24. kafein

388 52 6
                                    

Kopi yang menyambut Pagi Hari, sebenarnya bukanlah sama sekali tipe dari Hwang Hyunjin. Lelaki bersurai Hitam itu lebih suka menikmati Kafein pada Sore Hari, bertepatan dengan Detik-detik terbenamnya Sinar Mentari.

Namun hal yang berbeda Hari ini, karena si Hwang langkahkan Kaki menuju Minimarket terdekat dengan niatnya untuk meneguk sekaleng Kafein Pagi Hari.

Jujur, rasanya Hyunjin lemas sekali. Semua persendian ototnya terasa sangat kaku. Entah karena ia terlalu lama berendam tadi Malam, atau karena ia terlalu banyak menyakiti diri?

Cukup banyak yang terjadi, hingga ia bahkan merasa terlalu lelah untuk menangis.

Kemarin Sore ia baru mengetahui fakta jika sang Ayah ternyata memiliki seorang Wanita simpanan beberapa Tahun terakhir; Bahkan mereka pun sudah terikat sebuah hubungan pernikahan.

Hyunjin sangat tertekan.

Bukan- Hyunjin bukan merasa tertekan karena fakta jika sang Ayah yang lebih memilih untuk Pergi, dan tinggal bersama Selingkuhan. Namun keadaan sang Ibu lah yang menekan kewarasan Hwang Hyunjin saat ini.

Wanita kesayangannya itu begitu terlihat berantakan, semuanya, Hati dan Jiwanya. Pernikahan yang telah Wanita itu bangun selama hampir Dua puluh Tahun lamanya, harus ia relakan untuk kandas, karena sang Suami yang lebih memilih untuk pergi menjemput Hati lain.

Yang pernah menyandang sebagai Marga Hwang itu bahkan tidak berhenti untuk berteriak frustasi, bagai orang gila yang tengah menolak fakta Pahit kehidupannya.

Dan hal itu cukup menyiksa Hwang Hyunjin.

Karena bagaimana pun itu, Hwang Hyunjin sangat mencintai sang Ibu lebih banyak daripada ia mencintai diri sendiri, dan orang lain di Dunia ini.

Bagi Hyunjin, sang Ibu adalah segalanya. Sumber Hidup dan Semangat untuk dirinya selama Delapan belas Tahun ia hidup.

Jadi bagaimana ia tidak bisa merasa tersiksa atas keadaan Wanita yang telah melahirkannya tersebut?

Menghela napas panjang, Hyunjin langkahkan tungkai perlahan pada trotoar jalanan. Tidak ada Semangat dalam langkah seperti biasanya.

Entahlah, Hyunjin hanya merasa begitu Dingin. Kehidupannya sudah menjadi sangat Dingin.

Pikirannya Acak, pergi entah kemana. Tatapan Mata Elang yang kosong, bagai tidak tahu arah kehidupan; Hyunjin terlihat sangat menyedihkan.

Bahkan saat kedua Kaki jenjang itu sudah menginjak lantai-lantai Minimarket tujuannya, Hyunjin pun belum juga usai dengan segala lamunannya. Lelaki Hwang itu tengah berpikir.

Berpikir dan tertawa sarkas pada lamunan, bahkan sesekali memukul pelan Kepalanya sendiri.

Hyunjin hanya merasa terlalu Bodoh, Tolol, Munafik, Jahat, dan Idiot.

Entah berapa banyak kata yang dapat mewakilkan sifat Bajingannya, Hyunjin merasa jika ia memang pantas. Pantas mendapatkan semua kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini.

Mungkin ini semua adalah Karma atas perbuatan dan perkataannya pada Felix di Masa lalu.

Kadang Hyunjin bertanya, bagaimana Felix bisa bertahan dengan segala hal yang terjadi pada Hidupnya.

Dengan senyum Cantik secerah sinar Mentari, mungkin tidak akan ada satupun orang yang akan percaya jika Lee Felix terlalu banyak menyembunyikan luka di balik senyumnya.

Hyunjin ingat dengan jelas, bagaimana ia yang merendahkan Felix karena si lelaki Lee yang tumbuh tanpa bimbingan dan sosok seorang Ayah.

Bagaimana Lee Felix yang kekurangan kasih seorang Ayah, sehingga kemudian si Pirang memohon perhatian para lelaki bagai seorang Pengemis.

Tidak- Itu terlalu Kejam, kata-kata Hyunjin terlalu Kejam untuk Felix saat itu, Hyunjin akui. Bahkan si Hwang sampai meringis saat mengingat detail kejadiannya.

Karena pada kenyataannya, Lee Felix adalah sosok yang paling kuat. Ia bukan Pengemis perhatian seperti yang selalu Hyunjin teriakan padanya.

Si Lee hanya membutuhkan Kasih sayang, dan akan selalu pantas untuk mendapatkannya.

"Felix.. Maafkan aku.."

Berucap lirih seraya menggenggam sekaleng Kafein Dingin pada Tangan Kanan, Hyunjin lagi-lagi tersenyum Miris. Teringat jelas jika Felix adalah penyuka Kafein sejenis yang telah Hyunjin ambil.

Felix, betapa berat beban yang tengah kau pikul? Menyembunyikan semua dan meninggalkan rasa bersalah pada Hati Hyunjin yang akan semakin menganga lebar tiap Detiknya.

Hyunjin bagian tidak pernah berhenti menangis dan memikirkan Felix semenjak semua fakta yang terkuat Kemarin Pagi saat di Sekolah.

Berjalan menuju Kasir, Hyunjin jadi berimajinasi. Bagaimana jika seandainya Felix masih bersamanya disini? Menikmati Pagi yang diiringi oleh angin sepoi-sepoi, seraya meneguk Kafein kaleng yang tengah Hyunjin genggam kini.

Namun sekali lagi, itu hanya angan angan. Sebuah Harapan dan Penyesalan.

"-Ah kenapa transaksinya selalu gagal? Saya tidak bawa uang tunai sama sekali. Astaga! Apa saya ini harus menarik uang terlebih dahulu?"

Suara ribut dari arah antrean Kasir di depannya, alihkan perhatian Hyunjin. Si Hwang sedikit menyipitkan Mata untuk melihat, berusaha jelas untuk mencerna tentang apa yang terjadi.

Dapat Hyunjin lihat disana, seorang Lelaki yang tengah memarahi seorang Pegawai Kasir karena transaksi kartu Hitamnya yang selalu saja gagal?

Yaampun buang buang Waktu Hyunjin saja..

"Ini, bayar pakai uangku saja dulu, Bung. Aku pinjamkan."

Karena Hwang Hyunjin paling Malas untuk disuruh menunggu.

Dan bahkan Lima Menit setelah keduanya keluar dari pintu Minimarket, yang telah dibantu oleh Hyunjin tersebut itu pun, enggan berhenti untuk bicara.

Berceloteh dan berterimakasih ribuan kali atas bantuan yang telah Hyunjin berikan untuknya; Walaupun menurut si Hwang, hal tersebut bukan lah apa-apa.

'Terimakasih banyak, ..Er-"

"Hyunjin. Hyunjin Hwang."

"Ah iya- Terimakasih banyak, Hyunjin. Terimakasih telah meminjamkan uang tunaimu. Kemari berikan aku nomer rekening milikmu, aku akan segera mengembalikan Hutangku"

"Dimana aku bisa mengirimkan nomer rekeningku, kak..?"

"Sean. Sean Seo. Panggil aku Sean."

[ 1 ] hyunlix : silly lee !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang