Ҡìʂâɦ 8

1K 164 25
                                    

Sedayu keluar dari kamarnya. Berjalan tenang dengan sebelah tangannya memegang caping. Para abdi dalem di keraton selatan menunduk hormat pada Sedayu kala berpapasan dengannya.

Bisa dibilang sepuluh tahun lalu dunia Sedayu jungkir balik. Kenikmatan dunia yang dahulu hanya angan-angan akhirnya kini bisa dinikmati. Memakai kain-kain indah, makan makanan enak hingga tinggal di tempat megah macam keraton. Namun, bayarannya juga setimpal yaitu Sedayu harus kehilangan ayahnya.

Benar dugaannya bahwa manusia itu tidak boleh serakah. Sang Pencipta tidak akan mungkin memberikan segala hal pada satu manusia di saat bersamaan. Sesuai ungkapan, tidak ada manusia yang sempurna karena manusia memang tidak boleh sempurna. Anehnya, jika diizinkan untuk memutar waktu, Sedayu lebih ingin memilih hanya memiliki Bopo dibanding meraih kesenangan duniawi ini.

"Tok... Tok... Tok." Tangan Sedayu mengetuk pintu kayu jati dengan ukuran indah di hadapannya.

"Masuk!" suara samar terdengar mempersilahkan Sedayu masuk.

Sedayu masih mempertahankan senyum kala matanya menatap perempuan tua yang sedang berbaring di ranjang. Seberapa sakti ilmu gaibnya tapi tubuhnya tetap termakan usia. Helaian rambut putih serta kerutan terus bertambah dari waktu ke waktu.

Nyai Pradni bangkit perlahan agar bisa duduk bersandar ke kepala ranjang. "Kau mau keluar dengan berpenampilan begitu terus, hm?" tanyanya menahan geli.

"Apa terlihat aneh, Guru?" tanya balik Sedayu setelah duduk di tepi ranjang berhadapan dengan Nyai Pradni.

Tangan Nyai Pradni terangkat menangkup sebelah pipi Sedayu lalu mengelusnya sesaat. "Setiap perempuan pasti ingin terlihat cantik. Selama tidak di sekitar wilayah keraton, kau boleh menggunakan kain indah atau hiasan rambut. Aku memberi barang-barang itu agar kau bisa pakai, bukannya malah kau tumpuk di kamarmu, Nduk."

Sedayu tersenyum. "Sudah dilarang tapi Guru terus-menerus membawa barang tak berguna itu. Jadi bukan salahku, Guru."

Mata Nyai Pradni memindai wajah Sedayu. Cantik... Cantik sekali malahan untuk ukuran anak dusun terpencil. Jika dia merias wajah serta memakai pakaian berbahan sutra pasti dikira putri kerajaan. Walau tanpa begitu sekalipun, Nyai Pradni yakin tak sedikit pria mau miminang Sedayu. Siapa sih yang tidak terpikat pada 'kecantikan' wajah?

Sayangnya, Sedayu tidak seperti perempuan lainnya. Dia terlarang untuk pria manapun. Oleh karena itu, Sedayu diminta Panembahan Senopati untuk memakai topeng. Permintaan yang Nyai Pradni yakin atas saran sang Maha Patih, Ki Juru Martani pastinya. Orang tua itu selalu punya seribu satu muslihat licik.

Harap diketahui bahwa sejak kecil kecantikan Sedayu sudah terlihat. Tidak perlu jadi dukun dulu untuk bisa menebak anak ini akan tumbuh menjadi gadis rupawan kelak. Mencegah hal-hal tidak diinginkan, misalnya salah satu Pangeran jatuh cinta atau utusan kerajaan lain yang datang ke Mataram tiba-tiba meminang Sedayu maka ide menyembunyikan wajah cantik Sedayu di balik topeng anggaplah sebagai ide cerdas Ki Juru Martani.

Nyai Pradni tidak mungkin melawan perintah sultan Mataram yaitu Panembahan Senopati maka tak membantah sama sekali. Dirinya sadar bahwa kekhawatiran Ki Juru Martani beralasan. Walau Nyai Pradni tidak menyukai kepribadian Ki Juru Martani tapi orang itu memang bertujuan untuk memberi jalan kejayaan bagi Kerajaan Mataram. Bukan hanya sekarang malah, bahkan sejak sebelum kerajaan ini ada.

Ki Juru Martani yang memberi berbagai saran sehingga akhirnya Panembahan Senopati berhasil memisahkan diri dari Kerajaan Pajang dan mendirikan Kerajaan Mataram. Tidak juga berkeinginan meraih kekuasaan tapi hanya pendukung semata. Itulah yang membuat Nyai Pradni tidak banyak ikut campur kecuali terpaksa seperti terkait rencana membawa orang dalam ramalan ke keraton.

Bukan Calon ArangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang