Chapter 19

348 39 0
                                    

Jam sudah hampir menunjukkan angka enam, sebuah mobil tampak memasuki sebuah rumah lalu terparkir rapi di parkirannya. Setelahnya, orang-orang di dalam mobil pun keluar.

"Makasih loh, Gempa, udah jemput aku dari bandara."

"Iya, sama-sama. Kok kamu tiba-tiba udah pulang, bahkan tanpa kabar?"

Wanita itu mendelik. "Dih, padahal udah aku kabarin ke ibu kalau sore ini aku pulang. Terus, apa dong alasanmu bisa ke bandara tadi jemput aku?"

"... Aku cuma disuruh ibu dan iya-iya aja. Ibu gak ngasih tau aku kalau kamu udah pulang." Evy hanya geleng-geleng kepala mendengarnya.

Kemudian, tampaknya Gempa baru teringat sesuatu. "Lili? Dia enggak ketinggalan 'kan?"

Seakan ikut teringat juga, Evy melirik ke dalam mobil. Ia bernapas lega karena anaknya hanya tertinggal di dalam mobil. Evy pun segera mengambilnya.

Gempa yang kini dibuat geleng-geleng kepala. "Bisa-bisanya lupa anak,"

"Hehe, mungkin saking semangatnya pengen pulang?"

Gempa tersenyum. Ia lalu menutup bagasi setelah mengambil koper milik Evy. "Ayo masuk."

Wanita yang sedang menggendong anak pun mengikuti Gempa ke dalam. Mereka pun sudah disambut oleh seorang wanita paruh baya yang merupakan ibunya Gempa, seketika kedua wanita itu berpelukan hangat. Kemudian mereka berdua duduk, tidak dengan Gempa yang pergi membawakan barangnya Evy ke kamar.

"Akhirnya kamu pulang juga, nak. Ibu kangen banget, tau!"

"Hehe, aku juga kangen ibu, dan semua!"

Wanita itu terkekeh, "Ini cucu ibu 'kan? Aduh, lama engga gendong." ucapnya, lalu Evy memberi Lili yang sedang tidur pada Deara.

"Iyaa, ini Lili. Daritadi baru sampai bandara tidur terus, walau baru sebentar, sih."

"Oh ya, ibu, yang lain mana? Kok sepi?"

"Biasalah, mereka sibuk kerja. Nanti jam tujuh juga pulang."

Evy mengangguk-angguk mendengar itu. Mereka pun mengobrolkan banyak hal setelah sekian lama tidak bertemu. Rasanya sangat bahagia bagi mereka berdua saat ini.

Singkat cerita, kini sudah akan jam tujuh dan kedua wanita beda generasi ini sedang memasak makan malam. Saat itu juga Taufan sudah pulang dari kesibukannya. Biasanya ia pasti akan pergi ke dapur sebelum ke kamarnya untuk menghampiri sang ibu, tapi kini bukan hanya bertemu Deara, ia juga bertemu iparnya.

Mereka berdua pun berpelukan ala saudara- meski kadang hal itu membuat entitas tak dikenal bisa salah paham melihatnya, tapi berpelukan memang bukan hal yang tabu dilakukan diantara Evy dan Taufan yang sudah seperti abang-adik.

"Hem, pulang-pulang udah peluk istri orang," sindir ibunya

"Dih, ibu. Gitu aja terus. Pasti kurang pelukan ayah, ya?"

"Aih, apa sih. Ibu cuma bercanda. Kok pulangnya engga barengan sama ayah?"

"Dia tadi ngabarin kalau bakal agak telat pulangnya, mungkin bakal ngelewatin makan malam. Katanya duluan aja, gitu."

Deara hanya mengangguk-angguk mendengar penjelasan anaknya. Seketika hal itu membuat Taufan tersenyum jahil.

"Jangan cemberut gitu, dong. Katanya sekitar jam delapan baru sampai rumah." ucap Taufan

"Ngomong apa, sih." sahut ibunya

"Kelihatan cemberut gitu, kali aja karena pengen dipeluk ayah."

"Fan, udah, deh. Entar kamu engga ibu bolehin makan malam." ucapnya seraya menganggar centong sayur.

Approval [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang