_____________
Sungguh, hal memalukan yang pernah Rinjani lakukan dihadapan seorang pria, yang mana pria itu adalah orang yang baru dikenalnya dan ia sudah memiliki getaran berbeda pada orang itu, adalah saat dimana ia bersikap dan berperilaku bodoh seperti tadi. Shock membuatnya terlihat bodoh, dan Raksa melihat hal itu. Rinjani ingin menangis saja, pasti Raksa akan ilfeel padanya setelah ini. Dimana lagi Rinjani taruh wajahnya? Di kantong ajaib Doraemon, atau di batu permatanya Ultraman? Rinjani malu sekali.
Tapi belum saja rasa malunya hilang, ia dihadapkan dengan seseorang yang kini menyambut keduanya saat memasuki rumah yang cukup luas itu. Rinjani harus berperilaku seperti apa? Atau sikapnya harus bagaimana? Rinjani bingung sekali, ya Allah...
"Loh, Sa? Ini siapa yang kamu bawa pulang?"
Pertanyaan dan pandangan menelisik Rinjani dari atas bawah itu membuat Rinjani menahan nafas sejenak, udara di sekitarnya seketika menghilang. Rinjani butuh oksigen!
"Assalamu'alaikum, Ma." Salam Raksa yang kini tersenyum hangat dihadapan wanita paruh baya yang ia panggil dengan sebutan 'Ma' itu, lalu mencium punggung tangannya.
Hal itu juga dilakukan Rinjani walau terasa kaku dan canggung sekali. Ia yakin jelas mendengar jika Raksa memanggil 'Ma', sudah dapat dipastikan jika wanita paruh baya dihadapan mereka ini adalah Mama dari seorang Raksa.
"Wa'alaikumsalam." Jawab sang Mama.
"Mm, saya Rinjani, Bu. Temennya Mas Raksa." Ucap Rinjani kemudian karena tampaknya, Raksa tak akan menjelaskan tentang siapa ia saat ini dihadapan sang ibu.
"Temen? Baru kali ini loh, Raksa bawa temen cewek. Kenalin, nama Ibu Nilam, Mamanya Raksa. Ayo masuk, sebentar lagi sudah mau Maghrib, yuk kita sholat Maghrib dulu, baru lanjut ngobrol."
Rinjani semakin dibuat terkejut, karena saat pertama kali sosok paruh baya itu melihatnya dengan pandangan menelisik, ia pikir ibunya Raksa ini akan berperilaku kurang baik padanya. Tapi diluar ekspektasinya, ibu dari Raksa ini bahkan merangkulnya dan membawa Rinjani semakin masuk ke dalam. Rinjani memandang Raksa dengan pandangan tak mengerti karena dibawa begini pada Mamanya Raksa. Sementara Raksa sendiri, tersenyum melihat Rinjani yang langsung dimonopoli oleh Mamanya itu.
Raksa, apa yang kamu lakukan pada gadis kelewat lemot seperti Rinjani itu? Bisa-bisanya kamu ngajak Rinjani ke rumah tanpa bilang-bilang. Siap-siap aja deh, setelah ini pasti Rinjani akan mencak-mencak.
Ya siapa sih gadis yang tiba-tiba dibawa ke rumah ketemu orang tua si lelaki tanpa bilang-bilang, dan dia masih tetap waras? Nggak ada! Pasti semua gadis akan mikir dua kali untuk hal itu. Karena mereka harus mempersiapkan diri juga mental. Begitu pula Rinjani. Memang mereka baru bertemu dan berkenalan pagi tadi, masih baru banget kenalnya. Tapi tiba-tiba sudah ada di rumah lelaki itu, dan kini malah berhadapan langsung dengan Mamanya, membuat Rinjani merasa saat ini ia sudah berada di awang-awang. Entah jiwanya masih bisa kembali ke tubuhnya atau tidak. Rinjani rasanya sungguh ingin gila saja. Belum menyiapkan diri juga mental, eh sudah di hadapkan ke Mamanya Raksa. Rinjani harus apa saat ini?
"Tunggu sebentar ya, Ibu ambilkan mukenah buat kamu sholat." Ucap Mamanya Raksa, Ibu Nilam yang kemudian berlalu dari hadapan Rinjani.
Rinjani belum bisa merespon apa-apa lantaran nyawanya masih melayang entah kemana. Ia baru tersadar saat dehaman dari Raksa terdengar telinganya. Langsung menoleh pada lelaki yang masih bersikap biasa saja dengan wajah tanpa dosanya. Sungguh, kalau Rinjani tak menyukai bagaimana bentuk dan kulit halus di wajah lelaki itu, ia pastikan itu wajahnya sudah tidak mulus lagi. Mungkin akan memerah karena cubitan atau bahkan tamparan yang Rinjani lakukan. Tapi tidak, Rinjani tak sebodoh itu melakukan hal bodoh seperti itu.
"Mas Raksa kenapa bawa saya ke rumah orang tuanya, Mas Raksa?" Tanya Rinjani kemudian.
"Karena rumah saya dekat, jadi sekalian aja singgah sholat Maghrib dulu. Kalau di Masjid pasti penuh." Jawab Raksa tanpa menyadari maksud lain dari pertanyaan Rinjani.
"Ohh, haduh! Saya bener-bener terkejut loh, Mas. Dan mungkin setiap cewek akan ngerasain apa yang saya rasakan." Ucap Rinjani membuat Raksa bingung di tempat.
"Maksudnya?" Tanya Raksa.
Belum sempat Rinjani menjelaskan, Mama Raksa sudah kembali dengan satu tas tangan kecil. Dapat dipastikan jika itu adalah mukenah. Diberikannya langsung pada Rinjani.
"Ini mukenah baru Ibu beli kemarin, tapi belum sempat ibu pakai. Kamu pakai aja ya, nggak papa kok." Ucap Mama Raksa.
"Eh, haduh, makasih ya Bu. Maaf jadi ngerepotin gini. Sebenernya Rinjani punya mukenah, dan biasanya selalu bawa di tas. Tapi hari ini malah lupa nggak bawa, ketinggalan di hotel." Jawab Rinjani menerima mukenah pemberian Mama Raksa.
"Berarti memang ditakdirkan untuk Rinjani, pakai aja, nanti sekalian dibawa pulang ya. Ini khusus buat kamu." Ucap Mama Raksa yang tersenyum cerah.
"Mm, iya, makasih ya Bu." Angguk Rinjani.
"Mm, Ma, Rin, kayanya kita harus segera siap-siap deh, itu sudah mulai Adzan Maghribnya." Celetuk Raksa.
"Eh, iya. Ya udah, ayo nak Rinjani ikut Ibu, kita wudhu di kamar Ibu ya." Ucap Mama Raksa yang kini langsung membawa Rinjani yang tak sempat mengatakan apa-apa.
Raksa menghela nafas, lalu masuk ke kamarnya untuk berwudhu. Setelahnya, ia kembali ke ruang sholat keluarga yang berada di lantai bawah. Sudah ada Mamanya dan Rinjani dengan mukenah mereka masing-masing.
Masya Allah, bidadari...
Ada dua sosok bidadari di hadapannya kini. Mamanya dan Rinjani. Raksa sempat melihat Rinjani yang menatapnya lalu menunduk kemudian. Benarkah perkiraannya jika tadi Rinjani sempat salah tingkah padanya?
Tapi jujur saja, Rinjani terlihat cantik dalam balutan mukenah yang diberikan Mamanya. Dan lagi-lagi, Raksa terpesona dalam keindahan gadis itu. Masya Allah...
Ya Allah, boleh tidak sosok cantik bidadari bernama Rinjani ini jadi bidadari surga saya?
⚓
_____________20 Juni 2023
23 Juni 2023
Publish 18 Agustus 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapten Laut Untuk Rinjani
RomanceFOLLOW SEBELUM MEMBACA!!⚠️⚠️ Update setiap hari Jum'at!!! _________________ "Kalau disuruh memilih antara Laut dan Langit, kamu mau pilih yang mana?" Tanya Raksa kemudian. "Mmm, lautan..." "Kenapa? Bukankah keduanya sama-sama berwarna biru? Bukankah...