Lembar 32 || Kabupaten Rembang.

35 15 0
                                    

Perjalanan yang mereka lalui sudah semakin jauh, sudah berminggu-minggu lamanya mereka berdua menyusuri jalan menuju ke arah dimana matahari tenggelam.

Berbagai halangan dan rintangan yang menghalang telah mereka lewati, mulai dari jalan yang terjal, perompak yang mencoba menjegal, bahkan penguasa setempat yang arogan dan mencoba menghalangi perjalanan mereka, tapi itu semua telah mereka lewati dengan gagah berani.

Hutan, sungai, sawah, ladang dan pemukiman penduduk selalu mewarnai perjalanan ini, hingga disini di tanah yang jauh dari pusat kota Majapahit, tempat yang teramat asing bagi Sanja, mas Naung dan Wingsang karena kondisi disana tidak seperti pada daerah-daerah sebelumnya.

"Daerah apa ini, mengapa disini banyak ladang tanaman tebu?" Tanya Wingsang dengan nada heran.

"Mana aku tau mungkin ini yang orang sering bilang pohon gula. Kayaknya nih ya, daerah ini penghasil gula yang sering diceritain kakek guru, dimana di daerah barat ada daerah penghasil gula yang bakal jadi pemasok gula untuk keperluan masyarakat Majapahit," jawab mas Naung mencoba menjelaskan.

"Yaa, sepertinya benar, karena sepanjang perjalanan tadi aku sering melihat pedati yang mengangkut tebu hasil panenan." Wingsang mengiyakan.

"Mending kita tanya warga sekitar," usul Sanja.

Wingsang mengangguk, mereka kembali menyusuri jalan guna mencari tahu nama daerah yang mereka lewati.

"Eh eh tuh ada kakek-kakek, yok kita tanyain," ujar Sanja sembari turun dari kudanya, di ikuti oleh mas Naung, laki-laki itu juga turut turun dari kudanya.

"Kenapa kalian turun dari kuda?" Tanya Wingsang merasa heran saat melihat Sanja dan mas Naung yang turun dari kudanya.

"Yaelah, biar sopan anjir. Masa tanya sama orang sambil diatas kuda, kan nggak sopan," jawab Sanja.

Wingsang mengangguk dan ikut turun dari kuda.

"Kulonuwun, ngapunten mbah kulo nderek tangklet. Kalau boleh tau ini daerah apa yaa?" Tanya mas Naung kepada kakek yang tengah mendorong gerobak berisi tebu.

[Permisi, maaf kek saya numpang tanya]

"Oohh ini wilayah Rembang kisanak, daerah penghasil gula terbesar di bumi Jawa," jawab kakek itu mencoba menjelaskan, mereka bertiga meresponnya dengan mengangguk-anggukan kepala.

"Oohh Rembang, terimakasih kek atas informasinya," jawab Wingsang. Kakek itu pun berpamitan kepada mereka dan berlalu pergi.

"Namanya sangat unik, kira-kira bagaimana ya asal-usul nama daerah ini? Kenapa bisa diberi nama Rembang?" Tanya Wingsang penasaran.

Sanja terdiam, ia pun tidak tahu bagaimana asal-usul nama daerah yang tengah mereka pijak.

"Aku inget sesuatu soal pertanyaan mu tadi Wing, jadi gini ceritanya."

Seperti biasa mas Naung yang di juluki sebagai si paling sejarawan oleh Kivan itu berceletuk dan mencoba menjawab pertanyaan dari Wingsang.

"Kira-kira sekitar tahun 1336 Saka, ada orang-orang Campa Banjarmlati yang berjumlah delapan keluarga yang pandai membuat gula tebu ketika di negaranya sana."

"Orang-orang tadi pindah untuk membuat gula merah yang tidak dapat dipatahkan itu. Berangkatnya melalui lautan menuju arah barat hingga mendarat di sekitar sungai yang pinggir kiri dan kanannya tumbuh tak teratur pohon bakau."

"Kepindahannya itu di pimpin oleh seorang kakek bernama Pow Le Din, terus mereka ngadain doa dan semedi. Setelah itu mereka kemudian mulai menebang pohon bakau tadi yang kemudian di teruskan oleh orang-orang lainnya."

"Tanah lapang itu kemudian di buat tegalan dan pekarangan sama perumahan yang selanjutnya menjadi perkampungan, dan kampung itu kemudian dinamakan kampung Kabongan."

"Terus pada suatu hari saat fajar menyingsing di bulan Waisaka, orang-orang mulai ngrembang atau mem-babat atau memangkas tebu."

"Sebelum mulai membabat diadakanlah upacara suci Sembayang dan semedi di tempat tebu serumpun. Tebu serumpun disini maksudnya adalah dua batang tebu yang tumbuh bersama dan akan dipangkas untuk tebu 'Penganten'."

"Upacara pemangkasan itu dinamakan upacara 'ngRembang', sehingga kota ini diberi nama Rembang sampai saat ini. Menurut para sesepuh, upacara 'ngRembang' sakawit ini dilaksanakan pada hari Rabu Legi, saat di nyanyikan Kidung, Minggu Kasadha. Bulan Waisaka, Tahun Saka 1337 dengan Candra Sengkala atau yang kita sebut sebagai Sabda Tiga Wedha Isyara."

"Dan upacara itu tetap dilakukan hingga kini." Mas Naung berhasil menceritakan semua asal-usul kota Rembang kepada Wingsang dan Sanja.

Get Lost In The 14th Century [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang