Chapter 4

427 60 4
                                    

Hari Minggu begini, memang sejatinya Fino tidak bersekolah. Ia hanya sedang duduk bersama (Name) di ruang tamu.

(Name) sendiri, sedang bercerita tentang dirinya yang bertemu dengan Michella saat lusa kemarin.

"Tapi kata Gempa, dia ada suatu rencana.. kakak ga tau apa itu," ucap (Name)

"Rencana kabur dari pertunangan?" celetuk Fino

"Mungkin?" Setelahnya, (Name) menghela napas.

Fino menatap kasihan pada kakaknya. "Tenang aja kak, Kak Gempa kan gak mau tuh dijodohin,"

"Kakak juga mikir gitu.. tapi kan orang tua dia maksa. Susah nolaknya, tau."

Fino kini terdiam sambil berpikir keras. Namun, tunggu, kenapa dirinya jadi ikut berpikir keras terhadap hubungan kakaknya yang baru berlangsung kurang dari tiga minggu itu?

Eih, Fino kan terbilang calon adik ipar untuk Gempa, ia juga berhak ikut campur.

Apalagi 'kan, dua-duanya sama-sama ingin mempertahankan hubungan mereka. Namun, si calon tunangan sepihak ini datang, dan tentunya berpotensi merusak hubungan suka cita Gempa dan (Name). Fino jadi kasihan dengan kakaknya.

"Kita culik kak Gempa, yu," ucap Fino asal

(Name) mendelik ke arah Fino. "Gampang aja ngomong.. lakuin sendiri, sana,"

"Eh--ehehe aku gak bisalah.. bocil esempe begini mau nyulik orang dewasa yang punya kekuasaan? Di angan, kak."

Lagi, (Name) menghela napas.

"Ih, kakak, udah pasrah aja," celetuk Fino

"Diam. Kakak lagi berpikir."

Fino pun terdiam, dan ikut berpikir. Kini suasana di ruang tamu jadi hening.

===

Sore ini, (Name) sedang menyirami bunga di belakang rumahnya. Tak ada kegiatan apapun hari ini, hanya diam di rumah seharian.

Fino yang sedang duduk kebosanan sambil menonton kakaknya pun memecah hening. "Jalan-jalan yu,"

(Name) menoleh. "Kemana?"

"Ya.. kemana-mana. Jalan-jalan kaki sore."

(Name) berdiri dari jongkoknya. Dan meletakkan ember yang ia pakai menyiram tadi, serta mencuci tangannya. Lalu mendekati Fino.

"Ayo, daripada diam aja di rumah."

Fino pun berdiri dengan semangat, lalu segera mengunci pintu rumah. Tak perlu berganti pakaian, mereka sudah mengenakan pakaian yang cukup sopan untuk berada di jalanan.

"Fino, mau jalan-jalan kemana?"

"Kan udah dibilang kemana aja. Di sekitar desa lah, atau keluar dikit okelah. Siapa tau nanti ketemu cecan random,"

"Idih." cibir (Name) sambil mendorong kening Fino menggunakan kedua jari tangannya. Sedangkan Fino hanya tertawa.

"Kakak ada bawa uang?" tanya Fino asal

(Name) pun seketika memasukkan tangannya ke dalam saku baju. "Adanya uang kecil, kamu mau jajan?"

Fino menggeleng. Mereka pun terus berjalan, dan berjalan, hingga tak terasa mereka sudah berjalan hingga ke kota.

"Hidup di kota tuh keras ya," ujar Fino tiba-tiba

"Kendaraannya banyak, dan ribut semua." lanjutnya

"Ya.. hidup di desa juga keras. Banyak ibu-ibunya, dan kebanyakan dari mereka adalah penggosip." sahut (Name)

"... Iya, gak salah,"

"Btw, kita duduk dulu, yuk."

(Name) mengiyakan, lalu mengajak Fino duduk di trotoar.

"Enak juga duduk di trotoar, sambil nontonin orang jalan kaki," ujar Fino

"Tadi katanya keras?" celetuk (Name)

"Anggap aja deh, ini sisi lembutnya."

"Kira-kira nanti kita dikira gembel gak ya?" monolog Fino

"Mau banget jadi gembel, dek?"

"Ya siapa tau kan.." Fino sedikit mengintip ke layar hp yang kini sedang (Name) mainkan. "Pinjam dong,"

"Mau ngapain?"

"Main dino."

"Ya udah, nih." (Name) memberikan handphone-nya pada Fino

(Name) ikut melihat permainan di layar handphone-nya. "Eh itu, hati-hati dong, jangan sampai kena kaktusnya,"

"Iya aku tau, kok."

Lama-kelamaan mereka terlarut dan lupa dengan lingkungan karena keasikan bermain permainan tersebut.

"Ino tauu, udah jangan ribut juga. Ini larinya jadi cepet banget woi," ucap Fino dengan matanya yang fokus pada dino yang berlari kencang itu, sebab Fino sudah mencetak skor yang tinggi.

(Name) memperhatikan dengan greget, sesekali ia menggigit jarinya. Ia jadi ikut fokus seperti Fino.

Kemudian, muncul tulisan GAME OVER karena dino itu tak sengaja menabrak kaktus.

"Hadeh, kalah juga. Padahal skornya udah satu juta."

"Gapapa lah, kan cuma game. Main lagi dong," ucap (Name)

Fino kembali bermain dari awal. Mereka berdua tampak begitu fokus melihat ke layar handphone.

"Fino, fokus, Fino! Skornya udah satu juta lagi!"

"Iya kaaakk, cepet banget larinya dino!"

Tuh kan, jadi keasikan lagi hingga teriak-teriak. Sampai-sampai orang yang lewat menatap mereka heran, hingga ada yang menatap takut.

Hingga kalah lagi, tepat di skor 2815340.

"Tadi pas skor satu juta kalahnya, sekarang dua juta, entar dan seterusnya kayaknya bisa kalah di skor satu milyar," ujar Fino

"Keburu panas hp-nya." (Name) mengambil kembali handphone-nya, dan mematikannya.

"Hehe, jalan lagi gak?"

"Ayo aja,"

Mereka lanjut berjalan. Suasana sekarang tidaklah ramai dan memadati jalanan.

Kini mereka berdua tiba di dekat lapangan kota. Fino melihat penjual permen kapas besar di sekitar situ, ia pun mengajak (Name) untuk menghampiri dan membelinya. Padahal katanya tadi gak jajan.

"Pak, permen kapasnya satu ya," ucap Fino pada pedagang pria tua itu.

"Warna apa, dek?" tanyanya

"Warna pelangi ada gak?" tanya Fino balik.

"Heh, minta yang ada-ada aja. Warna merah muda ya, pak," Kini (Name) yang angkat bicara.

Si pedagang segera mencabut satu permen kapas diantara kumpulan permen kapas dengan banyak warna itu, dan diambil oleh Fino. (Name) pun membayar kemudian segera duduk di pinggir lapangan.

"Kenapa harus warna pink?"

"Warnanya cantik,"

"Kenapa gak dibilang 'warnanya ganteng'?"

"Ah apasih pertanyaannya, ga logis. Nih, makan." (Name) memasukkannya satu sobekan kecil permen kapas itu ke mulut Fino.

Mereka memakan permen kapas itu dengan sedikit canda dari Fino. Bagi orang-orang yang tidak tau, pasti akan mengira mereka sepasang kekasih. Apalagi Fino sedikit lebih tinggi daripada (Name).

"Romantis banget ya kita," ucap Fino sambil cengengesan, "Kalau enggak saudaraan pasti udah pacaran."

"Apa sih, bercandanyaaa,"

To Be Continued

Author Note:

Hari ini sama dek Ino dulu, sama Kak Gem-nya entaran aja -Fino

Approval [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang