Pemuda itu tiba-tiba memelintir tangan kanan Kivan. Janu tidak terima temannya disakiti pun mulai terpancing emosi, cowok itu melepaskan kasar tangan yang sedang memelintir Kivan.
"MAKSUD MU APA MELINTIR TANGAN TEMEN KU?!"
"Lef udah, jangan turutin emosi. Lagian kamu nggak bakal bisa ngelawan dia, kamu nggak liat tadi dia bisa ngancurin batu segede dan sekeras itu? Mau kamu bernasib sama kayak batu itu?" Bisik mas Naung, mencoba menenangkan Janu.
"Sudah ku peringatkan teman mu untuk diam kan?! Kalau saja teman mu menuruti perkataan ku, tangannya tidak akan aku pelintir!" Kata pemuda itu yang rupanya juga bersumbu pendek seperti Janu..
"A-Aku kan cuma pengen temenan doang, m-masa nggak boleh," keluh Kivan sembari masih memegangi lengannya.
"Aku tidak ingin berteman dengan anak-anak bodoh serta aneh seperti kalian." Pemuda itu langsung melenggang pergi.
Namun karena Janu tidak terima di bilang bodoh oleh pemuda tersebut, akhirnya ia mengambil batu kecil dan melemparkannya kearah pemuda tersebut dan batu itu pun mengenai kepala bagian belakangnya.
Sontak hal tersebut membuat pemuda itu marah.
"KAU!" Pemuda itu marah dan menyerang Janu menggunakan kekuatan api yang ia miliki.
"Argh!"
Mas Naung, Sanja dan Kivan yang melihat Janu terkapar dan kesakitan pun segera mendekat dan berusaha membantunya.
"Aku sudah menahan diri untuk tidak mengeluarkan kekuatan api ku setelah sekian lama, dan kau! KAU SALAH BESAR MENANTANG DAN MEMANCING KU UNTUK MENGELUARKAN KEKUATAN API KU LAGI!" Pemuda itu benar-benar marah,kedua tangannya yang sudah mengeluarkan kobaran api itu pun semakin membesar bersamaan dengan amarahnya yang meluap.
Sementara itu Mpu Sasora melihat muridnya yang sedang marah besar dan hendak melukai seseorang pun langsung saja menghentikannya, kakek tua itu segera berdiri menghalangi pemuda itu untuk menyerang Janu lagi.
"Wingsang hentikan! Apa yang kau lakukan? Kau sudah berjanji untuk tidak mengeluarkan kekuatan api mu untuk melukai orang lain."
"TAPI DIA YANG MEMANCING KU!" Pekik pemuda itu sembari menengok ke arah Mpu Sasora.
"Sudah lah Wingsang, kau tidak boleh seperti itu. Kau kan sudah berjanji untuk tidak melukai orang lagi dengan kekuatan api mu, lalu kau juga sudah berjanji kan untuk mengendalikan emosi mu itu?"
Pemuda itu lalu menghentikan kobaran api yang ada di kedua tangannya.
"Maaf kan aku mpu guru," sesal nya sembari menundukan kepala.
Mpu Sasora hanya menggelengkan kepalanya melihat perilaku dari pemuda itu, namun sedetik kemudian kakek itu berjalan mendekati Janu yang tengah kesakitan.
Begitu sampai di dekat Janu, kakek tua itu segera melihat luka bakar yang di timbulkan dari serangan muridnya.
"Aku akan menyalurkan sedikit tenaga dalam ku untuk mengurangi rasa sakitnya, nanti begitu sampai di rumah akan aku berikan salep penyembuh untuk luka mu dan Kusuma," ujarnya.
Lalu tanpa berlama-lama lagi kakek tua itu menyalurkan tenaga dalamnya kearah luka bakar itu, sementara itu Janu sedikit meringis kesakitan. Setelah kakek itu menyalurkan tenaga dalamnya, beliau meminta mas Naung dan Sanja membantu Janu untuk berjalan.
Berjalanlah mereka menuju rumahnya Mpu Sasora, setelah menempuh jalan yang lumayan lama akhirnya mereka sampai.
"Masuklah Mahanta, biar aku obati luka mu. Untuk yang lainnya jika ingin mengganti pakaian kalian sudah ku siapkan di lemari asrama masing-masing. Kusuma nanti kakek berikan obat juga untuk tangan mu." Lalu sedetik kemudian beliau masuk kedalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Lost In The 14th Century [END].
Historical Fiction⚠️[JANGAN LUPA KASIH VOTE]⚠️ Pernahkah kamu mendengar mitos tentang dimensi lain? Atau pernahkah kamu mendengar cerita tentang orang tersesat di sebuah dimensi lain yang mengandung banyak sejarah? Mungkin semua ini terdengar seperti mitos belaka...