Chapter 24

497 49 14
                                    

Lili sudah berumur lima tahun, sudah cukup besar untuk diberitahu pasal ayahnya.

Lili akhirnya mengetahui kebenaran yang selama ini tersembunyi. Ia akhirnya tau jika dirinya tak memiliki ayah, dan Gempa hanyalah pamannya. Saat diceritakan demikian, ia menangis sejadi-jadinya sambil memukul-mukul ibunya.

Evy sudah menduga akan begini jadinya. Ia biarkan anaknya tantrum hingga akhirnya tenang dengan sendirinya.

Lili sebenarnya tidak bisa membenci ibunya yang terbilang membohonginya selama ini. Ibunya sudah banyak berkorban untuknya, meski selama hidupnya ini Lili diberi bumbu kebohongan dengan mengatakan jika Gempa adalah ayahnya.

Walaupun begitu, Lili jadi sudah merasakan kebahagiaan selama beberapa tahun dari sesosok ayah yang nyatanya merupakan pamannya. Kata ibunya, Lili masih bisa menganggap Gempa sebagai ayahnya, meski kenyataannya berbeda.

Lili tidak begitu mengerti dengan kalimat yang agak rumit baginya, tapi intinya Lili masih bisa menyayangi Gempa dan bersikap seperti biasa.

Hal ini juga ada hubungannya dengan (Name). Lili tak begitu tau (Name) itu siapa diantara keluarganya. Namun, kata ibunya (lagi), Lili akan mengerti seiring berjalannya waktu.

"(Name), tolong bawa dulu, aku mau ambil sesuatu ke kamar."

(Name) pun menerima Lili, yang tadinya tidur di gendongan Gempa. Pria itu segera pergi ke kamarnya untuk mengambil sesuatu yang ia maksud.

Perlahan-lahan, bocah itu mulai bangun. Ia menyadari jika tidak lagi digendong Gempa, tapi ia tak mempermasalahkannya. Lili bergerak kecil menyamankan posisinya saat ini.

"Aunty, uncle mana?" tanya Lili. Sepertinya ia sudah menemukan panggilan yang seharusnya ia pakai terhadap Gempa.

"Lagi di kamar, bentar lagi turun, kok." ucap (Name)

Lili mengiyakannya. Ia minta diturunkan, lalu anak itu duduk di sofa, di samping (Name).

"Aunty, gimana caranya ketemu papa?"

Pertanyaan polos itu sebenarnya pertanyaan yang sulit dijawab. (Name) sendiri tak punya ayah, dan tak tau cara bertemu ayahnya. Namun, sebisa mungkin ia menjawab tanpa menyakiti perasaan Lili.

"Lili, kamu emang ga bisa ketemu ayah ... tapi, Lili harus tau, ayah itu bisa dirasakan kehadirannya."

Anak itu menatapnya dengan polos. "Maksudnya?"

(Name) tersenyum tipis. "Ada Uncle Gem, 'kan?"

Lili mengangguk.

"Lili bisa anggap kalau Uncle Gem itu ayahnya Lili. Tapi, Lili jangan lupa, kalau Uncle Gem bukan ayah Lili yang beneran."

Anak itu tampaknya mulai paham. Ucapan itu juga mirip dengan yang pernah dikatakan ibunya.

"Satu hal yang harus Lili tau. Ayah, ngelihat Lili, dari atas."

"Ha? Kok bisa? Lili aja engga bisa lihat ayah."

"Kan udah dibilang tadi, ayah bisa dirasain kehadirannya. Selama Lili percaya kalau ayah ada di hati Lili."

Lili membentuk mulutnya seperti huruf o, itu artinya ia agak paham. Meski kata-katanya terdengar sedikit rumit. Membahas tentang ayah ini membuat Lili ingin menangisi foto Halilintar yang pernah dilihatkan oleh Evy sebelumnya.

(Name) tak kuasa melihat Lili yang menangis perihal ayah. Ia tau, menangisi hal yang berkaitan dengan ayah itu menyakitkan. Apalagi, Lili masih sangat kecil untuk yatim.

"Sini, peluk."

Anak kecil itu langsung menghambur ke dalam pelukan (Name). (Name) mencoba menenangkannya dengan mengelus punggung mungilnya.

Approval [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang