Chapter 25

473 49 1
                                    

Baru juga menapakkan kaki ke halaman rumah, (Name) sudah disambut oleh suaminya yang sedang menyiram di halaman depan.

Namun, sang pria dibuat agak heran sebab tumbenan (Name) pulang dari toko dengan wajah cemberut. Biasanya, wanita ini tampak ceria.

Lalu, segeralah ia menyelesaikan kegiatan menyiram. Kemudian menyusul (Name), masuk ke dalam rumah, atau lebih tepatnya kamar mereka berdua.

Ia pun mendekati istrinya. "Ada apa, nih? Gak kayak biasanya cemberut gini."

(Name) menoleh ke arah Gempa, lalu ia pun bangun dari posisi tengkurapnya. "Ada yang bikin kesal."

"Apa? Coba, cerita."

(Name) pun mulai cerita, jika tadi siang ada seorang wanita yang merupakan teman SMK-nya datang ke toko. Entah bisa disebut teman atau tidak, soalnya saat masih SMK, wanita itu hanya datang pada (Name) jika memiliki kepentingan.

Saat SMK, wanita itu mau berteman dengan (Name). Namun, lama-kelamaan ia malah mulai ngelunjak terhadap (Name). Membabukan, meminjam uang, menyuruh (Name) untuk membuatkan PR. Sampai yang terparah, mempermalukan (Name) di hadapan temannya.

Tadi siang, ia tiba-tiba datang dengan keadaan yang tampak memprihatinkan. Ia juga sempat cerita, bahwa ia baru diputuskan oleh pacarnya dan rugi banyak.

(Name) hanya mendengar sedikit cerita dari wanita itu, (Name) tau jika wanita itu ingin agar (Name) mengasihaninya lalu (Name) mau meminjamkan uang padanya. Namun, pada akhirnya (Name) tak acuh padanya.

"Terus, dia gak terima. Ngatain aku tuh sombong semenjak udah nikah ..."

"Aku masih ingat, pas kelas XII dia pernah minjam uang yang banyak ke aku. Katanya, buat biaya pengobatan ibunya. Ternyata, buat foya-foya sama pacarnya pas jaman itu. Aku bisa tau itu karena aku lagi keliling jualan bunga ... kalau gak salah."

Gempa hanya mendengar cerita istrinya dengan seksama. Lalu, ia tersenyum. "Sekarang dia masih nyariin kamu?"

"Enggak, sih. Tadi dia pulang dengan kesal dari toko sehabis aku balas."

"Emangnya kamu balas apa?"

"Emm... tadi, pas aku dikatain sombong sama dia, aku balas 'emang dulu kamu baik banget sama aku?' begitu."

Gempa pun geleng-geleng kepala. "Berani banget kamu. Emang harusnya digituin aja. Daripada kamu terlanjur ladenin. Kita juga gak tau kalau nanti dia tiba-tiba berulah kayak dulu lagi."

(Name) pun mengangguk-angguk. "Padahal ekonomi keluarganya dari dulu baik-baik aja, loh, uang jajan dia lancar. Sekarang, dia baru putus sama pacarnya yang boros itu, masa mau ngemis ke aku?"

"Kamu tau dari mana kalau pacarnya dia itu boros?"

"Dari sosmed. Aku pernah lihat postingan atau story-nya, dia sama pacarnya lagi main di bar, jalan-jalan, date, staycation. Kayak, tiap buka story-nya pasti isinya yang kayak begitu-gitu doang bareng pacarnya. Yang kayak begitu namanya boros 'kan?"

"Yah... itu terbilang boros, kalau sedikit-sedikit harus yang mewah dan mahal."

"Begitulah. Tapi dia malah suka banget mainin ekonomi aku pas jaman sekolah."

"Hem, aku gak mau mikir yang gak benar tentang orang lain, tapi kayaknya dia emang gak suka sama kamu."

"Aku juga berpikir begitu dari lama."

"... Lalu, kenapa masih mau temenan pas kalian masih SMK?"

"Pas itu aku gak tau apa-apa. Katanya, kalau aku gak nurut, dia bakal jauhin aku."

Approval [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang