Kepercayaan keluarga luntur

604 3 0
                                    

Dengan napas yang terasa sangat segar menghirup udara, di atas ranjang. Tersenyum dengan sendirinya membayangkan hal permainan hangat yang harus dilakukannya nanti. Betapa senangnya Dinda, beberapa bulan berakhir dirinya memiliki hubungan terlarang dengan keponakannya sendiri sebagai seorang berondong. Bahkan Dinda merasa lebih nyaman kebelakangan ini, dikarenakan dirinya dapat melampiaskan hasrat libido dengan seorang berondong yang usianya terpaut jauh darinya yang lebih tua.

Setelah melihat ke arah jarum jam, terpacu jantung Dinda yang teringat mengenai dirinya yang terlambat untuk bangun dari ranjangnya saat mengawali hari sebagai seorang ibu rumah tangga. Mengambil ikat rambut yang berada dalam lemari, didepan cermin Dinda menyibukkan diri untuk mengikat rambutnya. Merasa dirinya sudah rapi, Dinda segera menyelusuri setiap sisi ruangan yang biasa Diana singgahi, namun Diana tampaknya sudah tiada di sekitar rumah, membuat Dinda dengan lekas menuju kamar Arlan yang berada di atas.

Terdorong membentuk senyum dengan sendirinya pipi Dinda, melihat Arlan dengan wajah polosnya sedang tertidur pulas. Segera Dinda duduk di tepi ranjang, tepat samping Arla terbaring. "Sayang, Sayang , Sayang ... bangun, udah jam 8, nih." Salah satu tangan Dinda mengguncang bahu Arlan.

Mendengar suara yang begitu dikenal memasuki gelombang otak sadar miliknya, membuat Arlan perlahan membuka kelopak matanya. "Good morning, Sayang ... ." Lekas Arlan memeluk tubuh Dinda dengan penuh kehangatan.

Tak sungkan sesaat Dinda membalas pelukan yang diberikan oleh Arlan, lalu memundurkan wajahnya dari bahu Arlan beberapa senti untuk memandang lurus ke arah Arlan. "Oh, yah, pergi bersiap diri sana ... biar aku bikin sarapan." Kata Dinda yang perlahan mulai melepas pelukannya pada Arlan.

Tak peduli Arlan dengan permintaan Dinda, dirinya lebih memilih untuk tetap berdiam diri ditempat sembari menatap lekat ke arah bola mata Dinda. Hal tersebut membuat kedua pipi Dinda sedikit terasa panas, menguatkan diri untuk membalas tatapan indah dari Arlan. Hingga satu menit berlalu, keduanya saling salah tingkah, membuat mereka tertawa tipis merasa malu dengan tatapan yang mulai mereka alihkan ke hal lain.

"Oh, yah, hari ini dosen aku tidak ada yang masuk ... ." Perlahan kedua telapak tangan Arlan mulai menjamah punggung tangan Dinda yang terasa begitu dingin.

Merasakan telapak tangan yang begitu hangat menjamah, membuat Dinda merasa sedikit sulit untuk membuka mulutnya.

"Sudah pasti aku tidak masuk kuliah hari ini ... ." Lanjut Arlan, mulai memajukan wajahnya ke arah bahu Dinda. Perlahan batang hidung Arlan yang berada dekat dengan permukaan kulit leher Amira, rongga hidung Arlan dengan penuh kehangatan menghirup aroma Lavender dari tubuh Dinda. "Apakah Diana sudah pergi bekerja?"

Merasakan deruhan napas yang membuat Dinda semakin tertekan mulutnya untuk mengangkat suara. Pertanyaan yang membisik dari Arlan tersebut, hanya Dinda balas dengan anggukan kepala saja. Disaat Arlan mulai memundurkan wajahnya dari atas bahunya, Dinda yang sudah tak tahan lagi melihat bibir merah merona yang begitu lekat butuh dibasahkan. Tanpa basa-basi, Dinda langsung menyerang bibir tersebut.

Pintu kamar yang tidak terkunci membuat kedua orang yang melakukan adegan berciuman bibir dengan hangat tersebut, tak sadar bahwa Diana yang dibalik pintu sedang memantau mereka beberapa menit lalu. Saat melihat kedua tangan Arlan, terlihat mulai nakal bergerak dibalik celana Dinda. Tanpa permisi lagi, Diana yang sedari tadi menahan amarah mulai masuk kedalam kamar.

Krek!

Mendengar suara pintu kamar yang sedikit tergeser, membuat kedua orang yang ada di atas ranjang tersebut menghentikan aktivitasnya. Dengan wajah sedikit panik keduanya mulai mencari akal untuk memperbaiki suasana.

"Apa yang Mama lakukan bersama Arlan?" dengan napas tersengal, Diana masih belum menyangka dengan hal yang dirinya lihat barusan.

Melihat reaksi Diana yang tampak berlebihan, Dinda lekas bangkit berdiri dari ranjang. "Apakah kamu melihat mengenai hal yang kami lakukan barusan?" dengan erat Dinda memandang lurus ke arah Diana.

Pecandu kelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang