Prologue

1.3K 71 7
                                    

"Gempa, ternyata kamu masih berhubungan dengannya?!"

"Iya! Aku masih ada hubungan dengannya, dan akan terus begitu."

"Kami gak akan memisahkan hubungan ini."

"Anak kurang ajar, kami sudah mencarikanmu perempuan yang jauh lebih baik daripada gadis desa yang kumuh itu,"

"Cepat, putus dengannya, atau kami gunakan cara lain."

"Baiklah, gunakan saja. Aku akan melindunginya dari kalian berdua."

"Heh, berhenti! Anak durhaka!"

=====

"Tenang aja, (Name). Mereka gak akan berbuat apa-apa padamu. Selama ada aku, aku gak akan biarkan mereka menyentuhmu."

(Fullname); si gadis desa yang merupakan seorang penjual bunga keliling, kekasih dari BoBoiBoy Gempa; seorang anak lelaki dari pasangan kaya raya, ayahnya bekerja sebagai bos perusahaan ternama di kota S dan ibunya bekerja sebagai seorang guru sekolah SMK.

Gempa dan (Name), awalnya bertemu karena ketidaksengajaan. Ketika itu, (Name) sedang berjualan bunga sambil berjalan di trotoar.

Ketika melihat jalanan yang sepi, ia memutuskan untuk segera menyebrang; melihat ada bangku panjang di seberang jalan sana, ia berpikiran untuk duduk dan beristirahat sejenak di sana.

Lalu saat menyebrang, ia tak sadar dengan mobil yang mendekat ke arahnya dari samping.

Citt!

Sontak pengemudi mobil itu mengerem mendadak, Gempa segera keluar menghampiri gadis yang tengah terdiam sehabis syok.

"Maaf, kamu gak apa-apa?"

"Ah, aku.. gapapa kok. Aku-nya aja yang nyebrang engga lihat-lihat."

"Baiklah kalau begitu. Untung gak ada yang kenapa-napa."

(Name) mengangguk. Lalu melanjutkan jalannya hingga tiba di seberang, sedangkan Gempa kini sudah kembali ke mobilnya untuk memarkirnya di pinggir jalan, kemudian keluar lagi. (Name) hanya memandang bingung lelaki yang kembali mendekat ke arahnya itu.

Matanya melirik pada tas anyaman plastik berisi berbagai buket bunga, yang tergantung di lengan kanan (Name). Gempa sudah sadar dengan hal itu. Lalu ia bertanya. "Kamu menjual bunga?"

(Name) mengangguk. "Kakak mau beli?" tawarnya

Kembali melihat ke arah tas tersebut, bunganya tampak cantik, seperti penjualnya--Gempa memutuskan untuk membeli sebuket bunga tulip putih seharga Rp. 10,000. Harga yang murah bagi orang seperti Gempa.

"Terima kasih, kak." ucap (Name) sambil tersenyum manis, setelah ia memberi sebuket kecil bunga tulip serta menerima uang.

Astaga, Gempa jadi terpesona melihat kecantikan gadis itu yang kian bertambah akibat senyum manisnya. Gempa tersenyum sambil mengangguk kecil. Lalu, (Name) memutuskan untuk pergi--tak jadi duduk.

"Tunggu--mau kemana?"

Langkah si gadis kembali tertahan. Ia menoleh ke arah Gempa. "Keliling. Kakak mau beli bunga lagi?"

Gempa menggeleng sambil tersenyum. "Baiklah, hati-hati ya. Jangan kayak tadi lagi. Aku juga harus segera pulang."

(Name) kembali tersenyum, sambil mengangguk, "Sampai jumpa, kak."

dan kembali Gempa terpesona melihatnya. Ia membalas dengan anggukan, lalu segera masuk ke dalam mobilnya, pergi dari kawasan itu dan (Name) kembali berjalan kaki sambil menjajakan bunga.

Mungkin karena kalimat berpamitan yang (Name) ucapkan, benar saja, tak jarang mereka bertemu. Seringnya mereka bertemu ketika tak sengaja melihat satu sama lain di jalanan kota, saat siang dan sore hari.

Karena pertemuan kecil itu, mereka makin lama jadi makin dekat. Gempa juga bertanya dimana tempat tinggal (Name), yang berada di desa yang tidak jauh dari kota. Ia juga bertanya kenapa (Name) saja yang selalu ia lihat berjualan bunga, karena ibunya sakit-sakitan setelah ayahnya meninggal hingga tak mampu menghidupi dirinya dan seorang adik laki-lakinya yang masih SMP.

Gempa jadi merasa iba mendengar cerita (Name). Sungguh berbanding terbalik dengan dirinya, yang hidupnya tak susah, serta segala kebutuhannya terpenuhi.

Karena hal yang menarik dari (Name), bagi Gempa, ia menyukai (Name). Hingga akhirnya, Gempa mengajaknya pacaran.

"Hah..?"

"Bagaimana?"

"... Kakak, engga salah ngomong? Atau, salah orang buat ngomong itu?"

"Enggak, aku gak salah ngomong ataupun salah orang."

"Ta.. tapi kan... aku cuma orang susah. Apa kata orang nanti kalau... kita pacaran?"

Lalu, kedua tangan Gempa menggenggam kedua tangan (Name) yang lebih mungil darinya.

"Kenapa kamu berpikiran untuk mendengar kata orang? Biar mereka berkata apa, 'kan kita yang menjalani hubungan kita. Kita juga yang bahagia kan?"

(Name) menatap diam wajah tampan di hadapannya. Masih sambil berpikir 'bisa-bisanya...' begitu.

Hingga pada akhirnya, ia terima ajakan Gempa.

Kisah mereka pun dimulai. Kisah mereka yang tidak rapi akibat komentar orang lain yang mencoba memisahkan mereka.

Memang hanya dikarenakan pertemuan pertama yang secara tak sengaja dan juga pertemuan kecil sehari-harinya. Namun, entah apa yang seolah menghipnotis mereka untuk selalu bersama dan saling melengkapi.

"Kak, aku mau pulang."

Melirik si gadis di sampingnya, lalu kembali menatap ke depan. "Ibu kamu belum sembuh?"

"Belum.. tapi, syukurlah udah lebih baik daripada lusa kemarin. Sekarang hari sudah mau sore, Fino kayaknya udah nungguin aku."

Gempa tersenyum. "Baiklah." Lalu ia membawa diri mereka menuju desa di dekat kota.

===

"Sampai jumpa."

Bruumm..

Setelah pamitan singkat tersebut, (Name) segera masuk ke rumahnya yang sederhana.

Saat baru membuka pintu, Fino, adiknya (Name), sedang duduk sambil bersandar di pintu. Hingga (Name) merasa sedikit kesusahan mendorong pintu itu.

Merasakan pintu di belakangnya terdorong pelan, Fino segera berdiri dan memeluk kakaknya. (Name) dibuat terkekeh dengan tingkah adiknya.

"Ino nungguin kakak, tau," Kemudian, Fino melepas pelukan.

"Iyaa, ini kakak udah pulang kok. Gimana keadaan ibu?" ucap gadis itu seraya mengelus kepala adiknya.

"Ibu lagi istirahat di kamar. Udah mandi kok, Ino tadi yang buatin air hangat."

"Baguslah. Udah pada makan, belum? Kakak engga bawa apa-apa sih.. nanti kakak hangatkan aja makanan yang dimasak tadi pagi."

"Kita udah makan, kok. Tinggal nunggu jam minum obatnya ibu."

Astaga, (Name) merasa merepotkan adiknya seharian ini. Soalnya, ia juga tak ada di rumah karena sibuk berjualan bunga. Penghasilan yang ia dapat hari ini, hanya sekitar Rp. 50,000, itu cukup untuk.. makan dua hari? Sepertinya. Dicukup-cukupin aja.

To Be Continued

[ Has been revised on: August 6, 2023 ]

Approval [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang