Perasaan Sedayu kacau balau walau dirinya tetap berusaha berjalan dengan tenang di belakang Nyai Pradni. Gurunya cerdas jadi beliau mungkin mulai mengendus ada sesuatu yang tidak biasa antara Pangeran Mas Jolang dengan Sedayu sejak insiden di Sedang Tuk Si Bedug.
Namun, seperti dulu saat terkait almarhum Pangeran Rangga Samudra, Nyai Pradni juga tidak melarang ataupun memberi izin. Beliau malah bersikap seolah pura-pura tidak peduli. Tak juga mencecar guna ingin tahu lebih dalam. Hanya saja, Sedayu tidak ingin terlalu menampilkan keresahannya terhadap keadaan Pangeran Mas Jolang di hadapan gurunya itu.
Selangkah demi selangkah hingga akhirnya mereka--Nyai Pradni, Sedayu, dan lima orang abdi dalem keraton selatan--tiba di Gedong Trapus. Di tempat ini ternyata cukup ramai, ada tabib dan beberapa abdi dalem. Mereka berdiri diam namun sebagian lagi terlihat lalu lalang. Hal yang membuat Sedayu makin dilanda penasaran.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Tidak bangun dari tidur itu maksudnya bagaimana?
Nyai Pradni maupun Sedayu tidak diberi tahu... ralat, belum diberi tahu tentang detail kejadiannya secara lengkap. Pelayan Kanjeng Ratu Mas Waskitajawi hanya diminta untuk memanggil Nyai Pradni dan Sedayu agar segera mendatangi kediaman Pangeran Mas Jolang sebab laki-laki tersebut sampai sekarang belum bangun dari tidurnya. Pelayan itu juga bilang, jika nanti sang Ratu sendiri yang akan menjelaskan lebih lanjut.
Pangeran Mas Jolang memang tidak dalam keadaan sehat wal afiat. Seminggu telah berlalu sejak pasukan Mataram kembali ke keraton setelah gagal menghentikan pemberontakan Adipati Pragola asal Pati. Gagal bukan sebab kalah dalam peperangan. Bagaimana mau perang jika musuh--Wasis Jayakusuma alias paman Pangeran Mas Jolang--menolak melawan sang keponakan.
Ini juga kali pertama bagi Sedayu batal terlibat dalam perang. Memang Sedayu tidak bertarung layaknya prajurit di medan perang. Sepertinya biasa, dirinya akan berada di gua atau malah di barak tempat pasukan beristirahat. Tepatnya di tempat khusus yang pasti telah disediakan. Sendirian guna bersiap melindungi prajurit Mataram dari serangan gaib lawan.
Konon, Pasukan Pangeran Mas Jolang sudah berhadapan dengan pasukan Adipati Pragola itu di dekat Prambanan. Akan tetapi, Wasis Jayakusuma yang bertemu muka dengan keponakannya tanpa tedeng aling-aling langsung menolak berperang. Dirinya malah meminta Panembahan Senopati sendiri yang datang guna menghadapinya.
Namun, Pangeran Mas Jolang bersikeras untuk melawan pamannya sebagai bentuk tanggung jawabnya pada Mataram. Tenang, Pangeran Mas Jolang juga tidak berencana membunuh sang paman tapi hanya berniat membuat beliau dan pasukannya menyerah. Durhaka itu bukan nama tengah Pangeran Mas Jolang maka tak mungkin dirinya jadi keponakan yang durhaka. Sumpah, Pangeran Mas Jolang tidak pernah bercita-cita membunuh anggota keluarganya sendiri.
Sayangnya, sang paman tiba-tiba menyerang padahal mereka masih berbicara. Pangeran Mas Jolang tentu tak sempat menghindar. Alhasil, tongkat Wasis Jayakusuma berhasil menghantamnya. Bukan itu saja yang membuat Pangeran Mas Jolang kehilangan kata tapi setelah melukai, pamannya pergi begitu saja serta memberi komando agar prajurit Pati mundur.
Bisa saja Pangeran Mas Jolang terus mengejar dan kukuh berperang. Namun, sesaat sebelum pergi, sang paman melemparkan gulungan surat serta sederet kata yaitu Segera berikan pada ayahmu yang tidak tahu malu itu jika ingin masalah ini bisa selesai. Berhubung tujuan sebenarnya dari serangan ini adalah menghentikan pemberontakan maka Pangeran Mas Jolang ikut mundur teratur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Calon Arang
Historical FictionBukan cerita tentang Ratu dan Raja. Bukan juga cerita tentang Putri dengan Pangerannya. Bukan pula cerita tentang persaingan Ratu dan Selir untuk mendapat hati sang Raja. Ini cerita tentang seorang dukun perempuan yang tersembunyi di dalam bangunan...