Lembar 29 || Perjalanan Menuju Kota Surabhaya.

40 15 0
                                    

Ini adalah petualangan terbesar kedua mas Naung dan Sanja yang akan menyusuri bumi Jawa Dwipa dari pusat kerajaan Majapahit hingga ke ujung barat tanah Jawa yaitu kerajaan Sunda Galuh.

Mereka memacu langkah si kuda menyusuri jalan besar penghubung ibu kota dan pelabuhan raya di pesisir utara, Surabaya.

Setelah memacu kudanya begitu lama, Sanja, mas Naung dan Wingsang pun beristirahat disuatu pasar yang cukup ramai.

Mereka berhenti di sebuah warung untuk sekedar istirahat dan mengisi perut, juga sembari membiarkan kuda-kuda yang mereka tunggangi memakan rumput dan tak lupa mereka bertiga membeli garam dan gula aren untuk menambah stamina kuda-kuda mereka.

"Maaf paman kalau boleh tau, ini pasar apa yaa? Sejak dari Trowulan aku rasa pasar ini yang paling ramai di sepanjang perjalanan kami," tanya Sanja.

"Disini juga masyarakatnya sangat maju banyak rumah-rumah dan penginapan yang sudah tertata rapi," timpal mas Naung kepada penjaga warung sambil melahap makanannya.

"Ini pasar Mojokerto kisanak, daerah paling strategis untuk istirahat karena ini memang daerah pertengahan antara Trowulan dan pelabuhan Surabhaya, daerah ini memang ramai karena ini tempat transit para saudagar dan para petinggi kerajaan yang sedang lalu lalang di jalur perniagaan dan jalur utama."

"Disini juga ada dermaga ditepi sungai Brantas, para kapal-kapal dagang dan kapal kerajaan sering istirahat disini setelah menempuh perjalanan yang melelahkan," lanjut kakek pemilik warung sambil mengaduk wedang jahe pesanan mereka.

"Ooohh pantas saja daerah ini sungguh sangat maju dan berkembang, masyarakatnya juga sangat makmur," jawab Wingsang mengiyakan.

"Iya kisanak, ini berkat kemajuan dan perkembangan yang pesat dari kerajaan Majapahit. Ini kisanak diminum wedangnya, agar menambah kekuatan kisanak bertiga dalam perjalanan nanti," ujar paman itu sembari memberikan tiga gelas wedang jahe kepada Sanja, mas Naung dan juga Wingsang.

Tiga pemuda tampan itu menyambutnya dengan baik, dan meneguk habis isinya, lalu dengan sopan mereka mengembalikan kedua gelas itu kepada pemiliknya.

"Ngomong-ngomong kisanak ini dari mana, mau kemana? Kalau di lihat dari postur kalian, kalian pasti bukan orang sembarangan," tanya orang itu itu sembari menyambut tiga gelas wedang jahe dari tangan mereka.

"Aahh kami pemuda biasa yang sekedar ingin jalan-jalan saja," jawab mas Naung mencoba menutupi identitas mereka.

"Tapi kelihatannya tubuh kalian kekar-kekar, seperti prajurit saja."

"Itu karena kami sering bekerja di sawah membantu orang tua kami saja," jawab Wingsang mengalihkan.

"Iyaa benar itu kata sahabat saya, hehe." Sanjapun mengiyakan ucapan Wingsang.

"Oh iya paman, disini kira-kira dimana yaa kami bisa bermalam?" Tanya Wingsang mengalihkan pembicaraan.

"Masalah penginapan jangan khawatir kisanak, disini tempatnya para musyafir beristirahat. Jadi mau yang mahal atau mau yang paling murah banyak tersedia disini."

"Kalau di sebelah sana, kebanyakan diisi oleh orang-orang berjubah dan berjenggot panjang, banyak yang bilang mereka itu saudagar dari tanah arab, sementara penginapan yang di sebelah sana kebanyakan di isi oleh para saudagar dari kulit putih yang bermata sipit, dan sebelahnya kebanyak dari tanah Hindustan."

"Kalau yang di depan sana yang paling spesial adalah asrama yang dibuat khusus untuk menginap para abdi negara, entah itu keluarga istana atau prajurit, yang jelas komplek itu khusus untuk orang-orang kerajaan yang ingin beristirahat dalam perjalanannya."

"Dan biasanya dari mereka semua banyak yang berkumpul disini untuk makan malam, mereka sangat akur walau berasal dari latar belakang dan negara yang berbeda," jelas pria itu panjang lebar.

Get Lost In The 14th Century [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang