Ҡìʂâɦ 13

864 151 24
                                    

Wajah Sedayu masih masam walau mereka kini telah berada di belakang rumah, tepatnya di tempat penyimpanan kuda. Bagaimana tidak masam jika barang yang dimaksud Tandu itu bukan emas permata melainkan busur panah termasuk anak panahnya. Si calon raja sinting itu juga hampir membangunkan salah satu penjahat hanya karena sebuah belati tua.

Sungguh, Sedayu ingin mencekik Tandu.

Tangan Tandu meraup muka Sedayu sambil menahan geli. "Tidak usah kau maju-majukan bibirmu. Ingat, kau ini laki-laki bukan perempuan!"

"___" Tak bersuara namun tentu Sedayu menepis tangan kurang ajar Tandu dari wajahnya.

"Belati ini bagiku lebih berharga dari apapun." Tandu mengangkat belati dengan bagian penutupnya berhias permata berwarna merah. "Belati hadiah pemberian ayahku. Bisa-bisa aku tak diakui sebagai anak lagi jika belati ini hilang." Sesaat dia membelai busur panahnya. "Panah adalah senjataku selama ini. Tidak mungkin aku tinggalkan begitu saja. Aku tanpa panah itu rasanya tak lengkap."

Cih, Memang dia pikir dirinya Arjuna jadi mesti bawa panah kemana-mana.

Sedayu menarik sebelah tangan Tandu agar dirinya bisa menulis. Cuma dua kata. Bukan urusanku! Setelah itu berderap guna mencari kudanya di antara kuda-kuda yang ditambatkan di palang kayu.

"Hahaha." Bukannya sakit hati Tandu malah tertawa.

Sebaliknya, kekesalan Sedayu makin bertambah sebab tidak ada kuda miliknya di sini. Sialan memang mereka. Entah, kantong uang, kantong alat ritual, keris serta kuda tak ada satupun miliknya yang bisa Sedayu dapatkan kembali. Walau memang dirinya mengambil keris milik salah satu penjahat. Anggaplah itu bentuk ganti rugi. Pokoknya, Sedayu harus punya senjata untuk melindungi diri.

"Kenapa lagi?" tanya Tandu saat mendekat ke arah Sedayu dan menyadari raut wajah teman sependeritaannya itu tampak bingung dan muram. Sayangnya, kepeduliannya hanya mendapat balasan berupa dengkusan.

"Tak aku sangka, ada ya laki-laki tapi ambekan macam kau! Dhanwa... Dhanwa!" ledek Tandu menahan geli.

Banyak mengembara membuat Tandu bertemu berbagai tipe manusia. Percayalah, dunia ini tidak hanya berisi laki-laki dan perempuan saja tapi ada juga yang agak menyimpang. Laki-laki kemayu hingga perempuan yang sikapnya mirip laki-laki, tegas dan garang.

Tandu memindai Dhanwa dari atas ke bawah. Pemuda bisu ini hampir setinggi dirinya. Sikapnya memang tidak kemayu dan gemulai tapi dibilang gagah juga tidak. Tapi entah mengapa, sikap dan raut wajahnya kadang mirip perempuan. Mungkin dia terlalu disayang oleh orang tuanya. Percayalah, perlindungan berlebihan pada anak laki-laki oleh orang tua itu kurang baik.

Banyak bahaya mengancam di mana-mana. Tidak perlu repot-repot mencari musuh karena siapa saja bisa mencelakaimu bahkan tanpa alasan jelas. Hukum rimba, siapa yang kuat, dia yang selamat. Oleh karena itu, laki-laki di masa ini justru harus kuat. Bukan hanya bisa melindungi diri sendiri tapi juga kelak punya kewajiban melindungi istri dan anaknya.

"Eh... Eh... Mau apa?" Tandu mundur teratur saat melihat Sedayu berbalik badan. Siapa juga yang tidak waspada jika dia berbalik sambil mengangkat keris yang dibawanya.

Kata dibalas kata bukan malah menodongkan senjata. Eh, dia kan tidak bisa berkata-kata... Hadeeeh.

Berdecak saat melihat Tandu yang sepertinya salah paham akan maksud Sedayu menarik keris dari sarungnya. Sedayu melepaskan tali seekor kuda coklat yang terlihat gagah dan menyerahkannya pada Tandu. Tak membuang waktu Sedayu menebas tali pengikat kuda lainnya, tentu menepuk tiga kali bagian bawah telinga binatang berkaki empat itu hingga bisa berderap pergi meninggalkan tempat ini.

Bukan Calon ArangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang