Chapter 10

380 44 0
                                    

Setelah selesai memasak, serta tadi juga sudah memanggil Fino, mereka bertiga makan malam bersama. Sesekali diselingi candaan yang membuat ketiganya tertawa.

Setelah makan, Fino pamit ke kamar dengan alasan ada tugas. Fino paham situasi, ada sepasang kekasih di sini, kalau ada dirinya di sini nanti suasana malah canggung. Jadi, Fino biarkan kakaknya memiliki waktu berdua bersama Gempa.

"Ternyata adikmu pengertian, ya," celetuk Gempa

"Ah, sebenarnya gapapa sih kalau dia di sini." ucap (Name)

"Nanti kamu malah selingkuh sama Fino dong?" canda Gempa

"Heh, dia itu adik aku." Kemudian, mereka berdua tertawa.

"(Name)... aku pengen cerita sesuatu," Kini, topiknya sudah berbeda.

"Ya? Cerita aja, aku dengerin." sahut (Name)

Sambil duduk berhadapan di kursi meja makan, Gempa segera memulai ceritanya.

"Tadi siang aku lihat Michella, dan kamu tau sesuatu? Dia bawa pacarnya."

Baru pembukaan cerita, tetapi (Name) sudah terdiam mendengarnya. Ia biarkan dulu Gempa bercerita sampai selesai.

"Ternyata kita imbang ya. Aku punya pacar, Michella yang katanya tunangan aku pun punya pacar."

Sempat hening untuk beberapa saat. Hingga akhirnya, (Name) yang membuka suara, "Em sebentar, bagaimana kamu bisa tau dan berasumsi begitu?"

Gempa menatap gadis itu, kemudian melanjutkan ceritanya, "Tadi siang aku istirahat keluar, makan di restoran bareng teman kerjaku. Dari jarak satu meja, aku bisa lihat Michella. Aku gak salah lihat, kok, dia juga bawa laki-laki."

"Karena restoran gak terlalu ramai, aku jadi bisa dengar samar-samar obrolan mereka. Aku bisa simpulkan, itu pacarnya Michella. Michella juga bilang, dia bakal porotin aku? Kurang lebih begitu arti kata-katanya."

(Name) hanya diam di sepanjang cerita Gempa. Ternyata Michella selicik itu di belakang. Hampir tak terpikirkan oleh (Name), karena memang ia tak begitu mengenal Michella. Namun, ia masih ingat seperti apa tampang dan gelagatnya ketika mereka pertama kali bertemu.

"Jadi ... gimana perasaanmu?" tanya (Name)

"Hm? Biasa-biasa aja, aku senang malahan."

(Name) kurang mengerti, "Hanya karena kalian sama-sama punya pacar, kamu senang?"

"Hmm ... sepertinya? Aku yakin, cepat atau lambat semua orang akan tau itu."

"... Lalu kalau udah begitu, pertunangan kalian batal?"

Gempa tersenyum. "Tau aja yang lagi aku pikirin."

(Name) bingung harus merespon seperti apa. Sebenarnya, ia juga senang dengan yang dipikirkan Gempa. Namun, ia kurang yakin, memangnya akan berjalan semulus itu?

Menyadari gadisnya yang diam saja, Gempa tersenyum lalu mendaratkan tangan di pucuk kepalanya. "Aku juga sempat fotoin mereka berdua diam-diam, sebagai bukti. Kamu mikir apa tadi sampai bengong?"

(Name) memegang tangan Gempa yang masih di kepalanya. "Engga, ga ada kok."

Perlahan-lahan ekspresi di wajah pria itu berubah. Ia berdehem, "Kamu ... kurang senang kalau pertunangan kami batal?"

(Name) menggeleng. "Engga gitu, aku senang kok. Kalau ga ada pertunangan itu, kamu ga akan merasakan tekanan didekati orang yang kurang kamu suka dan juga ga ada yang maksa kamu,"

"Jadi?" celetuk Gempa

"Emm ... emangnya, pembatalan pertunangan kalian akan berjalan semudah itu? Sesuai yang kamu pikirkan?"

Approval [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang