Chapter • 10

192 14 2
                                    

Tiga puluh menit sudah Adelio menatapi ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tiga puluh menit sudah Adelio menatapi ponselnya. Televisi yang menyala menayangkan sebuah film tidak ia hiraukan sama sekali. Bahkan, Viola yang terus menyandar manja di sebelahnya dia biarkan.

Pikirannya kacau. Kedekatan Annchi dengan Mada belakangan ini mengganggunya. Annchi bilang mereka tidak pacaran. Tapi, jelas alasan Mada mendekati Annchi pasti bermaksud seperti itu. Yang mengherankannya lagi Annchi, yang dulu mati-matian menghindari Mada sekarang malah terlihat santai saja berinteraksi dengan lelaki itu.

Kenapa juga harus Mada sih, orangnya?

Dan sekarang, Annchi tidak juga membalas pesannya setelah tadi pergi begitu saja bersama Mada. Dia pikir setelah dia meminta Annchi membatalkan janjinya bersama Mada gadis itu benar-benar melakukannya. Tak tahunya Mada malah menyusul. Annchi yang menghubungi Mada dan memintanya menjemput? Mereka sudah sedekat itu?

“Yang, kamu nggak nonton filmnya?”

Suara Viola memecah lamunan Adelio. Dia melirik kekasihnya, “Apa?” Meski gelagapan, suaranya masih setenang biasa.

“Kamu dari tadi nggak nonton filmnya.” Kali ini bukan pertanyaan. Ada nada sebal dari suara Viola, “Filmnya nggak seru, ya? Mau ganti aja?”

Mereka sedang berada di unit kostan Adelio, menonton film dari aplikasi streaming. Sejak berpacaran dengan Viola, Adelio jadi membuka diri untuk kosannya—ruang pribadinya—yang jarang dimasuki orang, apalagi seorang perempuan. Hanya Annchi yang pernah.

Sebenarnya ini juga atas permintaan Viola. Adelio lebih suka berkencan di luar. Kamar ini adalah ruangan pribadinya yang biasa dia pakai untuk beristirahat atau belajar, karena cenderung sepi.

“Nggak usah. Kan kamu suka filmnya,” tolak Adelio.

Viola mencebik, “Ya tapi kamunya nggak nonton. Ngapain juga aku nonton sendirian?”

“Aku nonton.”

“Apaan. Dari tadi kamu lihatin hp terus. Nunggu SMS dari siapa, sih?”

Adelio menggigit bibir, lalu diam-diam menyembunyikan ponselnya di bawah bantal, “Nggak nungguin siapa-siapa.”

“Tapi, dari tadi dilihatin terus.”

“Ini... grup Suheri. Biasa anak-anak pada rame mau minta makan sama Bunda-nya Setta,” dusta Adelio.

“Mau minta makan? Orang tua mereka nggak kasih makan?”

Adelio tertawa lalu mengacak puncak kepala Viola gemas, “Ya nggak gitu, dong. Kita memang sering main ke rumah Setta, soalnya Bunda-nya suka bikinin makanan enak. Mereka jadi ketagihan mau main lagi.”

Viola mengangguk, “Temen-temen kamu lucu,” ucapnya dengan senyum polos.

Namun, senyuman itu luntur begitu saja saat Adelio mengalihkan pandangan dan kini sibuk mengoceh soal kelakuan teman-temannya yang seringnya bertingkah konyol. Viola tidak mendengarkan itu. Tidak tertarik.

Revenge Partner • 97LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang