19.

61 3 0
                                    

"Vio, kata Rei dia sudah nggak tinggal di rumah. Jadi lu boleh pulang kapan aja", ucap Livy suatu hari.

"Hah? Gimana, gimana?", tanya Viona kaget.

"Rei sudah angkat kaki dari rumah itu. Itu rumah lu kan? Hadiah pernikahan dari ayah lu. Jadi, Rei merasa lu lebih berhak tinggal disitu daripada dia. Rei nyuruh lu pulang, Vio. Nggak enak nginap rumah orang terus katanya, yah... walau gue enggak keberatan sih lu nginap disini", ucap Livy panjang lebar.

Viona terdiam, jadi begini akhirnya? Mereka benar-benar akan berpisah. Rei sudah angkat kaki dari rumah mereka berarti... Rei memang mau cerai darinya. Memikirkan itu, Viona jadi merasa hampa dan kosong.

"Hmm, lu enggak mau coba hubungi Rei, Vio?", tanya Livy hati-hati.

"Ingin sih, Liv. Tapi gue masih merasa dia masih marah sama gue. Buktinya dari kemarin dia enggak hubungi gue sama sekali", jawab Viona.

"Enggak tau ya, Vio, kan lu lebih kenal suami lu daripada gue. Tapi kalau dibilang marah kayaknya enggak juga. Buktinya dia masih peduli sama lu. Kadang juga dia tanya ke gue tentang kabar lu disini gimana".

"Tapi kenapa dia enggak hubungi gue langsung kalau kayak gitu?", tanya Viona.

"Gengsi mungkin... sama kayak lu", jawab Livy.

Apa benar karena gengsi? Viona juga gengsi? Selama ini Rei yang selalu menurunkan egonya, hingga Viona terbiasa diratukan. Mungkin kali ini Rei sudah jenuh padanya.

"Mendingan lu hubungi Rei deh, Vio. Komunikasikan baik-baik. Ini semua cuma salah paham, kok. Jangan sampai lu nyesel nantinya. Atau... lu masih ada perasaan sama Felix?", tanya Livy.

"No, Livy. I've done with him. I moved on already. Gue cuma mau mastiin Felix baik-baik aja".

"He is, Vio. If you stop talking with him. Dengan lu cari-cari dia terus, lu malah make him feel guilty dan memberi dia harapan terus. Btw, gue ngomong gini bukan maksud merebut Felix ya".

Viona terdiam. Benarkah ini salah dirinya selama ini yang selalu mencari Felix dan menganggapnya teman? Sekarang ia harus kehilangan Rei.

°°°

Akhirnya setelah seminggu lebih ada kabar baik, kalau biaya pengobatan Felix akan diganti rugi oleh pihak keluarga Rico. Sehingga satu masalah terselesaikan.

Sekarang Viona sudah kembali ke rumah yang ditempatinya bersama Rei. Hanya ada mbok Noni yang menungguinya. Rei benar-benar sudah tidak ada, sudah pergi.

Rasanya sepi sekali. Setiap sudut rumah mengingatkannya pada Rei.

Viona membayangkan Rei yang sedang makan, memasak, nonton tv, duduk di sofa. Bahkan masih ada beberapa pakaian Rei yang masih tersisa karena waktu Rei pergi belum sempat kering. Masih ada alat-alat mandi Rei juga.

Tanpa sadar, air mata Viona mulai menetes. Ia sangat merindukan Rei. Sudah beberapa malam ini ia tidur dengan memeluk bantal yang dipakaikan baju Rei. 

Viona takut menghubungi Rei, takut ditolak. Ia belum siap mendengar jika suaminya benar-benar ingin bercerai.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
To Our HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang