Sedayu menaiki kuda hitamnya yang gagah. Dibanding berada di dalam kereta kencana, Sedayu lebih suka menunggangi binatang berkaki empat ini. Mungkin pengaruh terlalu lama hidup terkurung dalam dinding keraton jadi bepergian sambil menikmati pemandangan jadi lebih menarik baginya.
Kanjeng Ratu Mas Waskitajawi ingin kum-kum alias berendam di kolam pemandian. Hal yang biasa dilakukan tanpa tujuan tertentu, walau kadang juga merupakan bagian dari ritual ruwatan. Sejak dahulu, air itu dianggap sebagai salah satu sumber kehidupan. Suci dan mensucikan sehingga dipercaya dapat menghilangkan kesialan atau keburukan dalam diri manusia.
Sebenarnya, anggota keluarga kerajaan biasanya hanya akan pergi ke Sendang Seliran. Kolam pemandian ini terletak di sebelah selatan kompleks makam Mataram. Sendang Seliran dan kompleks makam dipisahkan oleh tembok yang dihubungkan dengan Gapura Paduraksa. Permukaan tanah Sendang Seliran lebih rendah dari pada permukaan tanah sekitarnya, sehingga setelah melewati Gapura Paduraksa terdapat tangga menuju kompleks pemandian.
Halaman Sendang Seliran berukuran sekitar 25 m x 16 m, membentang dari barat ke timur. Di dalam kompleks ini terdapat dua seliran (kolam pemandian) yaitu, Sendang Seliran Kakung (pemandian laki-laki) di sebelah utara dan Sendang Seliran Estri (pemandian perempuan) di sebelah selatan. Masing-masing Sendang Seliran dikelilingi oleh tembok bata setinggi 2 meter.
Namun, untuk kali ini lokasi yang dipilih sang Ratu agak jauh dari keraton Mataram. Maka kepergian beliau akan didampingi oleh para pengawal kerajaan. Sedayu serta Nyai Pradni juga turut serta di dalam rombongan. Anggaplah, Sedayu ikut bersantai sejenak sebelum dikirim ke medan perang.
Kolam pemandian yang akan dituju itu terletak di Seyegan. Tepatnya, Sendang Tuk Si Bedug. Tentu bukan kolam pemandian biasa sebab merupakan salah satu tempat petilasan Sunan Kalijaga.
Konon saat itu, Sunan Kalijaga sedang melakukan syiar agama Islam ke berbagai daerah di Pulau Jawa. Di tengah perjalanan, beliau memutuskam untuk salat di tempat ini. Sayangnya, Sunan Kalijaga tidak menemukan setetes air sama sekali untuk wudhu. Lalu beliaupun berdoa.
Tak lama berselang, Sunan Kalijaga menancapkan tongkatnya ke dalam tanah. Alhasil, keluarlah air dari dalam tanah tersebut. Hingga saat ini airnya masih mengalir dan disebut Sendang Tuk Si Bedug.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Calon Arang
Historical FictionBukan cerita tentang Ratu dan Raja. Bukan juga cerita tentang Putri dengan Pangerannya. Bukan pula cerita tentang persaingan Ratu dan Selir untuk mendapat hati sang Raja. Ini cerita tentang seorang dukun perempuan yang tersembunyi di dalam bangunan...