Hari untuk membalas budi

644 3 0
                                    

Usai memberikan materi di kelas, semua mahasiswa lekas beranjak pergi dari kursinya, selain Arlan yang masih ditempat bersiap diri untuk menyelesaikan tugasnya kepada dosennya tersebut. Tak peduli Arlan dengan pertolongan yang dia berikan kepada sang dosen, bukan berarti dirinya seenaknya untuk melupakan tugas hukum yang diberikan oleh sang dosen.

Melihat kelas yang sunyi, hanya ada Arlan yang duduk di sebuah kursi, Rahel dengan penuh rasa percaya diri untuk menghampirinya. Tersenyum Rahel sesaat mendapatkan mata Arlan yang menatapnya dengan lurus. Melihat Arlan yang sibuk mengerjakan tugasnya, membuat Rahel dengan sabar menutup mulutnya, tak ingin Rahel menganggunya. Dalam diam Rahel memperhatikan wajah Arlan yang membuatnya terpukau, baru sadar jika Arlan selain lelaki yang bertanggung jawab, juga memiliki wajah yang begitu tampan.

"Kamu sudah ada pacar atau belum, sih?" tanpa disadari Rahel bertanya hal yang tak sewajarnya kepada mahasiswa secara empat mata.

Mendengar pertanyaan yang terlontarkan dari mulut Rahel, seketika membuat Arlan memberhentikan aktivitasnya. "Untuk saat ini saya jomblo, Bu ... memang ada apa, yah?" mengernyit dahi Arlan menengok ke arah Rahel.

Tersadar Rahel dari lamunannya, lekas membuat kepalanya tergeleng. "Ehg, enggak, kok, aku cuman tanya saja ... soalnya ibu perhatikan kamu selalu murung kalau kelas dimulai." Alibi Rahel, sedikit membuang wajahnya merasa malu.

Tersenyum kecil Arlan melihat wajah Rahel barusan tampaknya sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

"Oh, yah, Ibu, boleh tidak tugas ini dilanjutkan besok ... jujur, tanganku sudah merasa sangat lelah."

Sejenak terdiam Rahel, wajahnya tampak berpikir keras. "Baiklah, besok terakhir, yah ... kebetulan, aku ada perlu bantuan darimu lagi untuk terakhir kali hari ini." Ujar Rahel sebelum pergi dari tempatnya untuk mengambil tas miliknya, berada di meja depan kelas.

Kembali Rahel berdiri disamping Arlan. "Boleh antarkan aku?" kembali Rahel melontarkan kalimat untuk memastikan.

"Boleh-boleh saja, sih, Ibu ... memangnya mau kemana, Ibu?"

"Aku ingin mengambil mobilku dibengkel, sehabis itu aku akan traktir kamu untuk makan siang, bagaimana?"

"Oh, jika seperti itu, penuh senang hati aku menerimanya. Kebetulan perutku perlu untuk di isi."

Terkekeh keduanya, disaat perut Arlan berbunyi tanpa disengaja. lekas Arlan bangkit dari kursinya, setelah merapikan semua peralatan tulisnya ke dalam tas. Lekas keduanya menuju ke bengkel, menaiki kendaraan roda dua yang menjadi andalan mereka. Entah mengapa, saat ini Rahel merasa sangat nyaman di bonceng oleh Arlan, usai mengetahui Arlan masih jomblo, selain itu Rahel juga punya rasa tertarik untuk selalu dekat dengan Arlan. Namun sayang ini mengingat kemungkinan ini hari terakhir bisa dibonceng dengan Arlan, membuat wajah Rahel lesu seketika.

Sesampainya dibengkel, Rahel yang tak tega saat dikelas mendengar perut Arlan yang berbunyi dengan lekas meminta kendaraan roda empatnya yang berwarna putih kepada pihak bengkel. Didalam mobil yang tepat berada di samping Arlan yang sedang menunggangi motornya, Rahel membuka setengah jendela mobilnya.

"Ikuti aku, yah ... sebelum makan kita pergi jemput Rafa terlebih dahulu." Pinta Rahel mengok ke arah Arlan.

"Siap!" Seru Arlan membalas.

Menutup kembali jendela mobil, Rahel segera melajukan kendaraan yang ditungganginya. Dari belakang Arlan yang menaiki motor, membuntuti Rahel dengan perlahan. Hingga tepat, didepan penitipan anaknya, Rahel yang telah memarkirkan kendaraannya dengan segera mengambil anaknya di dalam sana. Tak ingin Rahel berlama-lama, Rahel kembali bersama dengan Rafa ke hadapan Arlan dengan penuh kesabaran menunggu di depan.

Pecandu kelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang