Sedayu berjalan di belakang Nyi Pradni. Tentu diikuti pula oleh dua orang abdi dalem. Memang Sedayu akhirnya menceritakan tentang pertemuannya dengan Pangeran Rangga Samudra tadi malam tapi tentu tidak semua.
Bagian di mana sang Pangeran memeluk serta mengecup telinganya tentu akan jadi rahasia yang Sedayu bawa sampai liang lahat. Sumpah demi apapun, Sedayu tidak berani bercerita. Bukan tak mempercayai Nyai Pradni tapi takut membuat beliau kecewa.
Semua laki-laki terlarang untuk Sedayu. Jika diberi peringkat maka Pangeran Rangga Samudra pastinya akan berada di urutan teratas. Tak terbayang berapa murkanya Panembahan Senopati jika tahu.
Dukun dan calon raja adalah dua hal yang tidak boleh menyatu dalam ikatan hati. Selayaknya air dan minyak yang tak akan pernah bisa melebur jadi satu, hanya bisa saling bersisian. Dukun perempuan bukan pasangan tapi pendukung semata.
Lagipula, tidak ada laki-laki normal yang mau beristrikan dukun. Jangankan istri, lah jadi gundik saja mustahil. Dukun perempuan biasanya akan hidup selibat hingga akhir hayat. Contoh orangnya, tentu kini sedang berjalan di depan Sedayu. Iya, Nyi Pradni adalah orangnya. Dukun perempuan yang tersembunyi di Keraton Mataram.
Sedayu tidak buta untuk sadar bahwa Nyai Pradni itu cukup cantik padahal kini sebagian kulit wajahnya sudah keriput. Jadi bisa dipastikan bahwa ketika beliau masih muda dulu, Nyai Pradni lebih cantik lagi. Maka seharusnya tidak sulit untuk mendapatkan suami. Namun, kenyataannya beliau tidak pernah menikah hingga detik ini.
"Sampaikan kedatanganku!" perintah Nyai Pradni pada pengawal penjaga Gedong Jelantir yang adalah tempat kediaman Pangeran Rangga Samudra.
Salah satu pengawal tentu masuk ke dalam menemui majikannya. Ini kali pertama Sedayu mendatangi kediaman Pangeran Rangga Samudra. Hmm, sebenarnya belum pernah ke kediaman Pangeran manapun sebab tidak ada urusan. Paling banter, Sedayu ke wilayah keputren tempat kediaman para putri atau ke kediaman Ratu.
"Pangeran memerintahkan untuk masuk. Beliau ada di ruang baca," ucap pengawal yang telah kembali.
"Tunjukkan jalannya!" perintah Nyai Pradni dingin.
Sumpah, Sedayu makin yakin jika gurunya itu punya kepribadian ganda, Eh.
"Baik, Nyai," jawab si pengawal sambil membungkuk hormat lalu berjalan di depan kami sebagai pemandu.
Tempat kediaman Pangeran Rangga Samudra cukup luas. Dibagi menjadi beberapa ruang sesuai fungsinya. Kami diarahkan menuju ruang sebelah kiri.
Pertama yang terlihat adalah Pangeran Rangga Samudra yang duduk di belakang meja jati. Tidak terlalu banyak barang di sekeliling ruangan. Sebaliknya, di atas meja terdapat bertumpuk kitab serta gulungan kertas yang sepertinya berisi titah resmi Kerajaan Mataram.
"Selamat siang Pangeran, maaf hamba mengganggu. Sepertinya Pangeran tengah sibuk," ucap Nyai Pradni setelah si pengawal pamit undur diri.
Wajah Pangeran Rangga Samudra terangkat lebih tinggi. "Pasti ada yang penting hingga Nyai Pradni datang ke tempatku. Bukannya, terakhir Nyai kemari saat aku berusia 7 tahun?"
"Senang Pangeran masih ingat." Nyai Pradni menjeda sejenak sebelum melanjutkan perkataannya, "Sama seperti dulu, kedatangan hamba untuk menghilangkan hal buruk yang seharusnya tidak bersemayam di tubuh Pangeran dan sekalian membersihkan tempat ini." Menengok ke arah Triti dan Sarsih--abdi dalem yang kami bawa--lalu memberi perintah tanpa mau menunggu izin Pangeran, "Taburkan garam serta air suci ke setiap pojok ruangan."
"Baik Nyai," jawab Triti dan Sarsih patuh. Mereka tadi memang membawa peralatan sesuai perintah Nyai Pradni.
Tak berkeinginan untuk melarang. Justru Pangeran Rangga Samudra malah memandang tajam ke arah Sedayu. "Apa Nyi Datu memberi tahu pada Nyai Pradni?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Calon Arang
Historical FictionBukan cerita tentang Ratu dan Raja. Bukan juga cerita tentang Putri dengan Pangerannya. Bukan pula cerita tentang persaingan Ratu dan Selir untuk mendapat hati sang Raja. Ini cerita tentang seorang dukun perempuan yang tersembunyi di dalam bangunan...