Epilogue

688 51 12
                                    

Sembilan bulan masa mengandung telah terlewati, sekarang anak pertama bagi Gempa dan (Name) telah hadir.

(Name) mengikuti saran dari Mawar untuk menamai anaknya dengan unsur bunga. Lagipula, nama Daffa terdengar tidak buruk.

Pada jam dua dini hari, anak itu kembali bangun karena kehausan. Tangisannya ikut membangunkan kedua orang tuanya. (Name) pun segera menanganinya.

"Kamu balik tidur aja duluan, gak apa-apa. Toh kelihatan kamu ngantuk banget."

Gempa menggeleng. "Barengan aja, sampai Daffa tidur lagi baru kita tidur."

"Masa anak kebangun, yang ikut bangun dan urus cuma bundanya."

"... Iya, deh. Aku jadi ikut haus, nih."

Gempa pun segera mengambilkannya air, lalu (Name) pun meminumnya.

"Kecil-kecil hobi begadang, ya." ucap Gempa, menatap anaknya yang menyusu dengan lahap.

"Namanya juga bayi, gampang haus. Tapi, kita yang udah gede kok enggak, ya?" Tiba-tiba pertanyaan random itu terbesit di benak (Name).

"Karena kita tidurnya kayak batu, beberapa anggota tubuh pun jadi nonaktif selama tidur."

(Name) pun tertawa kecil mendengar penjelasan Gempa yang agak ngawur, begitu pula dengan Gempa.

"Nahh, udahan hausnya, nih." ucap (Name) seraya membetulkan bajunya, lalu mencium kening anaknya sebelum kembali diletakkan ke dalam baby bed. Tak lama kemudian, anak itu kembali tidur tanpa ditimang berlama-lama.

"Udah tuh. Matiin lampunya, dong." ucap (Name) sambil menguap lebar.

Setelah ruangan gelap kembali, (Name) tidur lagi dengan mudahnya karena ia merasa kelelahan. Beda dengan Gempa yang masih melek. Dia memang begitu, bangun sekali susah tidur lagi.

===

Matahari sudah terbit dan aktivitas baru pun dimulai. (Name) bangun pagi seperti biasa untuk mengurus Daffa terlebih dahulu.

Semenjak punya Daffa, (Name) jadi jarang membantu di dapur. Kalau Daffa tidak rewel di pagi hari, (Name) bisa saja menyerahkannya pada Gempa. Namun, hari libur begini suami tercintanya dapat panggilan dari kantor. Deara dan Evy juga tidak keberatan kalau (Name) tidak ikut ke dapur, mereka memaklumi keadaan.

Sekarang, bayi usia satu bulan itu sudah selesai di-lap dan sedang dipakaikan baju. Ia daritadi anteng dan tidak ada rewel-rewelnya. Daffa memang anteng kalau sudah di tangan (Name) ataupun di tangan Gempa. Walaupun masih bisa rewel di tangan kedua orang tuanya, itu cuma karena haus dan popoknya penuh.

"Udah ganteng. Turun yuk, kita sarapan." ucap (Name) sambil menggendong Daffa, lalu pergi ke dapur. Deara dan Evy sudah selesai memasak, tinggal menyajikannya saja.

"Wah, ada Daffa, udah ganteng aja." ucap Evy

(Name) terkekeh. "Iya, auntie. Kalian udah selesai, nih?" ucap (Name), berbasa-basi.

"Iya, tinggal taruh di meja makan aja. Kamu duluan aja duduk." ujar Deara

"Oke, bu. Maaf ya, akhir-akhir ini aku jarang bantu."

"Haih, ngomong gitu lagi kamu. Namanya juga punya newborn, lagian di sini 'kan ramai, kerjaan bisa dibagi-bagi. Apalagi, Daffa ini yang gak bisa jauh-jauh dari ayah ataupun bundanya." ucap Evy

(Name) tersenyum. "Iya, kak, makasih kalian udah mau maklum. Kalau gitu, aku duluan, ya." (Name) pun segera pergi ke meja makan.

Di meja makan baru diisi ayah mertua. Melihat menantu dan cucunya datang, itu cukup menarik perhatiannya.

Approval [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang