitu berat saat ini.

Terlihat Amira begitu sarkan mengenduskan napas di batang leher Arlan yang hanya bisa terdiam saja. Tak ingin Arlan jika Amira tak terima jika dia membalasnya, mengingat panggilan yang mereka berikan terhadap lawannya saat ini. Semakin ditahan, rasanya Arlan semakin ingin lepas dari napas yang terasa begitu hangat disekitar lehernya. Akan tetapi mengingat dirinya sebagai seorang anak kandung dari Amira, kini Arlan harus mengalahkan egonya.

Pecandu kelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang