25.

76 2 0
                                    

Jadi, ini benar-benar jaket jasnya? Tidak akan Viona lepas lagi.

"Re.. Rei", ucap Viona salah tingkah. Ia segera berdiri dan oleng, namun Rei segera menangkapnya sebelum Viona jatuh.

Kini mereka berpelukan dan saling memandang. Ada rasa rindu di mata mereka masing-masing.

"Are you okay, Vio?", tanya Rei. Betapa rindunya Viona pada suara itu. Ia ingin menangis tapi ia tahan, gengsi juga. Apalagi ada ayahnya.

"Papa masuk duluan, ya", ucap ayah Viona memberi anak dan menantunya privacy.

Begitu ayah Viona pergi, Viona segera melepas pelukan mereka. Ia segera berjalan santai sepanjang pantai dengan muka merah dan hati berdebar-debar, diikuti Rei di belakangnya.

Mereka sama-sama diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan, sampai akhirnya Viona bertanya, "kau kemana saja?"

Rei hanya berkata, "I've been busy. Sorry".

"Apaan maksudnya? Jelasin sampe titik koma", ucap Viona yang jengkel karena jawaban Rei terlalu sederhana. Masa Viona harus tebak-tebak sendiri.

Rei menghela nafas, "okay, where should I start? Terakhir kita bertemu adalah saat kejadian dengan Rico bukan? Kamu pingsan. It's been a week and I kinda blame myself for that. Aku enggak seharusnya pergi. Meninggalkanmu sendiri adalah penyesalanku yang terbesar. I just thought you really want to dispose me, makanya aku pergi, tapi aku juga enggak mau cerai. Pengecut banget ya?".

Viona hanya diam mendengarkan penjelasan Rei, hingga Rei melanjutkan, "selama ini aku terus berpikir hubungan kita mau dibawa kemana, tapi ketika Livy memberitahu kalau kau diculik dan ketika si tengik Rico mengancam nyawamu dengan pisau I just realized I don't want to lose you".

"Terus kenapa ponselmu tidak aktif dan kenapa baru mengabariku sekarang?", tanya Viona.

"Aku kecopetan", jawab Rei.

"Hah?"

"Ponsel dan dompetku hilang diambil orang entah kapan, makanya seminggu ini aku sibuk mengurusi hal itu. I should have told you, but thought you are just healing from trauma. So..."

Ya ampun, pantas semuanya bilang Rei baik-baik saja, karena memang dia baik-baik saja. Sialan, aku malah berpikir kejauhan, kirain Rei terluka atau semacamnya. Pikir Viona.

Viona tetap diam, walau sempat salah paham, tapi sekarang... semua kata-kata Rei seakan-akan mengangkat beban di hati Viona.

Viona memandangi matahari terbenam yang indah, Rei menemani di sampingnya.

"Indah, ya?", tanya Viona.

"He eh", jawab Rei.

"Rei".

"Hmmm?"

"Kita pulang, yuk!"

"Yuk, aku ikut", ucap Rei sambil menjulurkan tangannya untuk menggandeng Viona.

Viona menggeleng, Rei bingung.

Viona mendekat dan berbisik di telinga Rei, "to our home".

Rei tersenyum mendengar kata-kata Viona. Ia langsung mencium bibir Viona, ciuman penuh kerinduan. Awalnya pelan, semakin lama semakin dalam. Bibir bertemu bibir, lidah bertemu lidah. Saling menghisap dan mengecap.

"Rei", desah Viona. Ia memandang sayu pada Rei. "I think I love you".

Rei membelai wajah cantik Viona, "I love you too, Vio. Always".

Mereka pun jalan bergandengan diiriingi matahari terbenam.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
To Our HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang