Ada rencana dalam rencana. Suatu rencana rahasia yang sudah dirancang serapi mungkin. Namun ternyata ada orang lain yang juga tengah merencanakan sesuatu. Sayangnya, Sang Pencipta punya rencananya sendiri.
Apa daya rencana manusia jika berhadapan dengan takdir semesta. Sudah pasti ambyar jadinya. Paling tidak, satu hal yang perlu disyukuri yaitu rencana lawan dipastikan telah gagal total. Sebaliknya, rencana kami bisa dikatakan agak kacau tapi masih dapat diatasi.
Sesuai rencana, tugas Sedayu itu sederhana sebenarnya, yaitu mengawal Ratu... Ratu palsu tepatnya untuk kum-kum di Sendang Tuk Si Bedug. Selain Sedayu, hanya para pelayan serta pengawal utama dari Kanjeng Ratu Mas Waskitajawi yang mengetahui hal yang amat rahasia tersebut.
Hal ini pengecoh semata sebab sang Ratu yang asli sedang melakukan pertemuan dengan adiknya yaitu Wasis Jayakusuma yang kebetulan juga merupakan otak pemberontakan yang akan diserang beberapa hari lagi oleh Mataram. Percayalah, Kesultanan Mataram itu bagaikan gunung. Terlihat tenang di luar tapi bergejolak hebat di dalam.
Di dunia ini, satu keputusan bisa mengubah kawan menjadi lawan atau malah sebaliknya. Salah bersikap akibatnya runyam. Ibarat pepatah, karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
Itulah yang terjadi. Terjadi di Mataram maksudnya. Namun sebelum tersesat dalam prasangka yang keliru maka lebih baik menguraikan benang masalah yang kusut ini agar semua pembaca bisa paham duduk permasalahannya, Eh.
Berawal dari orang yang bernama Wasis Jayakusuma. Dia adalah putra Ki Ageng Panjawi, saudara seperjuangan dari Ki Ageng Pamanahan. Kakak perempuan dari Wasis Jayakusuma yang bernama Waskitajawi menikah dengan putra Ki Ageng Pamanahan yaitu Danang Sutawijaya. Hubungan pertemanan berkembang menjadi hubungan kekerabatan.
Danang Sutawijaya kemudian mendirikan Kesultanan Mataram tahun 1587. Dirinya naik tahta sebagai Sultan pertama bergelar Panembahan Senopati. Maka kakak perempuan Wasis Jayakusuma otomatis menjadi permaisuri utama bergelar Kanjeng Ratu Mas Waskitajawi.
Sementara itu, Wasis Jayakusuma menggantikan ayahnya sebagai Adipati Pati bergelar Pragola. Istilah Pragola sendiri didapatkannya setelah menukar kuda miliknya dengan sapi kesayangan Panembahan Senopati yang dinamakan 'Pragola'. Konon, Panembahan Senopati ingin menukar sapi kesayangannya karena kuda milik Wasis Jayakusuma memiliki kecepatan di atas rata-rata dibandingkan kuda umumnya.
Antara Pati dan Mataram serasa sederajat, walau Pati bukan merupakan kerajaan. Selama bertahun-tahun, tidak ada persaingan maupun perseteruan. Apalagi pada tahun 1590, Wasis Jayakusuma ikut membantu Mataram menaklukkan Madiun.
Hal cuma-cuma yang dilakukan sebab jika dipikir-pikir, tidak ada keuntungan sedikitpun yang didapat Adipati Pragola sebagai penguasa Pati jika Madiun tumbang. Apalagi penguasa Madiun juga bukan musuh Wasis Jayakusuma. Sebaliknya, kekuasaan Mataram dipastikan makin besar jika berhasil menaklukkan Madiun. Semakin luas pula wilayah Kesultanan Mataram.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Calon Arang
Исторические романыBukan cerita tentang Ratu dan Raja. Bukan juga cerita tentang Putri dengan Pangerannya. Bukan pula cerita tentang persaingan Ratu dan Selir untuk mendapat hati sang Raja. Ini cerita tentang seorang dukun perempuan yang tersembunyi di dalam bangunan...