"Apa dia bilang siapa namanya? Calon Arang kah namanya?" pertanyaan keluar begitu saja dari mulut Dhanwa.
Kepala Sedayu menggeleng ke kanan dan kiri sehingga membuat kekhawatiran Dhanwa sedari tadi seolah lenyap. "Bukan, Bopo."
"____" Tak ada kata yang keluar dari mulut Dhanwa walau batinnya mendesah lega. Syukurlah kalau begitu. Asal bukan Si Calon Arang terkutuk itu maka semua aman terkendali.
"Namanya mirip dengan Sedayu, Bopo." Sedayu tersenyum geli. "Dayu Datu. Begitu perempuan tua itu memperkenalkan dirinya. Nama kami mirip bukan?"
Dhanwa langsung jatuh terduduk di lantai mendengar perkataan Sedayu. Demi Dewa. Rasanya dirinya lupa bagaimana cara bernapas dengan baik dan benar. Semua udara bagai tersangkut di tenggorokan sehingga membuat dadanya sesak.
Dayu Datu... Nama asli Calon Arang.
Aaarrggghh!
Memang tidak semua orang tahu nama asli dukun ilmu hitam asal Pulau Bali itu. Hanya mendengar nama Calon Arang disebut saja orang-orang dahulu sudah ketakutan. Mana mau mereka mencari tahu lebih lanjut tentang dukun perempuan itu.
Kini waktu telah berlalu ratusan tahun. Cerita Calon Arang memang dikisahkan dari generasi ke generasi selanjutnya sebagai pengingat bahwa dukun perempuan itu membahayakan dan perlu dijauhi. Hal tersebut ternyata berhasil bukan hanya menanamkan ketakutan di pikiran orang-orang terhadap sosok dukun perempuan tapi juga menciptakan hukuman cukup berat bagi para perempuan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Namun, Dhanwa bukan penduduk biasa. Dirinya berpengetahuan luas sehubungan dengan pekerjaannya dulu kala. Makanya kisah lengkap Calon Arang pernah didengarnya dahulu kala termasuk nama asli si dukun perempuan itu.
Sedayu segera bangkit dari duduknya lalu menggapai tangan sang ayah. "Bopo! Bopo sakit?" tanyanya tak dapat menyembunyikan kecemasannya.
Bopo adalah satu-satunya keluarga yang dimiliki Sedayu di dunia ini. Satu hal yang selalu dimohon saat berdoa yaitu semoga Boponya bisa sehat dan panjang umur. Tentu Sedayu ingin bisa makan enak serta memakai kain indah tapi bukankah Dewata tidak menyukai anak yang serakah? Oleh karena itu, doa menyangkut kesenangan duniawi tadi hanya bersemayam dalam pikiran saja tanpa benar-benar berani untuk diucapkan.
Cukup ada Bopo maka Sedayu sudah bersyukur. Bopo baik-baik saja artinya Sedayupun baik-baik saja. Tidak terbayang berapa mengerikan hidup Sedayu jika Bopo tiada. Tidak... Tidak... Bopo pasti panjang umur. Harus panjang umur hingga sampai dipanggil Mbah oleh anak Sedayu kelak.
"Ah, Bopo tidak apa-apa, Nduk." Dhanwa berusaha tersenyum walau mungkin akan terlihat aneh.
Sedayu berdiri tegak. "Sedayu ambilkan air dulu untuk Bopo." Namun baru selangkah, Dhanwa menahan tangannya sesaat sehingga Sedayu berhenti.
"Nanti saja ambil air minumnya!" Dhanwa bangkit berdiri kemudian melangkah ke dipan lalu mendudukinya. Menepuk pelan kayu di sebelahnya sebagai isyarat agar Sedayu ikut duduk. "Bopo mau menceritakan tentang sesuatu," ucapnya tenang.
Sedayu patuh jadi dirinya duduk di samping ayahnya. "Cerita?"
Sebenarnya Sedayu merasa aneh karena dirinya bukan anak kecil lagi hingga perlu diceritakan dongeng sebelum tidur. Tapi tak ingin membantah perkataan ayahnya maka Sedayu menurut. Pokoknya, Sedayu akan jadi anak yang berbakti.
"Sebelum bercerita, maukah kau berjanji pada Bopo untuk merahasiakan peristiwa malam ini, tentang mantra serta apapun yang terjadi di mimpimu pada siapapun, tanpa terkecuali, Nduk?"
Wajah Sedayu berubah sendu seketika. Jemarinya saling meremas gelisah. Tertunduk tak berani menatap sang ayah. "A-Apa Sedayu melakukan hal yang salah, Bopo? Maaf, Bopo," sesalnya dengan suara bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Calon Arang
Historical FictionBukan cerita tentang Ratu dan Raja. Bukan juga cerita tentang Putri dengan Pangerannya. Bukan pula cerita tentang persaingan Ratu dan Selir untuk mendapat hati sang Raja. Ini cerita tentang seorang dukun perempuan yang tersembunyi di dalam bangunan...