Chapter 7

376 48 0
                                    

Pagi ini, (Name) memiliki suatu niat baru. Ia mencoba mencari lowongan pekerjaan di berbagai tempat. Daripada hanya menunggu bunganya yang membuat dirinya mangkrak, ia juga ingin menambah pendapatan dengan cara lain.

Setelah banyaknya lika-liku interview atau apapun itu, saat hari sudah siang ia diterima di sebuah cafe. Meski hanya disuruh bekerja di depan wastafel, setidaknya ada pendapatan masuk.

Di hari pertamanya ini, saat baru diterima ia sudah langsung dipekerjakan. Hingga tak terasa sore sudah tiba, saat pekerja shift pagi-sore sudah harus dipulangkan.

(Name) menerima uang dari bos-nya, sebagai apresiasi kecil di hari pertama. Karena di cafe-nya memang selalu begitu, setiap ada pekerja baru pasti dibayar dengan jumlah kecil. Saat sudah sebulan bekerja, barulah pekerja baru tersebut bisa mendapat gaji yang sebenarnya.

=====

"... Dari mana aja, kak? Sore begini baru kelihatan,"

"Oh, hehe. Kakak lupa ngasih tau, ya. Kakak kerja."

Fino memperhatikan penampilan kakaknya yang baru ia lihat sore ini. Intinya, pakaian yang dikenakan kakaknya saat ini bukanlah pakaian rumah.

"Kerja dimana?"

"Cafe. Meski cuma kerja di depan wastafel, tapi gapapa. Ini baru hari pertama."

Setelah obrolan kecil di depan pintu itu, (Name) pun segera masuk ke rumah, begitu juga dengan Fino yang tadi membukakan pintu.

"Oh ya.. Fino belum makan, ya?"

"Eh udah tadi, ditraktir sama dermawan pas pulang ekskul."

(Name) mengerutkan alisnya. "Dermawan? Siapa?"

"Teman aku. Dia baik banget. Tau aku gak bawa uang jajan, dia traktirin. Padahal dah aku tolak, tapi dia maksa. Pada akhirnya aku iyain deh,"

(Name) tersenyum mendengarnya. "Oke, baik-baik ya berteman."

"Terus, sekarang Fino lapar engga? Atau mungkin nanti malam tiba-tiba pengen makan lagi,"

"Enggak, aku mau kerjain tugas di kamar." Setelah mengatakan itu, ia pergi ke kamarnya.

(Name) memandanginya hingga tidak terlihat di balik pintu kamar. (Name) memutuskan untuk pergi ke teras belakang. Ia duduk di lantai sambil bersandar di tembok. Tenang saja, tak ada yang akan melihatnya karena di halaman belakang dikelilingi pagar tinggi, yang meskipun sudah tua karena sudah dibuat dari dulu sekali.

(Name) memandangi langit sore yang masih tampak oranye dengan lukisan awan berwarna senada. (Name) jadi teringat dengan orang tuanya yang sudah tidak bersama mereka lagi. Orang tuanya yang sudah terbebas dari penderitaan hidup sebagai orang berstatus ekonomi pas-pasan ke bawah.

Mereka pasti bahagia di sana, dengan ibu yang sudah tidak merasakan sakit lagi. (Name) memang sedih karena kedua orang tuanya sudah meninggalkannya dan Fino, tapi ia juga senang karena mereka tidak merasakan susah ataupun sakit lagi.

(Name) menyeka sudut matanya yang hampir meneteskan air. Kenapa ia malah ingin bersedih di sini, padahal niatnya ingin menikmati pemandangan sore hari.

Karena teringat orang tuanya tadi, ia jadi sedikit merindukannya. Apalagi dirinya hanya memiliki Fino di dunia, serta Tuhan untuk dipuja dan dimintai petunjuk jalan hidup.

(Name) pernah membayangkan jika ia memiliki keluarga yang lengkap, sehat, dan harmonis. Mungkin hidup mereka tak akan sesusah ini. Jika ia memiliki keluarga seperti yang dibayangkannya, pasti ayahnya memiliki pekerjaan yang bisa menambah penghasilan keluarga. Pasti juga mereka tak akan berpikir berkali-kali untuk ke rumah sakit jika ada yang sakit.

Approval [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang