Lembar 18 || Sisi Lain Mpu Sasora.

56 21 0
                                    

"Jangan ambil barang-barang kami, tolong! Kami hanya ingin melintas saja."

Tiba-tiba terdengar beberapa orang yang tengah di rampok oleh perampok yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang punggawa istana. Suara itu membuat kelima pemuda yang tadinya sedang asyik bercanda, kini menghentikan aktifitasnya.

"TIDAK BISA! ATAS PERINTAH RAJA SETIAP ORANG YANG HENDAK MELINTASI WILAYAH INI, KALIAN HARUS MEMBAYAR SETIDAKNYA 20 UPETI !" Kata perampok yang mengaku-ngaku sebagai punggawa istana.

"Ki Medeng! Laki-laki tua itu ternyata belum juga bertaubat, sudah lumayan lama aku tidak melihatnya, ku kira setelah aku hampir membunuhnya waktu itu dia sudah kapok dan akan bertaubat," kesal Wingsang di dalam hatinya.

"Hei Wingsang bener apa yang dikatakan sama orang-orang itu?" Tanya Kivan kepada Wingsang. Pemuda itu terlihat kesal dengan perampok itu yang berusaha menjatuhkan nama baik raja dan kerajaan.

"Kau bercanda? Tentu saja itu tidak benar! Raja tidak pernah sekalipun menarik upeti sebanyak itu," bela Wingsang.

Wingsang tiba-tiba mendapatkan ide untuk menguji sudah seberapa kemampuan keempat kawannya yang selama ini berlatih bersama Mpu Sora di padepokannya.

"Hei kalian, aku ada tantangan untuk kalian," ujarnya sembari mengeluarkan evile smilenya.

"Aku akan melatih kalian dengan sungguh-sungguh kalau kalian bisa mengalahkan atau hanya sekedar menangkap para perampok itu. Bagaimana, menarik bukan? Anggap saja ini juga termasuk latihan untuk kalian sebelum menjadi prajurit kerajaan," lanjutnya sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Kau kira kita bodoh dan nggak tau soal rampok itu ha? Tuh rampok mantan jawara, ilmu kanuragannya udah tinggi. Sementara kita? Boro-boro punya ilmu, gerakan dasar bela diri aja kita masih kagok. Nggak ah mending  kamu aja sana, ilmu kita belum cukup," protes Sanja.

"Ck, pengecut! Katanya ingin daftar jadi prajurit, kalau begini cara kalian lebih baik menyerah saja untuk menjadi prajurit! Gertak Wisanggeni.

"Dih nggak gitu juga kali woy. Bayangin aja lah mana bisa seseorang yang masih berada di tingkat satu di suruh ngadepin orang yang udah tingat 20," kini Janu menyahuti.

"Anggap saja ini sebagai latihan dari ku untuk kalian, cepat sana," Wingsanggeni berusaha mendorong tubuh mereka satu persatu agar mendekati perampok itu.

Saat mereka tengah asik berdebat, Mpu Sasora datang. Beliau berdiri tak jauh di depan mereka. Melihat Mpu Sasora datang, Kivan berpikir bahwa ini akan jadi kesempatannya untuk mengadukan Wingsang.

Dengan langkah yang dramatis cowok berlesung pipi itu berlari dan berpura-pura merengek kepada Mpu Sasora, ia pun berdiri bergelayutan dan bersembunyi di balik punggung Mpu Sasora.

"Kakek guruu, lihat tuh Wingsang sedang berusaha menjadikan kita tumbal untuk melawan perampok itu," rengeknya.

Mas Naung, Sanja dan Janu yang melihat itu langsung mengikuti tindakan Kivan.

"Tcih, cengeng!" Ejek Wingsang

Mpu Sasora menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kelima muridnya yang sejak awal bertemu tidak pernah akur.

"Wingsang pergilah lawan Medeng dan anak buahnya itu. Kau tahu kan kalau dia bukanlah lawan yang sepadan untuk keempat teman mu yang seorang pemula? Ingat, istana sedang membutuhkan prajurit secepatnya dan mereka berempat adalah kandidatnya," kata Mpu Sasora menasehati.

"Lagipula yang sudah hapal dengan gerakan dan ilmu mereka hanya kau Wingsang," lanjut beliau.

Wingsang yang mendengar nasehat Mpu Sasora langsung terdiam, sementara keempat pemuda yang bersembunyi dan bergelayut manja kepada Mpu Sasora itu merasa puas melihat pemuda itu di marahi olehnya, sesekali cowok-cowok itu mengejek dengan menjulurkan lidahnya.

"Kau juga tahu kan kalau Kusuma dan Mahanta baru saja sembuh dari luka yang kau perbuat? Dan kau juga tahu kalau persyaratan untuk menjadi prajurit itu harus sehat fisik maupun mental. Jadi jangan membuatnya terluka lebih parah lagi, Wingsang," lanjut Mpu Sasora.

"Baik Mpu guru, maafkan aku. Tapi calon prajurit juga tidak boleh cengeng dan lemah guru, aku hanya berusaha untuk melatih mereka dengan caraku. Kalau mereka sudah tidak mampu dari awal lebih baik menyerah saja untuk menjadi prajurit. Istana tidak membutuhkan orang lemah dan tidak berguna seperti kalian!" ucap Wingsang masih berusaha menggertak keempat temannya itu.

"Dih, di jaga kalau ngomong. Kalau kamu merasa pantes buat jadi prajurit, gih daftar juga. Jangan cuma asal ngomong doang!" Balas Janu tak mau kalah.

"Aku kan sudah bilang, posisi prajurit tidak cocok untuk ku. Seharusnya aku sudah setara dengan Patih Gajah Mada!" Wingsang membalas lagi.

"CUKUP! HENTIKAN PERDEBATAN KALIAN!" Kivan dan ketiga temannya yang berada di dekat kakek itu terlonjak kaget mendengar bentakan Mpu Sasora.

Mereka benar-benar kaget dengan sisi lain Mpu Sasora yang ternyata bisa membentak juga. Pasalnya selama mereka bertemu dan berada di sisi Mpu Sasora, mereka hanya melihat sisi bijaksana dan lemah lembutnya saja.

"Mahanta, apa yang di katakan mengenai istana tidak membutuhkan orang lemah untuk menjadi prajuritnya itu benar. Kalian juga harus lebih banyak berlatih. Paling tidak kuasailah ilmu-ilmu dasar bela diri yang sudah ku ajarkan selama kalian berada di padepokan," ujar Mpu Sasora yang mulai melembut.

"Nah, dengarkan baik-baik perkataan Mpu guru, dasar lemah!"

"Kau juga hentikan Wingsang! Sudah berapa kali aku mengingatkan mu untuk tidak merasa paling kuat di antara yang lain, hilangkan sifat sombong mu itu. Aku melatih dan mengangkat mu sebagai murid ku itu untuk kebajikan, bukan untuk mencaci serta menyombongkan itu semua! Sekarang cepat lawan perampok itu agar kau cepat melatih keempat teman mu ini!"

Wingsang hanya menundukan kepala dan bergegas menghampiri si perampok setelah sang guru memintanya.

"Baik mpu guru."

Get Lost In The 14th Century [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang