Sejak kejadian itu, beberapa hari ini kota Majapahit tak seperti biasanya, istana nampak sepi. Tidak ada aktifitas kenegaraan, bahkan para prajurit sebagian diperbolehkan kembali kerumah masing-masing untuk istirahat, hiruk-pikuk pasar juga tak seramai biasanya, bahkan kalangan keluarga istana seakan menutup diri.
Kivan, mas Naung, Sanja, Janu, Wingsanggeni beserta beberapa prajurit yang berasal dari padepokan Mpu Sasora memilih pulang untuk beberapa hari.
Setelah mereka sampai di padepokan Mpu Sasora dan menceritakan kejadian di hari kemarin, Mpu Sasora nampak bingung serta tak menyangka sama sekali.
"Hmm, jadi begitu kejadiannya," jawab Mpu Sasora menanggapi laporan anak-anak didiknya.
"Aku tak menyangka Gajah Mada yang begitu kesatria bertindak ceroboh seperti itu dan sangat tidak terpuji," lanjutnya lagi.
"Iyaa Mpu guru, bahkan kabarnya Raja Hayam Wuruk saat ini dirundung kesedihan yang mendalam atas gugurnya calon permaisurinya beserta rombongan keluarga dari Pasundan. Dan saat ini beliau hanya mengurung diri di istana dan kabarnya hubungan prabu Hayam Wuruk dengan patih Gajah Mada saat ini sedang merenggang. " Wingsanggeni mencoba menjelaskan keadaan istana.
"Iya guru, istana saat ini seakan tak ada aktifitas kenegaraan, bahkan kami diizinkan pulang untuk sementara waktu," timpal murid yang lain.
"Baiklah kalau begitu, kalian silahkan istirahat dulu, agar pikiran dan batin kalian tenang," perintah Mpu Sasora.
"Baik guru," jawab serentak para murid.
Saat mereka pergi meninggalkan Mpu Sasora, Kivan dan Wingsang tetap diam dan tetap menghadap.
"Kalian berlima kenapa masih disitu? Apakah kalian tidak ingin beristirahat?" Tanya Mpu dengan nada pelan.
"Kakek guru, ada yang ingin aku ceritakan padamu," jawab Kivan dengan nada rendah.
"Ada apa Kusuma, ceritakan saja tak perlu sungkan kepada ku," bujuk Mpu Sasora.
"Begini kek....." Kivan pun menceritakan panjang lebar tentang kejadian di Bubat.
Detail demi detail ia ceritakan juga tentang kejadian di pesanggrahan putri, di sebelah timur Bubat dan tentang titipan surat dari Nimas Dyah Pitaloka untuk istana Kawali di Sunda Galuh.
"Hmmm, jadi begitu ceritanya. Aku pribadi turut prihatin dan berduka cita atas kejadian itu, dan turut bangga atas bela pati kaum putri dari Pasundan dalam membela kehormatannya," kata Mpu Sasora penuh kesedihan.
"Jadi apa yang harus kami lakukan dengan surat ini kek?" Tanya Kivan penuh kebimbangan.
"Sebaiknya kalian antarkan surat itu ke negeri sunda, laksanakan mandat yang diberikan Putri Dyah Pitaloka kepada kalian yaitu untuk menceritakan kabar ini kepada istana Kawali di kerajaan Sunda Galuh," kata Mpu Sasora memberi penjelasan.
"Tapi sebaiknya 3 dari kalian saja yang pergi, kalau terlalu banyak bisa-bisa mereka mengira Majapahit memberika serangan susulan kepada Kerajaan Sunda," lanjutnya
"Biarkan aku, Manggala dan Shankara yang pergi guru," usul Wingsang.
Mendengar usulan dari Wingsang membuat Kivan bersedih, mengapa tidak dia saja yang di pilih Wingsang untuk pergi? Padahal ia ingin sekali bertemu dengan Larasvati kembali. Berbeda dengan Sanja, pemuda itu nampak terkejut dan tak menyetujuinya.
"Ko-Kok aku? Wey Wingsang, jangan seenaknya ambil keputusan sendiri doong. Nggak aku nggak mau pergi!" Tolak Sanja.
"Maafkan aku Shankara, tapi aku sudah mempertimbangkan ini sebelum kita menceritakan peristiwa ini ke mpu guru. Kau tak perlu takut, ada aku serta Manggala yang akan mendampingi mu."
"Ta-Tapi..."
"Baiklah aku setuju, sudah aku putuskan berarti Kusuma dan Mahanta disini berjaga kalau-kalau ada musuh lainnya yang memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang Majapahit, sedangkan Shankara akan ikut dengan Manggala dan Wingsang," jawab Mpu Sasora memotong perkataan Sanja.
"Kakeekk, kenapa kakek setuju siihh," rengek Sanja.
"Tak apa nak Shankara, kau harus belajar melatih rasa takut mu. Oh iya apa kau masih ingat jalan menuju kesana nak Manggala?" Tanya Mpu Sasora kemudian.
Mas Naung menggelengkan kepala sembari menunjukan cengirannya, sementara Sanja hanya cemberut mendengar keputusan Mpu Sasora.
"Tenang saja Mpu guru, itulah gunanya aku ikut mereka, aku sangat hafal jalan menuju kesana," kata Wingsang.
"Baiklah Wingsang, aku mengandalkan mu untuk menuntun mereka. Sebaiknya kalian istirahat dulu, besok aku persiapkan semua bekal untuk kalian bertiga," jelas Mpu Sasora penuh bijaksana.
"Kusuma dan Mahanta karena kalian tidak ikut, bantulah aku untuk menyiapkan perbekalan mereka bertiga ya," lanjutnya.
"Siap kakek mpu guru," jawab Janu dan Kivan kompak sembari memberikan pose hormat.
"Kek bolehkah kami berbincang sebentar dengan Wingsang? Ada hal yang ingin aku tanyakan dengan anak ini," lanjut Kivan sembari sedikit menggeplak punggung Wingsang.
"Hei, sakit tahu!" Pekik Wingsang sembari memegangi punggungnya.
"Ya sudah kalau begitu, kakek pamit istirahat terlebih dahulu yaa," pamit Mpu Sasora tersenyum. Lalu sedetik kemudian beliau pun masuk ke dalam gubuknya.
Mereka berlima pun balas tersenyum. Lalu sedetik kemudian setelah guru mereka masuk ke dalam rumahnya, Kivan dan ketiga temannya langsung menyerang Wingsang.
Mereka melampiaskan kekesalannya karena kebohongan Wingsang yang katanya tak level untuk menjadi prajurit.
"Maksud mu apa hah? Jadi selama ini kamu bohongin kita-kita soal kamu yang nggak level jadi prajurit? Sialan emang yaa! Berarti yang perang pertama ku, Mahanta, sama Shankara perang ngelawan kerajaan Banggai kamu liat dengan mata kepala, pundak, lutut kakimu sendiri hah? Dasar anak setan, bisa-bisanya bohongin kita!" Umpat Kivan sembari memiting kepala Wingsang.
Mas Naung yang melihat pertengkaran itu hanya tertawa saja.
"Emangnya kamu nggak bangga jadi prajurit istana ha?!" Timpal Janu yang juga ikut kesal.
"Aarrgghh, lepaskan! Mau aku buat mata kalian berlubang dengan tangan ku?" Ancam Wingsang balik sembari masih di piting oleh Kivan.
"Aku bangga, hanya saja itu taktik agar kalian merasa terdorong semangatnya untuk lebih giat berlatih," lanjutnya.
"Jadi udah sejak kapan kamu jadi prajurit di Majapahit?!" Tanya Sanja.
"Tidak ada urusannya dengan kalian tentang sudah berapa lama aku menjadi prajurit! Argghh, sekarang lepaskan aku. Kalian juga harus istirahat kan? Besok kalian harus berangkat ke Sunda."
Akhirnya mereka bertiga melepaskan Wingsang, lalu sedetik kemudian mereka pergi masuk ke dalam asramanya masing-masing untuk beristirahat. Begitu juga dengan Wingsang, setelah menetralkan napasnya ia menyusul teman-temannya beristirahat ke dalam asramanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Lost In The 14th Century [END].
Ficción histórica⚠️[JANGAN LUPA KASIH VOTE]⚠️ Pernahkah kamu mendengar mitos tentang dimensi lain? Atau pernahkah kamu mendengar cerita tentang orang tersesat di sebuah dimensi lain yang mengandung banyak sejarah? Mungkin semua ini terdengar seperti mitos belaka...