Chapter 3

428 59 4
                                    

"Oh.. jadi ini pacarnya Gempa?"

──⁠─

Seminggu berlalu sejak kepergian ibunya. Pagi ini, (Name) kembali berjualan seperti biasa di jalanan kota. Tak sedikit yang membeli bunganya.

"Permisi, kak. Bunganya kelihatan cantik. Satu buket berapa?" ujar seseorang yang datang pada (Name).

"Buket kecilnya 20 ribu, yang besar 35 ribu." jelas (Name)

"Oh... aku beli yang besar deh. Nih uangnya." Perempuan itu menyerahkan uang pas lalu menerima buket bunga mawar.

Tiba-tiba, handphone (Name) berbunyi. Ia mengeceknya sebentar dan ternyata ada pesan masuk dari Gempa. Perempuan yang tadi pula, belum pergi dan justru sempat melihat layar handphone (Name).

"Oh.. jadi ini pacarnya Gempa?"

(Name) terdiam setelah membalas pesan dari Gempa. Lalu ia menoleh ke arah si perempuan.

"Kamu siapa?" (Name) memicing curiga ke arahnya, sebab tiba-tiba saja gelagatnya jadi berubah.

Perempuan itu tersenyum miring, sedikit membenarkan jaketnya. "Kenalin, tunangannya."

(Name) terdiam. Jadi... benar? Benar kata orang tua Gempa waktu itu, saat tak sengaja melihat mereka sedang berdua?

"Nama gw Michella, dengar-dengar dari orang tua si Gempa, dia punya pacar ya? Oh ternyata penjual bunga ini pacarnya..."

"Maaf ya, tadi ga sengaja lihat chat-nya bareng ayang." ucap Michella dengan senyum remeh.

"Oh ya, gw peringatkan. Mending lo mundur, lo ga akan menang. Bulan depan gw udah tukar cincin sama Gempa. Mau datang ga? Dipersilahkan."

(Name) tak tau harus berkata apa. Hatinya sedikit tercubit mendengar pengakuan perempuan tersebut, dan tak terdengar meragukan. Apa ini, yang Gempa maksud saat ia bilang dirinya sibuk di tempo hari.

"Nih, gw balikin deh. Mending gw beli di tempat lain kalau gini," Setelahnya, Michella pergi dari situ.

(Name) memandang kepergiannya. "Gamblang banget dia..."

=====

Sore hari, (Name) baru pulang. Tanpa banyak bicara, ia segera memasak untuk dirinya dan Fino yang tentunya sudah pulang sekolah.

Fino berjalan keluar dari kamarnya, ia melihat kakaknya sedang memasak. Ia pun berinisiatif membantunya. Diperhatikannya, (Name) tampak sedang tidak baik-baik saja.

'Betmut dia?' batin Fino

Kegiatan memasak antara kakak-adik itu cukup garing. Tak ada yang bicara selain alat yang mereka gunakan.

"Kakak mau motong cabe apa motong tangan?"

Akibat celetukan Fino itu, (Name) menatap tangannya. Hampir saja ia memotong tangannya sendiri karena sedang melamun.

"Ino aja deh yang ngurus, kakak kayaknya kecapean." Fino mengambil alih pisau di tangan (Name) lalu mengipas tangannya yang berarti menyuruh (Name) duduk di kursi.

(Name) iyakan saja, dan kembali melamun sambil duduk.

Tak berlama-lama kemudian, Fino selesai memasak. Ia menyajikan dua piring nasi goreng, makanan yang paling mudah dimasak ya meski kadang nasi goreng buatan Fino remidi.

"Makan, kak, jangan cuma ditonton."

"Apa mau ade suapin?"

(Name) mendelik, tapi kemudian tersenyum. "Apa sih,"

Approval [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang