16. Raksa Di Mata Mamanya

1.5K 88 6
                                    

_______________

Rinjani membuka mukenahnya setelah Raksa keluar dari ruang sholat. Ya, saat memakai mukenah, Rinjani melepas hijabnya. Tak mungkin Rinjani membuka mukenahnya saat ada Raksa, dijamin lelaki itu pasti akan melihat rambutnya juga.

"Bu, ini mukenah nya." Ucap Rinjani setelah dilipat rapi, dan dimasukkan ke dalam tasnya.

"Eh, udah buat Rinjani aja. Ibu memang berniat kasih Rinjani tadi." Ucap Bu Nilam.

"Emm, tapi Bu..."

Sungguh, Rinjani merasa tidak enak saat ini. Baru bertemu dan berkenalan dengan ibu Raksa, tapi sudah merepotkan begini.

"Udah nggak papa, hitung-hitung salam perkenalan dari Ibu. Ayo ke depan, pasti Raksa sudah nungguin." Ucap Bu Nilam membawa Rinjani ke depan.

"Oh iya, Ibu lupa belum tanya, Nak Rinjani rumahnya dimana? Kok nginap di hotel?" Tanya Bu Nilam.

"Rinjani tinggal di Medan, Bu. Disini jalan-jalan sekalian liburan." Jawab Rinjani.

"Oh, di Medan. Satu kota dengan Raksa ya? Kenal Raksa udah lama?" Tanya Bu Nilam.

"Nggak, Bu. Kita nggak satu kota. Kita juga baru kenal tadi pagi pas di Kereta." Jawab Rinjani.

"Loh?" Bu Nilam tak menutupi raut terkejutnya. Yah bingung juga, kok bisa-bisanya langsung dibawa Raksa ke rumah, padahal baru kenal.

"Astaghfirullah, Raksa!" Pekik Bu Nilam kemudian.

Raksa yang baru melihat Mamanya dan Rinjani ke depan, merasa heran karena namanya disebut-sebut. Apalagi saat mendapati tatapan Mamanya yang melotot seperti pemeran hantu dalam film hantu zaman dulu. Bikin merinding.

"Kenapa, Ma?" Tanya Raksa bingung.

Bu Nilam langsung menghampiri anak sulungnya ini, lalu menjewer telinganya pelan.

"Kamu ini ya! Baru kenal sama Rinjani tadi pagi, malah udah di bawa ke rumah! Kamu nggak mikirin perasaannya Rinjani? Kalau dia merasa tertekan ketemu Mama gimana? Mau tanggung jawab?" Omelan didapatkan Raksa sekaligus dengan jeweran yang sebenarnya tidak kuat, tapi lumayan buat meringis sampai merah.

"Aduh, Ma... Kalau Rinjani minta pertanggungjawaban, ya Raksa siap kok. Mau kapan? Seminggu lagi? Atau nggak besok? Biar balik lagi nih, ke Medan minta restu Mama Papanya Rinjani." Sahut Raksa kemudian.

"Eh kamu ya! Malah ngejawab kalau dibilangin!" Bu Nilam kesal sekali dengan anaknya ini.

Sedang Rinjani disana hanya tersenyum geli lantaran Raksa terlihat begitu lucu saat dimarahi sang Mama. Lucunya, sudah besar tapi masih dimarahi sang Mama. Mana marahnya karena bawa cewek ke rumah pula. Haha...

"Maaf Ma, tadi itu kita emang niatnya mau sholat Maghrib. Dan kebetulan rumah deket banget tadi, jadi singgah aja deh. Ya kalau perasaan Rinjani, emang tadi tuh Raksa nggak sampai mikir ke sana sih. Eh, Rin, kamu nggak papa kan, saya bawa ke rumah?" Tanya Raksa kemudian.

Haduh, telat banget ini loh Raksa nanyanya. Udah terlanjur masuk rumah, terlanjur ketemu Mamanya, eh baru ditanya nggak papa. Ya jelas tadi saat tiba ia kenapa-napa. Sangking kenapa-napanya, ia sampai ngerasa bahwa saat itu ia sudah tidak di bumi lagi.

"Telat banget kamu baru nanyanya sekarang. Nggak sekalian aja nanti pas udah balik dari rumah, pas nganterin Rinjani pulang ke hotel baru nanya." Sinis sang Mama.

"Ekhem, ya sebenernya tadi lumayan shock juga sih. Tiba-tiba malah dibawa ke rumah. Jujur tadi saya pikir, Mas Raksa mau singgah ke Masjid di pertigaan tadi." Jawab Rinjani yang kini tersenyum maklum.

"Rin, saya minta maaf ya. Saya bener-bener nggak kepikiran sampai kesana tadi. Niat saya tuh karena udah mepet banget sama Adzan Maghrib, dan memang rumah deket banget, jadi langsung aja singgah. Nggak kepikiran juga sama kamu yang bakalan kenapa-napa kalau saya bawa ke rumah. Serius, Rin, maaf ya." Raksa sungguh merasa bersalah.

Duh, kalau wajah Raksa yang minta maaf sambil ngerengek gini, kok malah makin lucu di mata Rinjani ya. Niat untuk menahan kekehannya sungguh tak bisa. Alhasil, ia pun tertawa pelan karena Raksa.

"Hehe, iya Mas, nggak papa kok. Toh udah terlanjur ini. Dan lihat, sekarang saya malah oke-oke aja tuh ketemu Bu Nilam." Jawab Rinjani yang kini menahan tawanya.

Raksa kini malah mengusap pelan tengkuknya, sungguh ia jadi malu sendiri karena Rinjani melihat sisi lainnya tadi saat dimarahi Mamanya. Tak urung ia pun tersenyum malu-malu.

Duh, malu banget. Ini Rinjani ilfeel nggak ya, tau aku kaya gini?

"Makanya Sa, sangking lamanya deh kamu nggak pacaran jadi ya nggak tau deh gimana perasaannya cewek. Kerja mulu, cari pendampingnya nggak." Dengus sang Mama kembali mengomeli Raksa.

Kalau seperti ini, Rinjani sungguh merasa terhibur karena Raksa yang dimarahi sang Mama. Perasaan aneh saat ia dibawa ke rumah orang tua lelaki itu, kini sudah tak terasa lagi. Digantikan perasaan hangat kekeluargaan.

"Mm, Mama sendirian di rumah?" Tanya Raksa kemudian.

"Iya, Ayah tadi sore tiba-tiba dapet panggilan, harus keluar kota ada acara kantor. Terus si Nabila ada tugas bareng temen-temennya. Jadi deh Mama sendirian sama Bi Rum." Jelas sang Mama.

"Oh gitu." Angguk Raksa.

"Oh iya, kalian habis ini mau jalan lagi? Mau makan dulu nggak? Atau langsung jalan?" Tanya Bu Nilam.

"Gimana Rin? Mau lanjut jalan, atau makan malem dulu disini?" Tanya Raksa kemudian.

"Emm, Rinjani nggak papa kok kalau makan malem dulu di sini. Lanjut jalannya habis makan malem juga nggak papa." Jawab Rinjani. Jika begini kan, ia tak membuat kecewa Mama Raksa.

"Ya udah, kalau gitu kalian ngobrol-ngobrol dulu aja ya. Mama mau ke belakang dulu, bilang ke Bi Rum  buat nyiapin makan malam. Ibu tinggal dulu ya, nak Rinjani." Ucap Bu Nilam.

"Iya Bu, nggak papa." Angguk Rinjani.

Dan setelahnya, Mama Raksa langsung beranjak dari sana. Sementara Rinjani dan Raksa malah diam-diam  saja karena bingung dan cukup canggung juga.

"Emm, kamu beneran nggak papa makan malam dulu di sini?" Tanya Raksa kemudian. Ya siapa tau Rinjani sedang tidak enak menolak tawarannya tadi kan.

"Nggak papa kok, Mas. Sekalian ini, jadi nanti kita fokus jalan-jalan aja. Nggak perlu singgah makan dulu karena pasti lama. Tapi kalau mau singgah, ya paling cari minum atau jajanan doang." Jawab Rinjani.

"Maaf ya, kamu jadi ngelihat saya dan Mama begini. Walau saya sudah sebesar ini, tapi menurut Mama, saya masih anak kecil baginya." Ucap Raksa yang kembali ingat bagaimana ia dan Mamanya yang tadi mengomel didepan Rinjani.

"Hehe, nggak papa kok, Mas. Saya juga ngerti karena saya juga punya Abang yang usianya nggak jauh beda dengan Mas Raksa. Dan kalau pulang setelah libur kerja, pasti Abang saya akan diperlakukan kaya anak kecil sama Mama Papa. Duh, karena ngomongin Mama Papa dan Abang saya, saya jadi kangen mereka." Ujar Rinjani yang kemudian terkekeh geli.


_______________

23 Juni 2023
25 Juni 2023
Publish 22 Agustus 2023

Kapten Laut Untuk RinjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang