33. Ayangnya, Mas Pelaut...

1.7K 77 5
                                    

______________

"Mas, malu banget!" Bisik Rinjani pelan.

Raksa tersenyum hangat dan meneduhkan, lalu tangannya dengan santainya mengelus pelan tangan Rinjani. Sungguh, betapapun Raksa memandangi Rinjani, selalu ada kalimat-kalimat keagungan sang Pencipta ia bisikkan untuk mengakui bahwa kekasihnya ini sungguhlah wanita yang ia inginkan selama ini. Masya Allah...

"Nggak papa, ini nunjukin betapa Mas sayang dan menghargai kamu sebagai kekasih, Mas. Jangan marah, ya." Ucapnya dengan pelan.

Rinjani bukannya marah, dia malah menunduk sambil tersipu malu-malu. Sungguh, dihargai dan dicintai dengan besar seperti ini, adalah hal yang begitu Rinjani inginkan sejak dulu. Sejak hubungannya dengan Fathan yang tak bisa ia dapatkan dengan mudah, bahkan walau ia sudah mengemis sekalipun. Tapi dengan Raksa, ia mendapatkannya dengan cuma-cuma. Demi apapun, Rinjani tidak akan menyerah pada hubungannya dengan Raksa jika suatu saat ia goyah. Ia akan mempertahankan Raksa apapun dan bagaimanapun caranya. Karena baginya, definisi bahagia untuknya adalah Raksa. Jadi apapun yang membuatnya tidak bahagia bersama Raksa, akan ia singkirkan dengan segera, bukan malah memilih menyerah dan mengakhiri hubungannya dengan Raksa. Tidak, Rinjani tidak akan pernah melakukannya!

Raksa yang melihatnya sungguh senang. Rasanya ia ingin selalu bersama Rinjani. Setiap hari, setiap saat dan waktu. Ahh, Raksa jadi memikirkan pernikahan karenanya. Hmm, karena apalagi yang akan membuatnya selalu bersama dengan Rinjani tanpa terhalang status apapun kecuali pernikahan? Sepertinya, Raksa harus memikirkan hal ini dengan matang, dan membicarakannya pada Rinjani dengan perlahan. Agar Rinjani tak terkejut dengan apapun yang akan mereka hadapi kedepannya.

Dan akhirnya, acara Reuni yang diadakan setiap tahun itu, akhirnya usai. Semua kembali pulang ke rumah masing-masing. Begitu juga Raksa dan Rinjani yang sudah memasuki mobil dan pergi dari pelataran parkir restoran itu.

"Temen-temen Mas, asyik ya." Celetuk Rinjani begitu mereka di mobil.

"Ya begitulah. Sebenernya juga nggak se-akrab itu, karena kan udah lama pisah. Tapi kita selalu menjaga hubungan baik, kalau kumpul gini, komunikasi kita tetep lancar." Jelas Raksa.

"Iya sih, kan yang penting itu komunikasi. Walau jauh, tapi kalau sering berkabar, pasti akan selalu akrab." Sahut Rinjani.

"Oh iya, Rin... Ini mau langsung balik ke hotel, atau mampir dulu ke rumah?" Tanya Raksa kemudian.

"Eh? Balik hotel aja deh, Mas. Udah malem, nggak enak sama Bu Nilam dan tetangga, Mas Raksa." Jawab Rinjani.

"Nggak perlu khawatir kalau Mama, Rin... Mama pasti seneng, apalagi kalau kamu nginep. Kalau tetangga, bodo amatin aja, kan kita nggak minta makan sama mereka." Sahut Raksa.

Rinjani langsung mencubit pelan lengan Raksa, "Nggak boleh gitu, tau! Walau kita nggak minta makan sama mereka, tapi pandangan dan penilaian mereka ke kita jadi buruk. Dan Rin nggak mau keluarga Mas diperlakukan kaya gitu. Rin mau menjaga nama baik Mas yang seorang Tentara, keluarga Mas, dan juga orang tua Rin sendiri." Jelas Rinjani.

Raksa menoleh ke Rinjani, tersenyum hangat mendapati respon sang kekasih. Ia meminggirkan mobilnya ke tepi jalan, memberhentikan mobilnya begitu saja. Ia lalu melepaskan seat belt, menghadap ke Rinjani.

"Ayangnya siapa sih? Kok pengertian, baik hati dan tidak sombong begini?" Sahut Raksa kemudian sambil mengelus pelan kepala Rinjani.

"Ayangnya, Mas Pelaut..." Jawab Rinjani terkekeh geli menanggapi ucapan Raksa.

"Makasih ya, kamu udah pengertian banget ke Mas dan keluarga, Mas. Mas jadi makin sayang kamu, Rin..." Ucapnya tapi bukan berniat menggombal, ini sungguh-sungguh dari hatinya yang paling tulus.

Kapten Laut Untuk RinjaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang