22. Hati Yang Menemukan Pelabuhannya

1.3K 92 4
                                    

_____________

"Rin, maaf ya, jangan kamu pikirin ucapan saya tadi. Sungguh, tadi saya nggak bermaksud apa-apa kok. Nggak mungkin lah kamu mau sama saya yang cuma seorang pelaut ini. Sudah kerjanya di laut, panas-panasan, kalau berlayar pasti lama. Saya terlalu berharap bisa dapetin kamu yang Masya Allah ini. Karena kamu cocoknya sama orang kota, pengusaha, bukan pelaut kaya saya ini. Saya tau diri kalau saya ini bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Rasanya seperti mimpi di siang bolong kalau misalnya saya berharap kamu mau jadi pasangan seorang pelaut kaya saya ini. Kamu terlalu Subhanallah untuk saya yang cuma pelaut ini. Jadi, jangan dipikirin ya." Sahut Raksa kemudian dengan merendahkan dirinya.

Bukannya apa, ia hanya takut Rinjani berpikir jika ia terlalu percaya diri bisa mendapatkan wanita cantik sepertinya padahal ia hanya seorang pelaut yang kerjanya di kapal. Ia takut Rinjani menilainya dengan pandangan meremehkan.

"Siapa bilang saya nggak cocok pacaran sama pelaut?" Sahut Rinjani cepat.

"Hah?"

Raksa membulatkan matanya. Rinjani tadi bilang apa? Kayanya Raksa perlu membersihkan telinganya deh. Takutnya ia salah mengerti ucapan Rinjani barusan. Dan berakhir salah paham.

"Emangnya kenapa kalau pacaran sama pelaut? Pelaut itu keren loh, mengemudikan kapal di laut lepas. Kan pekerjaan itu halal, bukan haram. Lagipula, pelaut juga manusia kok. Apalagi pelaut itu banyak uangnya. Siapa sih yang akan nolak punya pasangan pelaut? Kayanya cuma orang bodoh yang melakukan hal itu." Sahut Rinjani kemudian.

Jadi, yang Raksa dengar dari ucapan Rinjani sebelumnya ternyata benar adanya. Ternyata gadis itu malah menyukai pekerjaan pelaut. Tapi disini, Raksa lah yang merasa rendah diri dan tak sebanding dengan Rinjani yang orang kota.

"Maaf, maksud saya nggak begitu, Rin." Ucap Raksa kemudian merasa bersalah.

"Saya tau diri, saya ini bukan apa-apa juga bukan siapa-siapa." Raksa merendahkan dirinya sendiri.

Justru hal itu membuat Rinjani menggeleng dengan tegas, bahwa ia merasa pemikiran Raksa itu sungguh keliru.

"Jangan merendahkan diri Mas seperti itu. Semua makhluk di mata Allah sang pencipta itu sama. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Lagipula, saya nggak pernah berpikir bahwa pekerjaan pelaut itu nggak cocok dengan orang kota seperti saya. Kalau jodoh, siapa yang tau? Jadi Mas jangan berkecil hati." Ucap Rinjani dengan pengertiannya.

"Saya cuma ngerasa nggak pantes aja, Rin. Banyak yang memandang pekerjaan pelaut itu dengan sebelah mata. Padahal mereka itu nggak tau gimana kami yang kerja keras banting tulang di lautan. Panas-panasan, hujan-hujanan, kalau badai kami harus kuatkan mental dan terus berdoa demi keselamatan kami. Memang semua pekerjaan itu ada risikonya. Tapi saya pikir, pelaut itu taruhannya nyawa. Sudah tidak terhitung lagi banyaknya Kapal yang kecelakaan dan hilang saat di lautan, entah itu karena badai, atau karena lain hal." Jelas Raksa kemudian.

"Maka dari itu, Mas. Jangan berkecil hati karena Mas seorang pelaut. Banyak pekerjaan yang di pandang sebelah mata, tapi asalkan pekerjaan itu halal dan bisa mencukupi kebutuhan kita, insya Allah lelah Mas akan menjadi Lillah..." Sahut Rinjani memberi semangat.

"Rin, bisa nggak? Kamu jangan buat saya baper dan berujung pengen nikahin kamu!" Ucap Raksa kemudian memandang Rinjani dengan intens.

"Saya tau kamu nggak masalah dengan profesi saya, tapi apa orang tua kamu akan melakukan hal yang sama? Saya belum pernah bertemu orang tua kamu. Saya belum mengenal mereka. Saya bahkan baru mengenal kamu kemarin, dan baru melalui hari bersama sejak kemarin. Rasanya terlalu lancang untuk saya menaruh rasa ke kamu." Ucap Raksa menimpali.

"Mas..."

"Kamu juga baru patah hati, Rin... Saya nggak mau kamu menerima saya karena ingin melupakan masa lalu mu. Saya nggak mau menganggap kamu menerima saya sebagai seorang pelampiasan." Ucap Raksa.

Tembok bernama sadar diri itu membuat Raksa semakin kecil. Ia terlalu berharap, sedangkan Rinjani sendiri? Belum tentu memiliki perasaan yang sama dengannya. Namun dari sikapnya, membuat Raksa goyah. Rinjani tidak mempermasalahkannya. Hanya saja, gadis itu baru patah hati. Tidak pantas rasanya jika Raksa tiba-tiba masuk begitu saja ke hati gadis itu.

"Sekarang, Rin tanya deh ke, Mas. Perasaan Mas bagaimana ke, Rin? Apa Mas punya perasaan lebih ke, Rin? Terlepas dari kita yang baru saja kenalan dan ketemu kemarin?" Tanya Rinjani kemudian mengabaikan ucapan Raksa sebelumnya.

"Jujur, sebenarnya saya udah suka kamu dari lama. Karena sering lihat video dan foto kamu di sosmed. Terlepas kamu adalah penulis favorit saya dan saya adalah pembaca kamu. Dan sejak kita bertemu dan berkenalan di kereta kemarin, saya benar-benar meyakini bahwa saya menyukai kamu sebagai seorang wanita. Bukan karena kamu siapa, Rin." Jelas Raksa mengatakan isi hatinya.

"Kalau gitu, bantu saya buat semakin meyakinkan diri saya untuk menjatuhkan hati ke Mas, ya. Karena saya bener-bener ngerasa nyaman bareng Mas Raksa. Ngelaluin banyak hal dari kemarin bersama ngebuat saya sering salah tingkah sendiri. Dan sejak sama Mas, saya bahkan ngelupain gimana sakitnya saya dicampakkan mantan saya yang brengsek itu. Saya melupakan itu semua karena terbawa perasaan dengan setiap hal yang kita lalui bersama. Jadi, Mas mau kan, jalani ini semua dari awal bareng saya?" Ucap Rinjani dengan segala kewarasannya saat ini yang tengah menembak seorang cowok di pagi menjelang siang ini.

"Kamu, ngajak saya pacaran?" Tanya Raksa tak percaya.

"Iya, Mas mau kan, jadi pelabuhan hati saya?" Ucap Rinjani kemudian.

Raksa memandang Rinjani dengan lekat, "Kamu tau kan, usia saya sudah bukan lagi waktunya untuk pacaran? Kamu siap kalau tiba-tiba saya ajak kamu nikah?" Tanya Raksa kemudian.

"Rin tau, dan Rin akan siap dengan segala konsekuensi apapun yang Rin harus jalani jika bersama Mas Raksa." Ucap Rinjani dengan yakin.

Raksa menatap Rinjani yang kini tersenyum hangat padanya. Tidak ada alasan lagi untuk Raksa menolaknya bukan? Bukankah Rinjani juga mengatakan bahwa ia juga memiliki perasaan lebih ke dirinya setelah pertemuan mereka kemarin, dan setelah banyak hal yang mereka lewati kemarin? Dan lihat, perasaan yang diam-diam mereka sembunyikan beberapa waktu lamanya itu akhirnya terbalaskan dan bersatu juga. Akhirnya keduanya memilih untuk memulai semuanya dari awal.

Dibawah rimbunnya pepohonan di Lorong Negeri Dongeng, ada dua hati yang akhirnya berlabuh. Semoga pelabuhan ini menjadi pelabuhan terakhir keduanya. Aamiin...


_____________

27 Juli 2023
03 Agustus 2023
Publish 12 September 2023

Ahhhhh, akhirnyaaaaa.... Kapal Raksa dan Rinjani berlayar juga... Senangnya...🤭🤗⚓

Kapten Laut Untuk RinjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang