Sedayu menengok ke arah pintu yang terbuka di mana Pangeran Mas Jolang tengah melangkah memasuki kamar. Pandangan mereka bertemu sesaat sebelum sama-sama beralih pandang ke ranjang tempat Nyai Pradni tengah terbaring lemah. Beliau kan memang dalam keadaan sakit parah.
Terdengar erangan pelan walau mata Nyai Pradni tertutup. Sedayu sebenarnya tidak tega namun bagaimana lagi jika ajal tak kunjung menjemput. Tentu sedih saat raga tak bisa lagi bersua karena terpisah oleh kematian tapi dibanding melihat gurunya merasa sakit berkepanjangan.
Sungguh, Sedayu sudah ikhlas.
"Maaf Nyai, aku datang terlalu lama," ucap Pangeran Mas Jolang yang memilih duduk di sisi ranjang bersebrangan dengan posisi Sedayu. Kini mereka berada di kanan dan kiri Nyai Pradni.
"Mulai sekarang, Sedayu akan jadi urusanku sebab dia sudah menjadi istriku. Aku akan melindunginya sesuai janjiku padamu termasuk dari Ayahandaku sendiri." Tersenyum sendu. "Nyai bisa pergi dengan tenang. Giliran aku yang akan menjaga dan menyayangi muridmu ini."
Tak terasa air mata Sedayu telah menetes jatuh. Sedayu meremas pelan telapak tangan Nyai Pradni yang memang sedari tadi berada dalam genggamannya. Walau begitu, wajah Sedayu terangkat guna memandang Pangeran Mas Jolang meminta penjelasan.
Nyai Pradni sudah tahu soal pernikahan ini?
Jadi hanya Sedayu yang tidak tahu apa-apa.
Seperti paham akan arti pandangan Sedayu, Pangeran Mas Jolang tersenyum sebelum bersiap menyampaikan kebenaran, "Apa kau pikir, aku menikahimu tanpa mendapat restu dari Nyai Pradni terlebih dahulu? Menurutmu, mungkinkah aku merencanakan semuanya sendirian?"
"_____" Sedayu terdiam guna memahami maksud ucapan Pangeran Mas Jolang.
"Cinta sejati dapat mengalahkan dunia. Itu ungkapan bohong, Sedayu. Cinta saja tidak cukup. Apalagi status kita yang bukan orang biasa. Dunia tidak akan berubah tapi justru kita yang harus menyesuaikan diri dengan aturan dunia."
"____" Sedayu diam, Sedayu menyimak.
Pangeran Mas Jolang mengambil napas lalu menghembuskannya perlahan terlebih dahulu. "Tapi menyerah tanpa berusaha bukan gayaku. Aku mencintamu dan ingin bersamamu. Aku tidak ingin menyesal. Toh, kita hanya hidup sekali saja. Kesempatanku cuma di kehidupan ini. Maka aku melakukan pertukaran dengan Ayahanda demi dapat menikahimu. Ayahanda juga bukan orang yang mudah jadi aku perlu waktu serta butuh bantuan agar berhasil meyakinkannya."
"Kanjeng Ratu," tebak Sedayu saat matanya tak sengaja terarah pada selingkar cincin di jari manisnya.
"Iya, Ibunda Ratu membantuku. Selain Nyai Pradni tentu Ibundaku ikut serta dalam rencana ini." Pangeran Mas Jolang ikut memandang cincin yang kini tersemat di jari manis Sedayu. "Bisa dibilang bahwa cincin itu bentuk restu dari Ibunda Ratu. Konon cincin yang kau pakai kini adalah cincin dari mediang nenekku yang diberikan saat Ibundaku menikah dulu. Cincin itu berharga, Sedayu. Berharga bukan hanya karena nilainya tapi juga sejarahnya."
"____" Sedayu terdiam tapi batinnya sedikit lega. Paling tidak dirinya mendapat restu sebab pernikahan tanpa restu ibu itu rasanya tampak berat.
"Sebelum berbicara pada Ayahanda, aku tentu terlebih dahulu memberitahu rencana yang akan aku jalankan pada Ibunda Ratu." Pangeran Mas Jolang nyengir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Calon Arang
Historical FictionBukan cerita tentang Ratu dan Raja. Bukan juga cerita tentang Putri dengan Pangerannya. Bukan pula cerita tentang persaingan Ratu dan Selir untuk mendapat hati sang Raja. Ini cerita tentang seorang dukun perempuan yang tersembunyi di dalam bangunan...