(+21)Sekedar pelampiasan

1.6K 5 0
                                    

Mengingat waktu yang sudah tidak memungkinkan untuk membonceng seorang wanita di atas motor, di tengah jalan raya yang tampak begitu sunyi. Membuat Arlan berpikir panjang mengenai kejadian kriminalitas yang pasti akan terjadi, jika dirinya melanjutkan perjalanan. Maka dari itu, Arlan mengubah arah tujuannya untuk pulang, terlebih dahulu singgah ke sebuah gedung hotel bintang lima yang dirinya barusan lihat saat tengah perjalanan berlangsung.

Dalam pikiran Diana, saat motor yang ditumpanginya memasuki sebuah parkiran hotel bintang lima, dirinya dapat mengungkapkan segala hal yang dirasakannya sesungguhnya saat melihat peristiwa dimana Arlan dengan Dinda berciuman mesra di kamar rumahnya. Selain itu Diana berharap bahwa Arlan akan mengerti mengenai hal tersebut. Sesudah motor berhenti, Diana segera menampakkan kedua kakinya diatas sebuah lantai yang terbentuk dari semen.

"Kita menginap disini malam ini?" kata Diana sekedar ingin mencairkan suasana.

Acuh Arlan dengan pertanyaan Diana yang menurutnya hanya basa-basi saja. Jadi, Arlan hanya menutup mulutnya sembari menggerakkan kakinya, di ikuti oleh Diana dari belakang.

Terhenti langkah Arlan, dihadapan seorang resepsionis. "Apakah ada dua kamar kosong, single bed?" tanya Arlan kepada seorang resepsionis.

"Maaf, Kak, kamar untuk single bed sudah habis. Tersisa kamar queen bed. Itu, pun, tersisa satu. Bagaimana, apakah Kakak berminat?" Balas seorang Resepsionis memberi penjelasan.

"Ya, sudah ... ."

Terpaksa Arlan harus tidur dalam satu kasur bersama dengan Diana di hotel tersebut, setelah bernegosiasi dengan seorang resepsionis hotel. Bersama dengan Diana, Arlan masih tampak tak ingin berbicara dengannya saat di dalam ruangan kamar. Hal tersebut membuat Diana penuh inisiatif, memikirkan mengenai hal yang baik untuk membuat Arlan mau berbicara dengannya.

"Maaf, yah, jika aku harus tidur dengan mengenakan bra saja, soalnya aku tak biasa saat tidur mengenakan blouse" Tutur Diana yang mulai membuka blouse putih yang dikenakannya. "Menurutkan tidur dengan pakaian ini sangat mengganggu."

"Oh, yah, kamu tidak mengganti pakaianmu?" lanjut Diana bertanya setelah melipat blouse yang dikenakannya.

"Kakak sendiri, tidak mengganti pakaian?" balas Arlan kembali bertanya, membuat Diana merasa sedikit lega.

"Enggak, sih, dikarenakan aku tidak sempat berpikir untuk menginap saat menemuimu." Dengan raut tersenyum gembira Diana menjawab.

"Begitu juga denganku ... ." Dengan suara datar, Arlan mulai membaringkan tubuhnya.

"Oh, yah, kamu sebelumnya udah pernah menginap di hotel seperti ini?"

"Enggak usah basa-basi, deh, Kak ... aku udah malas dengar dan menjawabnya." Pekik Arlan yang membuat Diana kembali merasa penuh bersalah.

Seketika ruangan tampak bergeming, hanya suara pendingin ruangan saja yang meramaikan suasana. Disaat Arlan mulai memejamkan kedua matanya. Diana yang tak sanggup memejamkan kedua bola matanya, hanya bisa duduk di tepi ranjang, perlahan meresapi tindakan serta sikap Arlan kepadanya dengan air mata yang mulai mengalir membasahi batang lehernya.

Mendengar suara Diana yang tersedak seperti menangis, membuat Arlan kesulitan untuk tidur. Memposisikan duduk di samping Diana, Arlan mulai mengelus punggung Diana dengan lembut. Beberapa menit membiarkan Diana untuk mengeluarkan semua air matanya terlebih dahulu. Tak tahan dengan perilaku Arlan saat ini, Diana juga tak kuat menahan tubuhnya yang terasa lemas penuh kecemasan, mulai mendekapkan wajah rapuhnya pada dada Arlan yang bidang

"Kenapa nangis?" Hati nurani Arlan mulai tergerak untuk membuka mulutnya.

"Maaf--kan, a--aku ... aku ta--u kamu pasti sakit ha--ti karena pernah kut--tampar." Terang Diana dengan suara tersedak diiringi air mata yang perlahan berhenti. Semakin erat Diana memeluk Arlan.

Pecandu kelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang