Chapter 21

368 35 7
                                    

Gempa dan (Name) kini sedang berhadapan, ditemani situasi yang cukup canggung. Selepas (Name) mengirimkan foto seorang pria berwajah Gempa sedang bersama seorang wanita dan anak kecil, Gempa mengajak gadisnya bertemu dan hendak menjelaskan. Sebab pria itu memanglah Gempa, bersama Evy dan Lili.

"(Name), kamu jangan asal kira. Ada penjelasannya untuk ini."

"Oke, jelaskan."

Gempa menatap matanya sekilas, lalu menghela napas. "Aku akhir-akhir ini memang jarang ada waktu untuk kamu. Yang kamu lihat beberapa kali itu, itu memang aku. Kamu pasti berpikir kalau aku selingkuh? Enggak. Cewek yang aku ajak itu, namanya Evy, dia itu istrinya Kak Halilintar, kembaran aku dan Kak Taufan. Terus, anak kecil itu, namanya Lili, dia anaknya Evy."

Baru juga pembukaan, (Name) dibuat terdiam mendengarnya.

"Kak Halilintar meninggal tahun lalu karena kecelakaan, saat itu juga baru seminggu usia Lili. Yang artinya pas itu Lili belum lama ada di dunia, tapi udah kehilangan ayahnya."

"Nah, biar Lili gak merasa kehilangan, aku pun jadi sosok ayah buat Lili. Makanya Lili selalu manggil aku papa."

"Lili belum tau tentang ayah kandungnya. Kata Evy, dia akan tunggu Lili besar dulu, dan akan jelasin sampai Lili paham kalau aku cuma pamannya, bukan ayah kandungnya. Saat ini dia masih kecil banget, ngomong aja belum lancar."

"Jadi intinya, cewek itu bukan selingkuhan aku, dan kamu bukan simpanan aku. Evy itu kakak iparku, dan Lili keponakanku. Aku cuma gantiin posisi Kak Hali, setidaknya agar Lili tau gimana rasanya punya ayah."

(Name) tak ada merespons sedaritadi mendengar cerita Gempa. Matanya berat, membayangkan bagaimana keluarga kekasihnya saat sebelum (Name) bergabung. Ia ikut merasakan sesak saat tau secuil tentang Halilintar.

"Aku minta maaf, ya, kami bukannya mau ngebohongin kamu... kami, terutama aku yang lagi cerita saat ini, sebenarnya ngerasa gak sanggup ngungkit-ngungkit Kak Hali lagi. Tapi kamu juga berhak untuk tau. Apalagi, akhir-akhir ini kamu lihat aku dan Evy yang bikin kamu salah paham."

(Name) menghela napas, lalu mengusap air mata yang sempat berjatuhan. "Aku juga minta maaf, Gem, aku ga tau apa-apa, tapi aku terlalu curiga. Aku ga bisa tenang dan selalu diganggu pikiran negatif yang muncul di kepalaku sendiri ... ga seharusnya aku gitu."

"Gak apa-apa, aku maafin. Wajar aja kamu begitu, kekhawatiran itu menyiratkan kasih sayang, iya 'kan?" ucapnya dengan tangan yang terulur, menyapu air mata di pipi gadisnya.

(Name) mencoba mengatur pernapasannya. "Jadi... selama ini kalian masih menutupi ini dari Lili?"

Gempa mengangguk. "Ada waktunya untuk itu. Evy juga belum berani, katanya. Kamu jangan khawatir, cepat atau lambat Lili akan tau kalau aku cuma pamannya."

(Name) mencoba tenang, ia terus mengusap pipinya yang dilintasi air mata yang justru jadi deras. Lalu, ia bersuara, "Sekali lagi ... aku minta maaf, buat Kak Evy juga. Aku sempat mikir yang engga-engga tentang dia."

Gempa tersenyum. "Sampaikan langsung padanya. Dia tau kalau aku punya pacar, dia pasti ngerti dan maafin kamu."

(Name) mulai tersenyum. Ia merasa tenang mendengar kalimat itu.

"Kamu ga marah, 'kan?" tanya (Name)

"Marah kenapa?"

"Karena aku yang terbilang berlebihan, udah gitu aku cuma diam dan engga nyari tau."

"Aku gak marah, kok. Apalagi, kamu terbilang dibohongi dengan ini."

"Umm... Gem, kenapa kamu manggil kakak iparmu langsung dengan namanya?"

Approval [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang